Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan
Sekarang Rachel sedang diantarkan oleh tunangannya menuju rumah sakit tempatnya bekerja. Dia merasa jika Fariq sedang mencuri-curi pandang terhadapnya.
"Kenapa, Mas?"
"Apanya yang kenapa?" tanya Fariq.
Rachel menghadapkan tubuhnya untuk melihat pria itu. "Aku tau, Mas liatin aku dari tadi. Kenapa?"
"Kamu ... Kamu udah bilang sama Mama buat percepat pernikahan kita?"
"Ya ampun ... Ngapain cepet-cepet sih. Kita nikmati aja dulu hubungan kita yang begini."
"Tapi saya sudah tidak sabar untuk menikmati kamu."
"Apa?"
"Eh ... Maksudnya-"
"Sebenarnya Mas niat nggak nikahin aku?"
"Niat lah. Kalau enggak, ngapain saya terima permintaan Mami."
"Terus kenapa Mas selalu mikir ke arah negatif ... Mas cuma mau melampiaskan nafsu Mas aja?"
"Lho, kok ngomongnya gitu."
"Ya, secara Mas ngebet banget ... Aku mikirnya Mas itu cuma menjadikan aku sebagai pelampiasan Mas aja." Rachel kembali pada posisi duduknya tadi.
"Rachel denger ya. Sebenarnya saya itu cuma bercanda ... Saya serius menikah dengan kamu."
"Terus kenapa Mas selalu melakukan itu sama aku?"
"Melakukan apa?" tanya Fariq.
"Ya itu. Tiba-tiba Mas cium aku lah, pegang-pegang lah."
"Salah saya melakukan itu sama tunangan sendiri?"
"Salah! Kan bisa tunggu nikah dulu."
"Makanya pernikahan kita dipercepat. Jadi saya bisa bebas melakukannya," ucap Fariq. "Lagian kamu juga nggak keberatan. Terus ngapain kamu tanya lagi."
"Aku memang nggak keberatan. Tapi bingung aja, kenapa Mas harus selalu cium aku."
"Ya udah. Saya usahain nggak cium kamu."
"Kok ngambek."
"Siapa yang ngambek. Biasa aja," ucap Fariq.
Rachel menarik wajah pria itu dan memberikan kecupan pada pipi Fariq.
Cup!
"Udah 'kan jatah hari ini, jangn minta lagi."
"Jadi nggak boleh cium bibir lagi?" tanya Fariq.
"Enggak. Nanti Mas kehilangan kendali. Tunggu kita nikah aja."
Fariq mengangguk pelan, Rachel malah merasa senang dengan sikap Fariq pagi ini. Terlihat santai dan kalem, tidak seperti biasanya langsung menyerang secar tiba-tiba.
[] [] []
Sampailah mereka di rumah sakit yang cukup besar. Fariq ikut turun dari dalam mobilnya ketika calon istrinya turun.
"Nanti kalau udah selesai, telpon saya."
"Nggak usah ... Mas 'kan banyak kerjaan."
"Nggak apa-apa. Saya lebih suka kalau berdekatan dengan kamu. Bisa-"
"Jangan, iiih ..." Rachel menahan dada Fariq. "Kan tadi barusan udah aku bilang."
"Maaf."
"Memang nggak bisa kontrol diri?" tanya Rachel.
"Iya-iya, maaf! Tapi boleh 'kan. Cium sebelahnya lagi."
Fariq sudah mendekatkan wajah pada wanita itu. Untuk menyenangkan hati Fariq, Rachel melakukan hal tersebut.
Cup!
"Semangat kerjanya." Ucap Rachel sambil memijat pelan lengan suaminya.
"Kamu suka?" tanya lelaki itu.
"Suka lah."
"Kan mancing."
Rachel segera sadar dan mundur ke belakang satu lagi. "Hehehe ... Tahan."
"Iya, sayang. Saya duluan ya."
"Hati-hati."
Rachel melambaikan tangannya hingga mobil pria itu keluar dari gerbang rumah sakit.
"Siapa?"
Suara itu mengagetkan Rachel, ia memutar bola mata malas ketika melihat Vina.
"Kamu," ucap Rachel dan berlalu pergi.
"Cowok tadi ganteng juga ya."
Rachel menghentikan langkahnya ketika anak dari wanita yang merebut suami ibunya berkata seperti itu.
"Jangan macam-macam kamu, Vin. Dia itu tunangan aku."
"Sejak kapan kamu tunangan? Kok aku nggak tau."
"Kamu itu bukan siapa-siapa. Jadi nggak perlu tau tentang aku."
"Kamu harus ingat. Kita saudara."
"Aku nggak sudi punya saudara kayak kamu," ucap Rachel. "Aku sama sekali nggak menganggap kamu."
"Kamu tunangan tapi Papa nggak tau. Egois banget jadi anak. Pantes ditinggal."
Rachel tidak mau terbawa emosi dengan ucapan dari Vina. Dia memutuskan untuk meninggalkan wanita itu di depan rumah sakit.
"Baru juga tunangan. Kayaknya masih bisa di tikung."
Kembali Rachel menghentikan langkahnya ketika mendengar penuturan dari saudaranya. "Jaga bicara mu, Vin ... Ibu sama anak sama aja, perebut laki orang." Rachel tersenyum miring dan langsung berlalu pergi.
Betapa kesalnya Vina ketika ibunya dibawa-bawa dalam hal tersebut. Memang ibunya sudah merebut orang tua Rachel namun itu sudah diluar lingkungan mereka. Sekarang dia sedang berurusan dengan Rachel, jadi untuk orang tua, Vina tidak setuju jika harus ikut terbawa-bawa.
[] [] []
Sekarang Rachel dan Vina sedang bekerja sama untuk menangani pasien. Walaupun mereka tidak akur, ketika melakukan pekerjaan yang sama keduanya akan bekerja secara profesional.
Baik Rachel ataupun Vina, mereka akan melakukan kewajiban sebagai seorang dokter untuk menolong orang yang sedang membutuhkan bantuan keduanya.
Vina dan Rachel baru saja keluar dari ruangan operasi, tempat mereka bekerja tadi. Seperti biasanya, Rachel akan terus menghindar dari wanita itu. Dia masih belum terima jika ayahnya sudah berpihak kepada ibu Vina.
"Tunggu," ucap Vina saat Rachel hendak melangkah pergi.
"Lepas, ih!" Rachel sama sekali tidak berminat untuk mengobrol dengan wanita itu diluar pekerjaan.
"Bagi nomor cowok tadi dong."
"Kamu nggak ngerti juga. Dia itu calon suami ku."
"Aku bilangin sama Papa ya kalau kamu cari masalah sama aku."
"Kamu yang cari masalah. Ngapain kamu minta nomor tunangan ku. Kamu gila?"
"Kamu!"
Vina kembali menggenggam pergelangan tangan Rachel. Kali ini sedikit bertenaga membuat Rachel merasakan sakit.
"Lepas, Vin."
Rachel menepis kasar tangan saudara tirinya. "Kamu jangan cari gara-gara sama aku."
Rachel segera berlalu pergi, ia sungguh tidak suka melihat kelakuan Vina. Dia yang tidak mau menjelek-jelekkan selingkuhan papanya, kini harus melakukan hal itu karena ulah anak papanya juga.