"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Sejak kejadian itu Susi sudah sangat jarang dipanggil oleh Roy. Baginya tidak apa-apa jika Susi yang tidak ada yang penting Asya dan Indah tetap ada. Lagipula penonton memang lebih suka dengan penyanyi cantik dan muda seperti kedua gadis itu.
Hal itu juga membuat Rudi tidak bisa mendatangi Asya lagi sebab dia tak lagi punya alasan. Pernah beberapa kali dia datang namun Roy menghalanginya untuk mendekat. Kini Roy semakin percaya jika sebenarnya Rudi yang sudah menggoda para penyanyinya selama ini bukan sebaliknya.
Dia juga yang bodoh karena percaya begitu saja dengan Susi tanpa mencari tahu. Untung saja Indah memberitahu semuanya dan akhirnya Roy pun tahu kebenarannya.
"Gimana, Bang? Dia udah pergi?" tanya Indah. Gadis itu memang sudah membiasakan diri memanggil Roy dengan sebutan 'abang'.
"Pokoknya kalian tenang aja. Selama ada saya dia tidak akan berani mendekat," jawab Roy.
Asya dan Indah menghela napas pelan. "Alhamdulillah, makasih ya, Bang," kata Asya. Seperti Indah, dia pun kini memanggil Roy dengan sebutan 'abang'.
"Ya udah kalian cepet naik gih. Itu penggemar kalian di depan udah pada nungguin," ujar Roy membuat kedua wanita yang kompak mengenakan baju berwarna lime tersebut melihat ke arah depan. Dan benar saja di sana sudah banyak sekali yang menunggu mereka untuk segera bernyanyi.
"Siaaap, Bang!" jawab Indah dan Asya kompak sekali. Sekompak saat mereka bernyanyi bersama.
Perlakuan Roy pada Asya dan Indah membuat teman-temannya tidak terlalu menyukai dua gadis itu. Mereka terlalu dispesialkan hingga rasa iri pun tak bisa dihindari.
Asya dan Indah sendiri sudah meminta agar Roy tidak bersikap demikian. Roy mengiyakan namun sikapnya sama sekali tidak berubah.
"Aku takut banget sama tatapan mereka," kata Asya pada Indah. Gadis itu lalu menoleh ke arah kanan di mana teman sesama penyanyinya berkumpul. Tatapan mereka bisa mengatakan semuanya.
"Udah gak usah diliatin," kata Indah acuh tak acuh. Bagi wanita dengan rambut sebahu itu, tatapan seperti itu sudah biasa. Namun dia tetap memahami rasa takut Asya karena dulu saat pertama kali ikut juga dia diperlakukan demikian. Untung saja ada Susi yang membelanya. Mengingat hal itu membuat Indah jadi merasa bersalah pada Susi. Wanita itu sebenarnya sangat baik tapi sejak kenal dengan Rudi entah kenapa dia jadi berubah.
"Nanti lama-lama mereka bakalan capek sendiri," kata Indah yang dijawab anggukan kepala oleh Asya. Ternyata sulit sekali menjalin hubungan yang baik di dunia kerja seperti ini. Asya hanya berharap agar masalah seperti Susi kemarin tidak terulang lagi. Sungguh masalah itu membuatnya sedikit merasa tidak enak dan nyaman. Meski dia berhasil membuktikan jika dirinya tidak salah, tetap saja beberapa orang masih beranggapan jelek tentang dirinya.
"Iya bener," kata Asya menghela napas panjang.
"Lagian saat ini aku butuh uang banget jadi aku gak ada waktu buat ladenin perasaan benci mereka," kata Indah mengeluarkan sifat egoisnya.
Situasi mereka berdua itu mirip meski beda kasus. Keduanya sama-sama mencari uang untuk keluarga. Bedanya Asya bekerja untuk ayah, ibu dan adiknya sementara Indah untuk keponakannya yang saat ini tengah diasuhnya sendirian setelah orangtuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan.
Indah sendiri dari keluarga broken home. Ayah dan ibunya sudah lama bercerai dan saat ini mereka sudah punya keluarga masing-masing. Meski hanya hidup bersama sang kakak dalam kesederhanaan, Indah sudah sangat bahagia. Naasnya kebahagiaan itu hanya sesaat saja. Saat kakak dan suaminya pergi keluar kota tiba-tiba saja mobil sewa yang mereka tumpangi mengalami rem blong yang membuat mereka kecelakaan hebat dan meninggal di tempat kejadian.
Rasanya dunia Indah seketika runtuh. Dia tak lagi memiliki sosok tempatnya mengadu. Orangtuanya juga sudah tidak peduli. Satu-satunya yang menjadi penyemangat Indah adalah Rico, keponakannya yang berusia lima tahun. Indah bertahan sampai sejauh ini karena anak itu. Dia bertekad akan merawat Rico sampai dewasa nanti. Itulah sebabnya Indah bekerja mati-matian agar Rico bisa punya masa depan yang lebih cerah darinya.
Asya menggenggam tangan Indah mencoba menyalurkan semangat pada sahabat seperjuangannya itu saat kenangan pahit dengan tidak sopannya masuk ke dalam ingatan. Mereka saling melempar senyuman sebelum Asya naik ke atas panggung untuk bernyanyi.
Malam cukup berbeda dari malam-malam sebelumnya. Penonton semakin banyak dan saweran yang didapat oleh Asya dan teman-temannya juga lumayan. Namun entah kenapa Asya merasa tidak begitu senang. Ada sisi hatinya yang berdenyut sakit entah karena apa. Namun dia tetap berusaha bernyanyi seperti biasa. Menebar senyuman manis ke arah penonton seakan dirinya tak punya beban.
Hingga jam menunjukan pukul sepuluh malam barulah Asya tahu kenapa perasaannya tidak enak.
"Bapak kamu kecelakaan, Sya. Dan sekarang lagi dirawat di rumah sakit," kata seorang pria.
Asya hampir pingsan di sana. Untung saja ada Indah yang memeluk gadis itu. Dengan terpaksa Asya pulang lebih awal malam itu tapi Roy tetap membayar full honornya. Asya diantar oleh Zhaki, anak Bang Roy yang seumuran dengan Asya. Sebenarnya Indah ingin sekali ikut namun dia tidak bisa. Gadis itu tahu betul bagaimana rasanya. Dia hanya bisa berharap bapak Asya baik-baik saja. Setelah pulang dari sana baru dia akan menjenguk ayah dari sahabatnya itu.
Sampai di rumah sakit, Asya yang masih sempoyongan buru-buru menemui sang Ibu dan adiknya yang saat ini tengah duduk di kursi lorong rumah sakit.
"Ibu!" panggil Asya.
Yani yang melihat putrinya langsung memeluknya sambil meluangkan tangis yang sudah sejak tadi pecah. Luna juga ikut menangis sambil memeluk Asya di sana.
"Gimana keadaan Bapak?" tanya Asya setelah mereka duduk bersama.
"Kakinya patah terus banyak luka juga," jawab Yani.
"Astagfirullah." Tubuh Asya sudah semakin lemas saja mendengar kabar tersebut. Namun setidaknya dia masih bersyukur karena ayahnya masih selamat. Setelah menunggu beberapa saat, dokter yang merawat Hamid pun keluar dan mengizinkan keluarga untuk menemui pasien.
Ketiga wanita itu diikuti Zhaki yang juga masih bertahan di sana masuk ke dalam ruangan. Betapa hancur hati Asya melihat keadaan ayahnya yang hanya bisa berbaring lemah di atas tempat tidur. Semakin sedih saat melihat sang ayah malah tersenyum di sana.
"Bapak gak apa-apa kok. Udah resiko kalo naik motor," kata pria itu tak ingin membuat istri dan anaknya khawatir. Padahal sebenarnya tubuh terutama kakinya sangat sakit. Ketiga wanita itu ikut tersenyum, lega juga melihat Hamid masih bisa bercanda.
Meski rasa khawatir dan takut itu tetap ada. Memangnya siapa yang tidak akan merasakan sakit ketika orangtuanya kecelakaan? Rasanya setiap anak akan merasakan hal yang sama.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,