Di sebuah desa kecil bernama Pasir, Fatur, seorang pemuda kutu buku, harus menghadapi kehidupan yang sulit. Sering di bully, di tinggal oleh kedua orang tuanya yang bercerai, harus berpisah dengan adik-adiknya selama bertahun-tahun. Kehidupan di desa Pasir, tidak pernah sederhana. Ada rahasia kelam, yang tersembunyi dibalik ketenangan yang muncul dipermukaan. Fatur terjebak dalam lorong kehidupan yang penuh teka-teki, intrik, kematian, dan penderitaan bathin.
Hasan, ayah Fatur, adalah dalang dari masalah yang terjadi di desa Pasir. Selain beliau seorang pemarah, bikin onar, ternyata dia juga menyimpan rahasia besar yang tidak diketahui oleh keluarganya. Fatur sebagai anak, memendam kebencian terhadap sang ayah, karena berselingkuh dengan pacarnya sendiri bernama Eva. Hubungan Hasan dan Fatur tidak pernah baik-baik saja, saat Fatur memutuskan untuk tidak mau lagi menjadi anak Hasan Bahri. Baginya, Hasan adalah sosok ayah yang gagal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wanita Iblis
Hasan duduk di ruang tamu, dia sedang memikirkan siapa yang menerornya selama ini. Dia mengingat kejadia demi kejadian.
"Bukankah yang ada di rumah kosong dan juga di jalan orang yang berbeda?" pikirnya.
"Pria yang ada dirumah kosong itu tinggi dan berotot, dan yang dijalan itu terlihat kecil dan ukuran badannya gak setinggi badan pria pertama. Yang di rumah itu, seperti aku mengenalnya. Tapi yang dijalan itu siapa ya?" pikirnya memijitkan keningnya.
"Seperti..." Hasan menghela napas pendek. Siang harinya memutuskan menemui Joni. Dia menarik kerah baju Joni saat nongkrong di warung kopi. Dia sedang meneguk tuak.
"Aku mencarimu tiga hari ini... Dimana kau selama ini?" bentak Hasan.
"Maaf bang, kami pergi ke Panipahan." jawabnya. Hasan melepaskan menarik kerah baju Joni.
"Mana uangku? Udah tiga hari aku tidak setor uang?" ucap Hasan dingin.
"Uangnya udah habis bang."
"Kenapa bisa habis hah?" tanya Hasan kesal.
"Maaf bang... Aku janji akan kasi sore ini..." jawab Joni.
Hasan mendengus kesal, "Aku mau kau tolong aku!" ujar Hasan kemudian.
"Mau tolong apa bang?" tanya Joni.
"Aku mau kau cari tahu tentang seseorang yang suka meneror kami..." kata Hasan.
"Baik bang. Kami akan cari tahu..." jawabnya.
Hasan pergi dari warung itu. Joni dan kawannya menatap kepergian Hasan dengan tatapan dingin.
"Kapan kita balas dia bang... Greget lihatnya..." ujar kawan Joni.
"Iya nih, masa kita yang ditakuti orang-orang dikampung malah tunduk sama benalu seperti dia..." sambung temannya yang lain.
Joni hanya menganguk menyetujui ide kawan-kawannya. Uang yang dia ambil dari para warga, mereka bawa ke Panipahan. Uang itu mereka judikan, dan buat beli tuak.
Hasan juga tidak tinggal diam, dia juga mencari tahu tentang orang yang menerornya. Saat kembali di rumahnya, dia menemukan secarik kertas dibawah pintu.
"Jangan lupakan aku Hasan... Plis, aku merindukanmu... Oh ya, aku juga mau kasi tahu, aku tidak pernah melupakan kejadian dimalam itu. Dimana kau merusakku..." Hasan mengerutkan keningnya.
Siapa yang berani bermain-main dengannya. Pikirnya. Hasan membuang sembarangan kertas itu, lalu masuk kedalam rumah. Hasan mencoba mengingat dimalam yang mana dia telah merusak seseorang.
"Apakah dia ini Zainab? Jadi selama ini Zainab yang meneror saya dan Eva?" ucap Hasan Geram.
Hasan memutuskan untuk mencari tahu tentang Zainab. Dia mulai bertanya-tanya pada orang warga Pasir dan mendapatkan informasi bahwa Zainab pindah ke Panipahan.
Esok paginya Hasan memutuskan untuk pergi ke Panipahan pakai motor. Disana Hasan mencari alamat yang diberikan oleh warga Pasir. Namun saat dia menemukan rumah itu, ternyata rumah itu sudah dijual dan informasi yang dia dapat adalah, Zainab telah pindah ke Bagan Siapi-Api.
Hasan mengeram kesal. Dua kali dia gagal menemu Zainab. Hasan memutuskan untuk mampir dikedai kopi dipinggir jalan. Wajahnya kusut. Motornya terparkir tidak jauh darinya. Sesekali dia meneguk kopi hitam sambil memikirkan langkah selanjutnya. Seorang pria tua seumuran dengannya menyapanya dengan ramah.
Mereka berdua akhirnya mengobrol dan cerita kian melebar, sehingga akhirnya Hasan menceritakan tujuan dia datang ke Panipahan. Ternyata pria itu tetangganya Zainab semasa di Panipahan.
"Saya dengar dia mau nikah dengan pria asal sini dan resepsinya di Bagan Api-Api." ujar sang pria. Hasan menghela napas berat. Ternyata dia udah menikah.
Hasan membayar kopinya lalu bergegas pergi, tekadnya semakin bulat. Kali ini dia tidak akan gagal lagi. Sore itu juga pulang kerumahnya di Pasir. Sepanjang perjalanan Hasan terus kepikiran dengan Zainab.
"Apakah Zainab ada hubungannya dengan teror selama ini?" pikirnya.
Hasan mengepalkan tangan di stang motor. "Aku harus menemukan jawabannya. Siapa pun yang bermain di balik semua ini, aku akan menghentikannya."
Hasan memutuskan untuk mencari tahu tentang Zainab. Dia mulai bertanya-tanya pada orang warga Pasir dan mendapatkan informasi bahwa Zainab pindah ke Panipahan. Esok paginya Hasan memutuskan untuk pergi ke Panipahan pakai motor.
Disana Hasan mencari alamat yang diberikan oleh warga Pasir. Namun saat dia menemukan rumah itu, ternyata rumah itu sudah dijual dan informasi yang dia dapat adalah, Zainab telah pindah ke Bagan Siapi-Api. Hasan mengeram kesal. Dua kali dia gagal menemu Zainab.
Hasan memutuskan untuk mampir dikedai kopi dipinggir jalan. Wajahnya kusut. Motornya terparkir tidak jauh darinya. Sesekali dia meneguk kopi hitam sambil memikirkan langkah selanjutnya. Seorang pria tua seumuran dengannya menyapanya dengan ramah.
Mereka berdua akhirnya mengobrol dan cerita kian melebar, sehingga akhirnya Hasan menceritakan tujuan dia datang ke Panipahan. Ternyata pria itu tetangganya Zainab semasa di Panipahan.
"Saya dengar dia mau nikah dengan pria asal sini dan resepsinya di Bagan Api-Api." ujar sang pria. Hasan menghela napas berat. Ternyata dia udah menikah.
Hasan membayar kopinya lalu bergegas pergi, tekadnya semakin bulat. Kali ini dia tidak akan gagal lagi. Sore itu juga pulang kerumahnya di Pasir. Sepanjang perjalanan Hasan terus kepikiran dengan Zainab.
"Apakah Zainab ada hubungannya dengan teror selama ini?" pikirnya.
Hasan mengepalkan tangan di stang motor. "Aku harus 1menemukan jawabannya. Siapa pun yang bermain di balik semua ini, aku akan menghentikannya."
Saat menuju rumah. Eva lagi-lagi mendengar suara aneh, seperti langkah kaki, ketukan dijendela, dan suara samar-samar yg begitu dekat. Tangannya gemetar, tubuhnya berkeringat dingin.
“Siapa di sana?!” seru Eva, suaranya hampir pecah.
Ketukan berhenti. Hening, membuat bulu kuduk Eva merinding. Eva memberanikan diri mengintip ke arah jendela. Dia melihat bayangan seseorang bermasker hitam. Pria itu diam, menatapnya dari luar jendela. Eva berteriak, saat pria itu menunjukkan kain berwarna merah. Dia berlindung dibalik selimut, tangisnya pecah.
Hasan pulang beberapa jam kemudian dan menemukan Eva masih terguncang. Wajahnya pucat dan matanya penuh ketakutan.
"Dia datang lagi, bang... Dia menatapku dari jendela..." ujar Eva disela tangisnya. Hasan melihat ke arah jendela dengan perasaan kesal. Namun tidak ada orang disana.
“Kau tidak akan bisa mengusikku, siapa pun kau” bisik Hasan pelan, sambil memeluk Eva yang masih gemetar.
Paginya Hasan kembali memutuskan pergi ke Bagan Api-Api. Dia harus mencari Zainab. Dia ingin tahu apakah Zainab ada dibalik teror selama ini terjadi padanya. Sedangkan Eva di titipkan pada Joni dan kawan-kawan.
Hasan tiba di Bagan Siapi-sipa saat senja. Langit mulai gelap. Motor tua Hasan berhenti di tepi jalan, dekat sebuah pasar kecil yang mulai sepi. Hasan melangkah melewati jalan demi jalan. Dia berhenti melihat sebuah rumah kayu berwarna hijau. Dia mengetuk pintu rumah. Berkali-kali hingga sang pemilik rumah keluar.
“Assalamu'alaikum…” suaranya terdengar ragu namun tegas. Badan Zainab nampak lebih berisi dari pada saat bersama Hasan. Dia juga lebih cantik. Zainab hanya diam menatap Hasan dingin. Melihat Zainab emosi Hasan langsung naik. Dia menatap Zainab dingin.
Hasan menarik tangan Zainab dengan kasar keluar dari rumah.
"Apa kau yang melakukan teror selama ini padaku dan Eva?" tanya Hasan dingin penuh intimidasi. Zainab hanya diam dan tersenyum dingin.
"Ku pikir kamu bahagia sama pelakor itu. Ternyata dihantui oleh dosa-dosa ya?" tanya Zainab dingin. Dia tersenyum tipis.
"Jawab!" bentak Hasan.
"Kenapa aku mesti menjawabmu Hasan? Apa yang sedang kau pikirkan, sehingga kau datang kerumahku dan menuduhku?"
"Aku tahu kau tahu semuanya. Apa yang kau sembunyikan? Siapa orang yang kau bayar untuk meneror kami? Apa kau tak bahagia dengan kehidupanmu sekarang? Sehingga mengusik kami?" tanya Hasan dengan kesal.
"Apa kamu penting bagiku? Menerormu buang-buang uang dan tenaga. Aku tahu Allah akan membalasmu..." jawab Zainab berkelas.
"Dasar wanita iblis..." ujar Hasan hendak menampar Zainab. Untung saja Heru datang lebih cepat dan menghajar Hasan. Saat Heru hendak menyerang lagi, Zainab memberhentikannya.
"Tidak usah melawan orang gila bang. Nanti kita ikutan gila kek dia..." cegah Zainab dan membawa Heru masuk kedalam rumah. Hasan hanya menatap rumah Zainab dengan kesal dan marah.