Maula, harus mengorbankan masa depannya demi keluarga.
Hingga suatu saat, dia bekerja di rumah seorang pria yang berprofesi sebagai abdi negara. Seorang polisi militer angkatan laut (POMAL)
Ada banyak hal yang tidak Maula ketahui selama ini, bahkan dia tak tahu bahwa pria yang menyewa jasanya, yang sudah menikahinya secara siri ternyata...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Mungkin karena ini pertama kalinya aku bekerja di rumah pribadi milik orang kaya, sebagai guru privat sekaligus pengasuh, jadi aku merasa sedikit gugup.
Khawatir juga kalau tempat ini akan membuatku merasa tidak nyaman.
Bu Ella mungkin baik, tapi aku nggak tahu bagaimana suaminya, juga orang tua dari anak-anak yang ku asuh nanti.
Semoga saja mereka akan bisa memperlakukanku dengan baik. Minimal menghargaiku sebagai guru dari cucu dan anaknya.
"Saya tadi sempat lihat kamu melalui jendela, jadi saya langsung membuka pintunya. Maaf ya kalau ngagetin"
"Nggak apa-apa, bu" Jawabku. Aku memang tadi nggak terlalu konsen. Jadi begitu pintu di buka, aku langsung kaget karena tahu-tahu wanita paruh baya ini berdiri dengan menerbitkan senyum.
"Ayo masuk. Kebetulan pas kamu datang kemari, pas suami saya lagi nggak di rumah, lagi pergi ke luar kota. Ayahnya anak-anak juga baru berangkat tugas tadi pagi, jadi hanya ada saya, bik Nani dan kang Sholeh"
Aku tersenyum, teringat kalau satpam tadi memang bernama Sholeh, aku tahu dari namanya yang menempel di dadanya sebelah kiri.
"Ayo silakan!" Tambahnya lalu sedikit memberiku celah supaya bisa masuk.
"Saya permisi dulu bu Ella, mau ke pos lagi" Pamit pak Sholeh.
"Iya mangga pak Sholeh"
Pria itu berbalik berjalan ke tempat jaga.
"Oh ya Maula, nanti kamar kamu ada di lantai sini ya, deketan sama anak-anak. Ini lantai dua, ada tiga kamar, yang dua milik Naka dan Hazel, dan yang satunya itu milik ayah bundanya, tapi berhubung kamu di sini, kamu bisa menempati kamar mereka"
"Lalu ayah bundanya Naka tidur di mana, bu?" Tanyaku tak enak hati.
Ruang tamunya memang ada di lantai dua. Jadi begitu bertamu, akan langsung di arahkan ke tangga untuk naik ke lantai dua dan akan langsung mesuk ke ruang tamu. Sementara lantai satu ada garasi dan mungkin juga ada ruangan lainnya.
"Ayah mereka sudah saya suruh pindah ke lantai tiga. Kemarin di bantuin kang Sholeh beres-beres sedikit, soalnya kamar itu jarang di pakai. Di pakainya paling kalau ada opa omanya Hazel kalau nginap di sini.
Opa oma yang bu Ella maksud mungkin kakek neneknya anak-anak dari pihak ibu.
"Saya jadi nggak enak sekaligus tersanjung, bu. Terimakasih sudah memberi saya tempat yang nyaman"
"Sama-sama. Saya berharap sekali mbak Maula betah di sini, jadi saya siapkan tempat senyaman mungkin"
"Terimakasih sekali lagi"
Bu Ella tersenyum, lalu mempersilakanku memasuki kamar yang luasnya kurang lebih empat meter persegi.
Di lantai ini ada ruang tamu, terus masuk dan langsung terlihat tiga kamar berjejer. Ada ruangan bebas di depan ketiga kamar yang ada di sini. Ruangan bebas yang fungsinya untuk menonton televisi dan juga bermain piano. Di sebelah piano agak jauh sedikit ada tangga untuk naik ke lantai tiga.
Sedangkan di ruang tamu juga tadi ku lihat ada tangga yang menghubungkan lantai dua ke lantai satu.
"Nah, kamu bisa masukkan baju-bajumu di lemari situ" Dia menunjuk lemari dengan tiga pintu."Pokoknya kamar ini milikmu selama kamu di sini"
"Terimakasih bu, ini sangat berlebihan, sangat lebih dari cukup"
"Sudah jangan terus berterimakasih. Terimakasihnya buat nanti lagi" Canda bu Ella yang otomatis membuatku mengulas senyum.
Ku letakkan koper di samping lemari untuk sementara karena bu Ella mengajakku ke lantai bawah.
"Kamar saya di lantai bawah, Maula. Di sana nanti ada tiga kamar, kamar saya, kamar bik Nani dan kamar tamu, dapur, ruang makan dan kamar kecil"
"Oh, iya. Bik Nani dan pak Sholeh itu suami istri. Mereka sudah ikut saya sejak jamannya Aril, masih bayi"
"Aril?" Lirihku bingung.
"Anak saya. Bapaknya Naka dan Hazel. Dia anak satu-satunya saya"
"Oh" Balasku.
Ketika langkah kami sudah di lantai dasar, ku lihat ada ruangan tempat untuk menonton televisi yang menghadap langsung ke kolam renang. Sama seperti lantai dua, semacam ruangan bebas tempat berkumpulnya keluarga. Bagus, cukup aestetik, rumahnya.
"Kamar saya ada di sana Maula" Bu Ella menunjuk ke arah kiri tangga "Samping kamar saya ada garasi, nanti kalau ke garasi lewatnya melalui pintu itu" Kali ini dia menunjuk sebuah pintu yang letaknya tepat di depanku.
Itu artinya, depannya kolam renang adalah garasi.
"Yang tengah ini kamar tamu, dan di paling belakang ada kamar bik Nani, ke belakang lagi ada dapur dan toilet"
Aku mengangguk sambil melirik kursi makan yang ada di depan dapur. Ruang makan yang masih satu ruangan dengan ruang keluarga.
Ruang keluarganya memang memanjang, sisi kiri ada sofa untuk menonton tv, dan agak jauh ke sisi kanan ada tempat yang di fungsikan sebagai ruang makan.
"Nah, lantai satunya, seperti ini Maula. Jangan bingung ya!"
"Iya bu"
"Kalau lantai tiga hanya ada satu kamar, ada dapur dan toilet, ada ruang keluarganya juga. Tapi dapurnya jarang di pakai masak. Paling kalau anak-anak minta lihat tv di lantai paling atas, pengin sambil makan, bisa nyuci piringnya di sana. Dapurnya nggak ada kompornya, cuma ada microwave doang buat hangatin makanan"
Aku mengangguk paham.
"Anak-anak dimana bu?" Tanyaku heran. Sebab dari tadi aku tidak melihatnya.
"Anak-anak lagi di bawa sama opa omanya yang lain. Ayahnya kan mau pergi tugas, jadi si Hazelnya di bawa mereka, karena kalau tahu ayahnya mau tugas, pasti nemplok terus sama ayahnya, minta gendong terus, nggak boleh ayahnya pergi dinas"
"Gitu ya bu"
"Hmm" Sahutnya mengangguk. "Tapi sebentar lagi katanya pulang. Tadi bilangnya lagi di mall dan sudah mau pulang"
Untuk kesekian kalinya ku respon ucapan bu Ella dengan bahasa tubuh.
"Oh iya Maula, kamu bisa menata pakaianmu ke lemari dulu sambil nunggu anak-anak pulang"
"Baik bu! Saya akan bantu bik Nani masak setelahnya"
"Oh nggak usah Maula, tugas kamu cuma handle anak-anak. Kalau masak tugasnya bik Nani, biasanya saya yang akan bantuin"
"Tapi bu!"
"Nggak apa-apa. Pokoknya kamu fokus saja urus anak-anak. Dari mulai pendidikan, sampai pakaiannya. Dan yang terpenting Hazel mau belajar lagi, syukur-syukur bersedia belajar di sekolah biar bisa ketemu teman-teman, jadi bisa lupa sama semua yang sudah menimpanya"
Semua yang sudah menimpanya?
Aku berbisik dalam hati setelah mendengar ucapan bu Ella.
"Lulu bilang anak-anak itu mengalami trauma! trauma apa yang sudah menimpa mereka terutama Hazel? Pindah dari Jakarta ke kampung halaman orang tuanya dan tidak mau pergi ke sekolah?
Apa mendapat pembulian di sekolah lamanya? Atau menjadi korban s* domi yang akhir-akhir ini begitu marak beritanya di mana-mana?
Kalau iya, kasihan anak itu. Pasti sangat trauma.
Ah apapun itu, suatu saat bu Ella pasti akan cerita padaku.
"Kalau begitu saya permisi ke lantai dua bu" Pamitku sopan.
"Iya silakan!" Jawabnya, dan aku langsung beranjak dari sana.
***
Banyak misteri di cerita ini sebenarnya. Karena tema yang ku buat ini adalah wanita kuat dan pembalasan dendam. Tapi entah mau lanjut atau enggak. Lagi nimbang-nimbang ini. Hehe...
sama aku pun juga
next Thor.... semakin penasaran ini