mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangisan Marsha
“Iya, jadi paman gue kan kerja jadi bodyguard di keluarga Smith. Kebetulan mereka lagi butuh baby sitter buat ngurus anak kembar, gimana?”
“Baby sitter yah? Gak ada yang lain gitu? Semisal sekretaris atau asisten gitu? Baby sitter kan gajinya kecil.” Ayla benar-benar membuat temannya sedikit kesal.
“Jangan ngeremehin dulu! Lu tau gak gaji baby sitter di sana berapa?”
“Berapa?” Lirih Ayla, dia sudah merasa kehilangan harapan.
“Sepuluh juta perbulan, uang makan sudah di tanggung majikan. Gimana? Hebat kan?”
“APA?! SEPULUH JUTAAA?!!!!”
Ayla rasanya benar-benar akan pingsan, dia pikir gaji baby sitter itu kisaran 2-4 juta.
“Iya, coba tawarin kakak lo. Mau apa enggak, kalau enggak. Gue lempar ke tetangga gue tawarannya,”
“Eh jangan! Iya! Iya! Gue omongin ke kakak gue dulu.
Buru-buru Ayla menghampiri Zeva yang berada di kamarnya, wanita itu sedang menemani Marsha belajar.
"Hasilnya lima."
"Kok lima?" Seru Marsha tak terima.
"Kan Marsha punya permen sepuluh, di ambil ayah lima. Jadinya sisa lima,"
"Kan Malcha nda ada ayah bunda, jadina pelmen Malcha nda ada yang di kacihkan. Benel kan?"
Zeva terdiam, mulutnya terkunci rapat. Sampai sekarang, dirinya belum memberitahukan soal Aaron pada putrinya. Siapa ayahnya dan bagaimana ayahnya itu.
Ayla yang akan masuk ke dalam kamar Zeva pun sontak menghentikan langkahnya, hatinya merasa tersentil mendengar perkataan Marsha.
"Ehm kakak." Panggil Ayla menyadarkan lamunan Zeva.
"Ya-ya, kamu ingin mengatakan sesuatu?" Tanya Zeva sambil bangkit dari ranjang.
Ayla menghampiri Zeva, dia memegang erat ponselnya. Sedikit ragu mengatakan hal ini pada Zeva.
"Kak, temanku menawarkan kerjaan,"
"Oh ya? kerjaan apa? sini-sini duduk." Zeva menggiring Ayla ke ranjang, hinga keduanya duduk di tepi ranjang barulah Ayla bercerita.
"Paman temanku ini kerja di jakarta, dia kerja sebagai bodyguard di kediaman keluarga Smith. Nah kebetulan keluarga itu sedang membutuhkan baby sitter, a-apakah kakak mau mengambilnya?" Tanya Ayla sedikit ragu.
"Baby sitter di Jakarta? itu artinya, kakak harus tinggal di sana dan meninggalkan Marsha? kakak gak bisa Ay, kalau ada yang pulang pergi saja." Tolak Zeva.
"Tapi kak, gajinya sepuluh juta perbulan. Uang makan sudah di tanggung majikan, dan pastinya kakak akan mendapat kamar di sana." Bujuk Ayla.
Zeva terdiam, hatinya menolak namun pikirannya membuat keinginannya goyah. Gaji sebelumnya hanya 4 juta, dan kini dia di tawarkan gaji sepuluh juta. Termasuk gaji yang tinggi untuk ukuran baby sitter menurut Zeva.
Dia beralih menatap putrinya yang masih sibuk melihat buku-bukunya, yang merupakan kegemaran baru putrinya sekarang.
"Marsha butuh susu dan makan, aku tidak memiliki tabungan sama sekali. Kalau aku tidak terima kerjaan itu, makan apa nantinya kita? Marsha juga tidak bisa lepas dari susunya, sehari saja dia tidak minum susu. Besoknya pasti demam, bagaimana ini." Batin Zeva tengah berperang, di lain sisi dirinya tak sanggup meninggalkan putrinya.
"Ini kesempatan emas kak, atau aku saja yang bekerja? lagi pula sebentar lagi aku lulus," ujar Ayla.
Zeva mengusap kasar wajahnya, dia memegang tangan Ayla sembari memejamkan matanya sejenak.
"Jangan. Kakak sudah banyak merepotkanmu dan ibuk, Kakak akan terima kerjaan itu, tapi yang kakak pikirkan. Bagaimana dengan Marsha? Apa dia bisa kakak tinggal?"
Ayla balik menggenggam tangan Zeva, "Kakak gak perlu khawatir, ada ibuk sama aku yang akan menjaga Marsha. Kakak bisa menelpon Marsha jika kakak rindu dia, hanya sementara. Sampai kakak mendapat kerjaan yang pas disini."
Zeva mengangguk, hanya sementara. DIa akan meninggalkan putrinya dalam waktu sebentar saja.
***
Hari ini Zeva akan pergi ke Jakarta, saat melepas kepergiannya. Marsha menangis histeris, dia enggan di tinggal oleh Zeva.
"Bunda janan pelgi, Malcha cendili di cini hiks ...,"
Zeva berjongkok di hadapan putrinya, dia mengecup tangan putrinya dan menatap putrinya dengan tatapan teduh.
"Bunda kerja sebentar yah nak, Marsha baik-baik sama nenek dan kakak. Bunda lasti kembali."
"Nanti bunda pelgi kayak ayah, ayah kan pelgi ninggalin Malcha cama bunda. Nanti bunda pelgi Malcha nanti gimana?"
Hati siapa yang tidak terenyuh mendengar perkataan polos anak berumur hampir 4 tahun itu, di saat anak lain memikirkan mainan. Marsha hanya memikirkan orang di sekitarnya, dirinya takut di tinggal.
"Ay, tolong. Kakak akan ketinggalan bis," ujar Zeva menatap Ayla dengan sendu.
Ayla mengangguk, dia membawa Marsha ke gendongannya. Zeva buru-buru menyeret kopernya menuju taksi yang sudah dia pesan. Tangisan Marsha membuat Air mata Zeva terus turun, tak sanggup meninggalkan putrinya.
"BUNDAAA!! LEPACIN!! MALCHA NDA MAU DI TINDAL BUNDAAA!!! BUNDAAA!! MALCHA IKUUTTT!!"
Taksi pun berjalan meninggalkan rumah sederhana itu, tak henti-hentinya Zeva menangis memikirkan sang putri.
...
Disinilah Zeva berdiri, rumah seperti bangunan istana. Sangat megah dan mewah, dengan langkah ragu. Zeva maju perlahan menuju pintu utama yang di jaga oleh dua bodyguard sambil menyeret kopernya.
“Maaf anda siapa?” Tanya bodyguard dengan sopan.
“Saya mau daftar jadi baby sitter disini pak,” ujar Zeva dengan gugup. Dia sedikit takut melihat kedua laki laki yang bertubuh tunggi dan tegap itu.
“Oh kamu Zeva, kakak temannya ponakan saya itu yah?”
Rupanya salah satu bodyguard itu adalah paman dari teman Ayla, segera Zeva mengangguk dengan tersenyum ramah.
“Ayo saya antar menemui nyonya, sudah jelas kamu di terima. Tenang aja!” Serunya dengan semangat.
Pak anto namanya, dia mengajak Zeva memasuki rumah mewah itu. Setibanya di dalam, keduanya sudah di sambut oleh sang tuan rumah.
“Permisi Nyonya, ini Zeva. Dia calon baby sitter yang nyonya cari,” ujar pak Anto dengan menunjuk Zeva dengan jempolnya.
Laras menatap Zeva yang tertunduk, dia memegang bahu Zeva dengan senyum hangatnya.
“Nak Zeva ini kelihatan masih muda, apa nak Zeva punya pengalaman mengurus anak?” Tanya Laras.
Zeva mengangkat wajahnya, dia mengangguk cepat tanpa berbicara.
“Zeva ini ahli ngurus anak Nya, dia ikut organisasi penyantunan anak yatim. Itu kata keponakan saya,” ujar pak Yono.
“Sudah menikah?" Tanya Laras.
Zeva mengangguk ragu, di ktp nya masih tertulis status menikah. Bagaimana tidak? berkas perceraian itu tidak dia lanjutkan di pengadilan, sehingga secara resmi dirinya dan Aaron belum lah bercerai. Aaron memang menandatanganinya, yang bertujuan agar kedepannya tak mempersulit Zeva jika akan menikah kembali.
"Yasudah, kamu ikut saya yah. Pak anto, tolong bawakan koper Zeva ke kamarnya. Biar saya ajak dia ke kamar si kembar dulu."
"Bai Nya." Sambut pak Anto.
Zeva mengikuti Laras ke kamar atas, ternyata di sana banyak sekali kamar. Dulu, rumah besar seperti ini adalah impian Zeva, tapi sekarang tidak lagi. Yang dia harapkan untuk saat ini, putrinya hidup bahagia dengan kecukupan yang mereka miliki.
“Saya tuh punya tiga anak, semuanya laki-laki. Nah anak pertama saya sudah menikah dan memiliki anak kembar, nah! Anak kembarnya nanti yang bakalan kamu urus. Umurnya empat tahun, laki-laki juga. Haaah saya berharapnya punya cucu perempuan, soalnya saya gak punya anak perempuan.” Terang Laras sembari berjalan menuju sebuah pintu bercat biru.
“Nah ini kamar si kembar.”
KREEETT!!
Zeva sontak membulatkan matanya melihat kamar bermain yang begitu berantakan, bahkan gorden tercopot dari tempatnya.
“Maaf, mereka sangat nakal. Tapi mereka baik kok.” Ujar Laras dengan perasaan tidak enak.
“Ibunya lagi hamil muda, jadi gak sanggup ngurus mereka yang lagi aktif-aktifnya. Mungkin kalau cucu saya perempuan, tidak akan sesusah ini,” ujar Laras.
Zeva tersenyum tipis, anak perempuan dan anak laki-laki menurutnya sama saja. Bahkan putrinya pun seperti nya lebih parah dari keduanya. Baru di tinggal sebentar, pulang-pulang pakaiannya sudah kotor dan robek. Padahal umurnya masihlah 3 tahun.
“Azka! Ariel! Lihat, siapa yang datang?” Seru Laras.
Keduanya sontak menghentikan kegiatan mereka, mereka berbalik menatap Zeva dengan kening mengerut.
“ictli balu papah ya oma?” Tanya bocah berambut hazel.
“Ngawul! Dia itu calon pacal Acka!” Seru bocah berambut hitam berlari cepat menghampiri Zeva.
Lara tertawa sumbang sambil menatap Zeva tidak enak. Sementara Zeva, menatap gemas keduanya.
“Jangan kaget dengan mereka,” ujar Laras.
“Sama seperti Marsha yang suka ceplas ceplos.” Batin Zeva.