SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penerimaan Yang Baik
Gaby dan Zeline pulang seolah-olah tidak terjadi apa-apa pada mereka, mereka berdua sepakat untuk merahasiakan semua ini dari orang tua mereka masing-masing.
Gaby menutupi lukanya dengan make up yang selalu dia bawa di dalam tas, Zeline juga mengatur kondisi wajahnya agar tidak terlihat seperti orang panik dan gelisah.
Hari-hari berlalu, selama ini Aditya dan teman-temannya tidak mengganggu ataupun meneror Zeline maupun Gaby, sampai saat dimana Gaby tak sengaja bertemu dengan Aditya, Damar, Fajar dan Geo di sebuah cafe.
Mereka melihat Gaby bersama dengan teman-teman kampusnya, walaupun mengetahui keberadaan mereka, namun Gaby sama sekali tidak mempedulikan mereka, seakan Gaby tak pernah mengenali Aditya.
“Gila, dia kayak nggak pernah kenal kita aja ya.” Ujar Geo.
“Biarin aja, lagian video itu udah nggak ada sama gue, ngapain juga nyimpen video begitu dan urusan kita sama dia udah selesai.” sahut Aditya.
“Tapi ya, kok si Gaby kayak selow aja, nggak ada rasa takut atau apa gitu pas liat kita ya?” Damar mengemukakan pendapatnya.
“Udahlah, ngapain juga mikirin dia.”
Setelah satu jam di cafe, Gaby dan teman-temannya berpisah, Gaby tetap di cafe itu untuk mengerjakan beberapa tugas kuliahnya sendiri.
“Mau kemana lo Dam?” tanya Aditya pada Damar.
“Nyamperin dia.” Damar mendekati Gaby, gadis yang beberapa hari lalu dia renggut kesuciannya.
“Sibuk banget.” sapa Damar, Gaby hanya melirik sebentar lalu kembali fokus pada tugasnya.
“Lo masih ingat sama gue kan?” Gaby masih tidak menjawab, dia memilih untuk diam karena laki-laki seperti Damar sangat tidak layak untuk dia ladeni.
“Oke, asal lo tau ya, video kita itu masih ada, jika lo cuekin gue begini, gue bakalan—”
“Sebarin? Ya udah sebarin aja, gue mah bodo amat.” potong Gaby dengan nada santai, jari-jarinya masih sibuk menekan tombol keyboard laptopnya.
“Lo nantangin gue?” Gaby memberikan ponselnya pada Damar.
“Buat apaan gue ponsel lo?”
“Sandinya 433587, lo sebarin lewat apa? Instagram, tiktok, twitter, facebook atau sosial media lainnya? Dalam ponsel itu lengkap kok sosmed gue, lo tinggal pilih aja.” Gaby masih dengan nada santai mengatakan hal itu pada Damar yang membuat Damar termangu.
“Jangan bikin gue emosi sama lo ya Gaby.”
“Kalo lo emosi memangnya kenapa? Lo mau perkosa gue lagi? Atau lo mau mukul gue? Ya silahkan, lo kan emang pecundang.” Damar memukul meja hingga gelas minuman Gaby mengenai laptopnya, Gaby masih dengan santai membersihkan air yang tumpah di laptop itu lalu membersihkan meja.
Gaby menyimpan semua peralatannya tanpa menggubris Damar yang ada di hadapannya sekarang.
“Oh iya, itu makanan gue belum gue bayar, lo kan orang kaya, sekalian bayarin makan gue ya, gue mau pulang.” Damar melongo mendengar perkataan Gaby, gadis itu bahkan tidak takut sama sekali padanya.
Gaby beranjak keluar dari cafe itu, dia menuju ke tempat mobilnya di parkir. Damar dengan kasar menarik lengan Gaby, namun wajah Gaby masih tetap terlihat santai, atau lebih tepatnya malas meladeni Damar.
“Mau ngapain lagi lo? Mau bawa gue?”
“Iya, ikut gue.” Gaby melepaskan tangannya dari genggaman Damar.
“Mau ngapain? Mau nidurin gue lagi? Miskin banget lo, emang lo nggak punya duit buat nyewa wanita? Sampai lo harus bawa gue?”
“Berhenti merendahkan gue.”
“Lo emang udah rendah, ngapain orang rendah kayak lo mesti di rendahin lagi.”
“Mau lo apa sih?” Gaby tertawa.
“Loh harusnya gue yang nanya sama lo, mau lo apa? Emang kita masih ada urusan? Gue rasa dengan lo udah ambil kesucian gue dan udah bikin video tentang gue, semua selesai. Ternyata masih belum ya?” Damar terdiam, dia juga bingung harus menjawab apa.
“Dengar Damar, lo tampan, lo kaya, lo bisa dapetin apa yang lo mau, tapi sayangnya lo nggak punya hati. Kalau kalian itu laki-laki, harusnya kalian nggak begini sama perempuan.”
“Jangan ceramah, gue nggak butuh ceramah lo.”
“Siapa juga yang ceramahin lo, gue cuma mau bilang, kalau lo dan semua teman lo itu sakit jiwa, kalian banci, pengecut. Untuk menghadapi seorang anak SMA saja kalian harus keroyokan, cewek pula. Malu sama gender bos.” Perkataan Gaby begitu menusuk sehingga Damar memang terdiam seribu bahasa.
“Ya udah, lo mau bawa gue kemana? Ke hotel? Wisma? Atau rumah kemarin? Ayo! Kali ini siapa yang bakalan perkosa gue? Bilang aja, nggak perlu lo nyulik atau maksa gue, gue bakalan ikut dengan suka rela kok.” Damar menatap Gaby, dia yang awalnya hanya ingin menakuti Gaby ternyata malah mendapat serangan batin dari Gaby.
Perkataan Gaby seakan membuat dia menyadari sesuatu, entah kenapa, air mata Damar malah turun begitu saja yang membuat Gaby mengerutkan dahinya. Damar dengan cepat menghapus air matanya.
“Maaf Damar, gue nggak bermaksud menyakiti hati lo, hm gimana kalo gue traktir lo makan bakso? Gue ada tempat langganan bakso di pinggir jalan sih, tapi rasanya enak banget. Lo mesti nyoba, gue jamin kalau itu bakso paling enak yang pernah ada, lo nggak bakalan nyesel.” Gaby kembali ceria mengajak Damar, pria itu langsung memeluk Gaby dengan erat.
“Maafin gue By, gue memang pecundang, gue pengecut, tolong maafin gue.” suara Damar bergetar saat minta maaf pada Gaby, dia benar-benar menyesali perbuatannya pada gadis itu.
“Gue udah maafin lo kok, santai aja.”
“Gue bakalan bertanggung jawab sama perbuatan gue, gue akan nikahin lo Gaby.”
“Gue nggak cinta sama lo Damar, gue nggak hamil juga, ngapain lo mau nikahin gue? Mendingan lo itu temani gue makan bakso sekarang, dari pada kita berdua drama di parkiran ini, kan nggak lucu. Ayo!” Gaby menarik tangan Damar, mereka memasuki mobil dan menuju ke tempat bakso yang Gaby maksud.
Seakan tak terjadi apapun, Gaby dan Damar saling bercerita banyak hal dan saling melempar candaan. Gaby sangat pandai membawakan suasana, padahal pria dihadapannya ini adalah pria yang telah merenggut kesuciannya.
“By, jujur sama gue, lo pasti sangat terpukul dengan kejadian waktu itu kan?” Gaby tersenyum.
“Siapa sih yang nggak terpukul Damar, gue diperkosa, disiksa, dipukul, divideoin lagi. Gue terhina, gue sedih dan memang merutuki semuanya sampai mama Sonia bilang kalau tak selamanya kejahatan itu dibalas dengan kejahatan pula, berdamai dengan keadaan lebih baik untuk kita dan menerima apa yang tuhan takdirkan, itu akan membuat hati kita tenang.” Ujar Gaby pada Damar.
Memang satu hari setelah kejadian itu, Gaby dan Zeline cerita pada Sonia mengenai penculikan yang mereka alami namun mereka tidak cerita kalau Gaby diperkosa.
Sonia menasehati Zeline dan Gaby untuk tidak menyimpan dendam dan menaruh sakit hati, mungkin jika Sonia tahu apa yang telah Gaby alami, dia akan mengamuk tapi Gaby maupun Zeline tidak memberitahu pada Sonia maupun Laura atas apa yang menimpa dirinya.
“Kalo semisal lo sama teman-teman lo tetap mengancam gue dengan video itu ya gue bakalan terima, paling gue bakalan dibenci dan dijauhi sama teman-teman gue, keluarga gue pasti akan tetap suport dan sayang sama gue, jadi apa yang mesti gue pusingin? Hidup bakalan berjalan kok, setahun, dua tahun atau bilangan tahun berapapun, berita itu juga bakalan redup.”
“Lo bijak banget Gaby, tolong maafin gue, lo bisa lakuin apa aja sama gue untuk menebus kesalahan gue Gaby.”
“Oh ya? Apa gue harus perkosa lo balik?” Gaby tertawa sambil memegangi gelas minumannya.
“Lo laporin gue ke polisi juga gue bakalan terima.”
“Udahlah Damar, lupain semuanya, gue berusaha untuk melupakan, jangan diingat lagi, mending lo habisin itu bakso sebelum gue yang nolongin lo buat ngabisin yang ada di mangkok itu.” Damar tersenyum, mereka kembali menyantap bakso mereka.
...***...