Menjadi Ibu Untuk Keponakanku
Assalamualaikum, selamat datang di karya baru author. Semoga suka dan jangan lupa tinggalkan jejaknya ya. Terima kasih. 😘
Happy reading... 🤗🤗🤗
...💝💝💝...
"Kau sudah berjanji akan menua bersamaku Fio, tapi kenapa kau meninggalkan aku dan anak-anak kita." Rangga menangis tergugu di depan pemakaman istrinya. Kini tinggal ia seorang diri yang duduk bersimpuh didepan gundukan tanah yang menelan jasad istrinya, seluruh keluarganya telah pulang untuk menenangkan putri kecilnya yang tak hentinya menangis.
Fiona, wanita cantik yang rela mengubur semua mimpinya demi hidup bersama Rangga. Fiona rela tak melanjutkan cita-citanya yang ingin menjadi wanita karier yang sukses. Bahkan Fiona rela berhenti kuliah dan memilih untuk membangun rumah tangga bersama Rangga. Saat itu kedua orang tua Rangga memang terus mendesaknya untuk segera menikah karena telah menjadi pemimpin perusahaan menggantikan papanya.
Tahun pertama pernikahan, mereka dikaruniai seorang putri cantik bernama Kiara yang kini telah berusia empat tahun. Hari-hari yang mereka lalui dipenuhi dengan kebahagiaan, sekalipun tidak pernah terjadi cekcok di dalam rumah tangga mereka. Hingga Fiona kembali mengandung anak kedua mereka, bertambah lah kebahagiaan keluarga kecilnya. Namun, kebahagiaan itu adalah akhir dari kisah rumah tangganya.
Fiona meregang nyawa usai melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki karena mengalami pendarahan hebat yang diakibatkan oleh infeksi pada rahimnya (endometritis), dan tidak bisa terselamatkan.
Dunia Rangga runtuh seketika saat dokter mengatakan bahwa istrinya telah tiada. Jika tidak mengingat anak-anaknya mungkin ia juga sudah mengakhiri hidupnya. Demi Kiara putrinya dan bayinya yang bahkan belum sempat meneguk ASI pertama ibunya, Rangga harus kuat menjalani hidup tanpa istri yang sangat dicintainya.
"Aku harus bagaimana tanpamu Fio, bagaimana dengan anak-anak jika tidak ada kamu." Air mata Rangga tak hentinya mengalir. Sungguh demi apapun ia tidak sanggup kehilangan wanita yang sangat dicintainya. Fiona adalah dunianya, rumah tempatnya pulang. Tanpa Fiona ia seperti kehilangan arah.
.
.
.
Di rumah duka, dua pasang paruh baya sedang dilanda kebingungan karena kedua cucu mereka yang terus menangis. Sudah berbagai cara mereka lakukan namun kedua cucunya itu tak kunjung berhenti menangis.
Kedua orang tua Rangga bergantian menggendong Kiara, gadis kecil itu tak hentinya menangis dengan terus memanggil mamanya. Begitupun dengan kedua orang tua Fiona yang bergantian menggendong bayi mungil yang tak seberuntung kakaknya. Bayi berjenis kelamin laki-laki itu terpaksa harus dipulangkan hari itu juga karena duka yang menimpa mereka. Beruntungnya bayi itu terlahir dengan sehat dan tanpa kekurangan apapun sehingga dokter memberi izin untuk dipulangkan.
"Kia mau sama Mama. Kia mau ikut Mama. Hiks hiks hiks." Lirih gadis kecil itu terisak.
"Kia Sayang, jangan nangis ya, kita doakan agar Mama Kia diberikan tempat yang terbaik di Surganya Allah. Kalau Kia nangis, nanti Mama juga sedih di sana. Kia gak mau kan buat Mama sedih?"
Kia mengangguk tapi itu tak berhasil membuat gadis kecil itu berhenti menangis. Mama Sinta yang menggendong Kiara pun tak kuasa menahan air matanya.
"Kia anak yang pintar, jangan nangis ya. Lihat itu Adek bayi juga menangis gara-gara Kakak Kia menangis." Papa Digo mengambil alih menggendong Kiara.
Tangis Kiara perlahan mereda namun tak sepenuhnya berhenti menangis, sesekali masih terdengar isakan nya, kedua matanya yang menganak sungai kini tertuju memperhatikan adiknya yang menangis cukup kencang.
"Cup cup cup, Sayang minum susunya ya." Mama Zana pun masih dengan usahanya, yang terus menempelkan put!ng dot di mulut cucu keduanya, tapi bayi mungil itu selalu menolak dengan lidahnya dan terus menangis dengan kencang.
"Hei jagoan, Ayo dong minum susunya. Gimana mau kuat kalau gak minum susu." Papa Farhan yang menggendong cucunya itu pun tak kuasa menahan air matanya. Kenapa takdir sekejam ini. Bayi yang seharusnya berada dalam dekapan sang ibu, kini akan tumbuh besar tanpa sosok ibu.
"Mama, Papa." Flora datang dengan berurai air mata, saat dikabari bahwa kembarannya meninggal ia langsung meninggalkan kampus dan tanpa meminta izin pada dosennya. Tapi sayang ia tidak bisa melihat kakak kembarnya untuk yang terakhir kali, karena kakak tertuanya memberi kabar setelah pemakaman Fiona selesai. Tadi pagi mereka sempat video call, saat itu Fiona telah berada di rumah sakit, menunggu pembukaan lengkap untuk melahirkan bayinya. Dan Flora berencana akan ke rumah sakit setelah mata kuliahnya selesai. Tapi ia tidak menyangka jika akan terjadi duka seperti ini.
Flora menghampiri kedua orangtuanya, ia mengusap air matanya lalu mengambil bayi mungil itu dari gendongan papa Farhan. Ajaibnya bayi itu langsung terdiam ketika Flora yang menggendongnya. "Anak pintar," Flora lalu mengambil botol susu yang dipegang mama Zana, dan lagi terjadi keajaiban. Bayi yang sejak tadi menolak minum susu, langsung melahap put!ng dot itu ketika Flora yang memberinya.
"Tante," Kiara melambaikan tangannya pada Flora. Isakan gadis kecil itupun tak terdengar lagi ketika Flora datang. Papa Digo menurunkan Kiara dari gendongannya, dan Kiara langsung berlari memeluk Flora.
Kejadian yang tak terduga, mencengangkan sekaligus menakjubkan. Sejak tadi dua pasang paruh baya kewalahan menenangkan kedua cucu mereka, namun tak kunjung berhenti menangis. Tapi Flora, gadis itu mampu menenangkan kedua keponakannya dalam sekejap tanpa usaha apapun.
Apa itu yang dinamakan ikatan batin antar sedarah. Flora yang merupakan kembaran Fiona, mampu menenangkan kedua anak-anak kakak kembarnya.
...🍃🍃🍃...
Malam hari...
"Turut berduka ya Mas Rangga, semoga Allah SWT menempatkan Almarhumah di sisi-Nya dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan."
Rangga hanya menanggapi dengan anggukan pelan kalimat bela sungkawa yang entah diucapkan oleh siapa, namun dalam hatinya mengucapkan kata 'aamiiin.' Sepanjang tahlilan berlangsung ia terus menunduk tanpa memperhatikan siapa saja yang datang dan sesekali menyeka air matanya yang terus berjatuhan.
"Rangga, istirahatlah Nak." Mama Sinta menyentuh pundak Rangga yang sejak tadi duduk dengan kepala yang terus menunduk. Pria itu bahkan tidak menyadari bahwa para tetangga yang datang membacakan yasin dan tahlil untuk almarhumah istrinya telah pulang.
Rangga terkesiap, ia menyeka air matanya yang tak berhenti berjatuhan kemudian berdiri dan mengayunkan langkahnya menuju kamar tanpa berpamitan pada mama dan keluarganya yang lain. Semuanya dapat memaklumi sikap Rangga saat ini, pria itu pasti sangat terpuruk atas kepergian istrinya.
Gerakan tangan Rangga yang hendak menekan handle pintu terhenti ketika mendengar isakan dari dalam kamarnya. Ia tahu betul itu adalah suara isakan Flora, beberapa saat lalu adik iparnya itu membawa Kiara dan bayinya untuk ditidurkan didalam kamarnya. Flora pun sama terpuruknya atas kepergian Fiona saudari kembarnya.
"Kenapa kak Fio pergi secepat ini? Kita pernah terpisah semasa kecil dan baru dipertemukan setelah kita sama-sama dewasa, tapi sekarang kak Fio benar-benar meninggalkan aku. Padahal masih ada banyak rencana yang belum kita selesaikan Kak, bahkan kakak belum melihatku menyandang gelar sarjana seperti keinginan Kakak. Ini adalah impian kakak yang ingin melihatku menjadi wanita karier yang sukses seperti cita-cita kakak dulu, tapi kenapa kakak pergi sebelum impian kakak terwujud. Hiks." Flora memeluk erat bingkai foto kakaknya, setelah menidurkan kedua keponakannya, ia tak hentinya menangis dengan terus memeluk foto Fiona.
Di luar kamar, air mata Rangga kembali berjatuhan mendengar apa yang dikatakan Flora, namun dengan cepat ia menyeka air matanya. Dengan tangan bergetar ia membuka pintu kamarnya.
Flora yang mendengar derit pintu terbuka, dengan cepat menghapus air matanya, kemudian beranjak mengembalikan foto Fiona ditempatnya semula.
"Pulanglah," kata Rangga tanpa melihat Flora yang berdiri di samping nakas.
Flora mengangguk, ia menoleh menatap kedua keponakannya yang telah terlelap diatas tempat tidur sebelum akhirnya keluar dari kamar. Flora berharap semoga Kiara dan adiknya malam ini tidak rewel.
Setelah pintu kamarnya tertutup, Rangga mendudukkan tubuhnya ditepi tempat tidur. Pandangannya berkabut menatap kedua anaknya yang tertidur diatas ranjang, dimana ia dan Fiona sering menghabiskan waktu bersama. Tadi pagi, Fiona masih berbaring diatas ranjang itu ketika mengeluhkan perutnya yang sakit. Tapi sekarang hanya tinggal aroma tubuh istrinya yang tersisa.
"Kenapa harus seperti ini Fio? Lihatlah anak-anak kita, mereka tidur dengan mata yang sembab. Kiara tak hentinya menangis memanggilmu, tapi untung ada Flora yang bisa menenangkannya. Dan si kecil, bahkan kau belum sempat memberikan ASI pertamamu padanya tapi kau..." Rangga tak sanggup meneruskan ucapannya. Tubuhnya bergetar seiring air matanya yang kembali luruh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Enisensi Klara
Mampir setelah lihat di Ig cari2 akhirnya dapat juga 🤗
2024-11-07
0
Nuryati Yati
mampir thor..
2024-06-21
0
Soraya
mampir dulu ya kak
2024-05-12
0