Pernikahan yang didasari sebuah syarat, keterpaksaan dan tanpa cinta, membuat Azzura Zahra menjadi pelampiasan kekejaman sang suami yang tak berperasaan. Bahkan dengan teganya sering membawa sang kekasih ke rumah mereka hanya untuk menyakiti perasaannya.
Bukan cuma sakit fisik tapi juga psikis hingga Azzura berada di titik yang membuatnya benar-benar lelah dan menyerah lalu memilih menjauh dari kehidupan Close. Di saat Azzura sudah menjauh dan tidak berada di sisi Close, barulah Close menyadari betapa berartinya dan pentingnya Azzura dalam kehidupannya.
Karena merasakan penyesalan yang begitu mendalam, akhirnya Close mencari keberadaan Azzura dan ingin menebus semua kesalahannya pada Azzura.
"Apa kamu pernah melihat retaknya sebuah kaca lalu pecah? Kaca itu memang masih bisa di satukan lagi. Tapi tetap saja sudah tidak sempurna bahkan masih terlihat goresan retaknya. Seperti itu lah diriku sekarang. Aku sudah memaafkan, tapi tetap saja goresan luka itu tetap membekas." Azzura.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arrafa Aris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. RSK
Mendengar jawaban menggantung dari Nanda, Yoga menghela nafas.
"Sudah ah, yuk kita makan dulu," cetus Azzura lalu mengeluarkan box makanan dari dalam paper bag.
Setelah itu, mereka mulai menyantap makanan itu diselingi obrolan kecil serta candaan. Yoga kemudian mengutarakan keinginannya untuk berlibur bersama ke puncak.
"Zu," panggil Yoga.
"Ya, ada apa?"
"Mau nggak jika akhir pekan ini kita berlibur ke puncak? Tadi, kami sudah membahasnya dengan ibu," tanya yoga sedikit ragu.
Sejenak Azzura menatap ibu lalu tersenyum. "Boleh, soalnya aku memang berencana mengajak ibu ke sana. Hanya saja kondisi ibu yang nggak memungkinkan."
"Kita pergi bersama kak Farhan dan Kak Aida juga. Itu demi memastikan kondisi kesehatan ibu tetap stabil jika terjadi sesuatu padanya," balas Yoga.
"Baiklah, akhir pekan ini kita liburan ke puncak. Bagaimana? Ibu senang nggak?" tanya Azzura pada sang ibu.
Bu Isma mengangguk pelan disertai senyum juga raut wajah berbinar bahagia.
"Yoga, kita perlu bicara setelah ini," usul Azzura.
Seakan mengerti dengan apa yang ingin disampaikan Azzura, Yoga mengangguk patuh.
.
.
.
Meninggalkan Yoga, Azzura, Nanda juga Bu Isma. Saat ini Close masih dalam perjalanan menuju ke kediaman Azzura.
Pikirannya kembali melayang memikirkan sang istri. Yang ada di benaknya kini adalah, berharap gadis itu sedang berada di rumah.
Setibanya di kediaman Azzura, Close memarkir mobilnya di halaman rumah. Ia pun turun dari kendaraannya lalu berjalan menghampiri pintu utama rumah.
"Kok sepi?" ucapnya nyaris tak terdengar lalu mengetuk pintu beberapa kali.
Alisnya kembali bertaut karena pintu tak kunjung dibuka. Ia kembali mengetuk namun tetap sama, tak ada balasan. Tak lama berselang, seseorang menegurnya.
"Maaf Nak, Azzura nggak ada di rumah itu."
Close langsung berbalik menatap orang yang menegurnya. "Apa saya boleh tahu dia ke mana?" tanya Close penasaran.
"Kurang tahu juga, Nak. Soalnya Azzura hanya seminggu sekali mendatangi rumah ini. Itupun hanya untuk bersih-bersih rumah," jelas ibu paruh baya itu.
"Apa orang tuanya nggak tinggal di sini bersamanya?" tanya Close lagi.
Ibu paruh baya itu mengulas senyum. "Mereka tinggal bersama, hanya saja ayahnya Azzura sudah lama meninggal dan ibunya sedang sakit bahkan masih di rawat di rumah sakit," jelas ibu paruh baya itu lagi.
Deg!
Seketika hati Close mencelos mendengar penjelasan dari tetangga Azzura. "Apa saya boleh tahu di mana ibunya di rawat?"
"Kurang tahu juga, Nak. Soalnya kami juga belum sempat bertanya pada Azzura," jelas ibu itu lagi.
Close hanya mengangguk lalu tertunduk lesu.
'Pantasan saja orang tuanya nggak terlihat di hari pernikahan kami. Jadi itu yang membuatnya terlihat gelisah selama acara resepsi berlangsung? Apa saat ia meminta izin waktu itu, dia ke rumah sakit menjenguk ibunya?'
Close hanya bisa bertanya-tanya serta menebak dalam batin. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Pria blasteran itu kembali ingin bertanya. Namun, ibu paruh baya tadi sudah masuk ke dalam rumahnya.
"Sakit apa ibunya?" gumam Close lalu memandangi pintu rumah. Sekelumit ingatannya kembali berputar enam bulan yang lalu saat mendatangi Azzura.
Ia bahkan tak segan mengancam bahkan menyakiti gadis berhijab itu meski belum berstatus istri. Dengan perasaan kecewa, Close kembali ke mobil kemudian meninggalkan tempat itu.
.
.
.
Kembali ke Azzura dan Yoga. Kini keduanya sedang duduk bersisian. Setelah selesai makan siang bersama serta beristirahat sejenak, gadis itu meminta Nanda membawa sang ibu kembali ke kamar rawat.
"Zu, apa kamu ingin mengatakan sesuatu?" tanya Yoga sambil menatapnya.
"Iya, Yoga, jika kita akan ke puncak akhir pekan ini, aku harus izin dulu pada Close juga mertuaku," kata Zu.
"Baiklah karena itu hakmu," balas Yoga dengan seulas senyum.
"Terima kasih ya, Yoga. Selama ini kamu selalu menyempatkan waktu untuk datang menjenguk ibu. Maaf, karena sudah banyak menyita waktumu," sesal Azzura.
"Nggak apa-apa," timlal Yoga. Sedetik kemudian terbersit di pikirannya untuk bertanya tentang pernikahannya dan Close.
"Zu."
"Hmm." Pandangan Azzura mengarah ke depan tanpa menoleh.
"Apa boleh aku bertanya sesuatu? Maaf jika aku lancang karena ini sedikit privasi," tutur Yoga. Namun, tampak ragu.
Azzura mengernyit kemudian menghela nafas tampak berpikir. Ia lalu berkata, "Apa yang ingin kamu tanyakan?"
"Tentang pernikahanmu dan Pak Close. Tapi, aku nggak akan memaksa jika kamu nggak ingin menjawabnya," imbuh Yoga.
Azzura tersenyum miris mendengar pertanyaan Yoga. Antara ingin menjawab juga tidak. Tapi, selama enam bulan terakhir hanya Yoga dan Nanda lah tempat ia berkeluh kesah.
"Yoga, pernikahanku dan Close nggak seperti yang kalian pikirkan. Kami menikah karena sama-sama terpaksa. Sebagai asistennya kamu sudah tahu persis jika Close sudah memiliki kekasih," jelas Azzura lalu menundukkan pandangan wajah.
"Lalu?"
"Close menerimaku karena paksaan Momy. Sedangkan aku menerimanya karena membutuhkan uang. Ibaratnya sama-sama menguntungkan. Aku setuju menikah dengannya karena sanggup memenuhi syarat dari Momy yang mau membiayai perawatan ibu di rumah sakit ini," sambung Azzura.
"Zu, apa karena itu yang membuat kamu tertekan?" lanjut Yoga bertanya.
"Nggak, justru Momy dan Daddy sangat baik padaku," aku Azzura.
"Jadi, sejak kalian menikah, Pak Close belum pernah sekalipun bertemu dengan ibu?"
Mengangguk dipilih Azzura sebagai jawaban. Ia menghela nafas kemudian kembali mengarahkan pandangan ke depan.
'Ternyata dugaanku benar.' "Apa dia pernah berbuat kasar padamu?" selidik Yoga merasa curiga.
Apalagi beberapa kali ia tak sengaja mendapati Azzura meringis sambil memegang kepala juga lengannya.
Azzura bergeming seraya membatin, 'Aku nggak mungkin menceritakan masalah KDRT itu pada Yoga. Cukup hanya aku, Nanda juga bunda Fahira saja yang tahu.'
Drttt ... drtttt ... drttt ...
Saat masih menanti jawaban dari Azzura, ponsel Yoga bergetar. Ia segera merogoh saku celana lalu menatap layar benda pipih itu.
"Bunda," gumamnya. Ia melirik Azzura lalu sedikit menjauh.
"Ya, Bun?"
"Yoga, kamu lagi di mana, Nak?" tanya bunda.
"Aku lagi di rumah sakit."
"Apa kamu bisa ke rumah sakit bunda sekarang? Ada hal penting yang ingin bunda bahas denganmu," pinta bunda.
"Iya, Bun, bisa. Aku akan ke sana sekarang."
"Bunda tunggu ya," pesan bunda lalu memutuskan panggilan.
Begitu panggilan berakhir, Yoga kembali menghampiri Azzura.
"Zu, apa nggak apa-apa aku tinggal? Aku ada urusan sebentar. This is urgent," kata Yoga lalu terkekeh.
...🪴 **************** 🪴...
Jangan lupa masukkan sebagai favorit ya 🙏 Bantu like dan vote setidaknya readers terkasih telah membantu ikut mempromosikan karya author. Terima kasih ... 🙏☺️😘