Alena Ricardo sangat mencintai seorang Abian Atmajaya, tidak peduli bahwa pria itu kekasih saudara kembarnya sendiri. Hingga rela memberikan kehormatannya hanya demi memiliki pria itu.
Setelah semua dia lepaskan bahkan dibuang oleh keluarga besarnya, Alena justru harus menghadapi kemarahan Abian. kehidupan rumah tangganya bagaikan di neraka, karena pria itu sangat membencinya.
Akankah Alena menemukan kebahagiaannya? Dan akankah Abian menyesali apa yang selama ini diperbuatnya, setelah mengetahui rahasia yang selama ini Alena simpan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy tree, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
Melihat Abian yang begitu marah sampai menggebrak meja dengan keras, Alena hanya diam tidak menyahut sama sekali perkataan pedas pria itu. Karena jika dia membalas perkataan Abian, maka dapat dipastikan pria itu akan menghukumnya lebih kejam lagi. Dan saat ini yang dapat dilakukannya hanya diam, berdiri sampai pria itu selesai menghabiskan minuman yang dibuatnya.
"Aku belum menyuruhmu pergi!" ucap Abian saat melihat Alena hendak berlalu dari tempat tersebut.
"Kau mau apalagi? Bukankah minumnya sudah habis," protes Alena dengan kesal. Karena sudah setengah jam lebih dirinya berdiri, hingga membuat kedua kakinya pegal dan terasa kesemutan.
"Minumannya memang sudah habis, tapi aku belum selesai menghukummu." Abian berdiri dari tempat duduknya, mendekati wanita itu lalu menariknya ke dalam kamar.
"Lepas Bi! Kau mau apa?" Alena mencoba melepaskan cengkraman ditangannya, karena tahu apa yang akan dilakukan pria itu jika membawanya ke dalam kamar. Dia tidak mau melayani Abian, karena dokter sempat mengatakan agar dirinya tidak boleh kelelahan mengingat janin yang dikandungnya masih sangat kecil. "Jangan Bi! Hari ini aku tidak bisa melayanimu," ucap Alena saat dihempaskan ke atas tempat tidur.
"Ck, kau itu terlalu percaya diri sekali." Abian menarik satu sudut bibirnya sembari menarik kaos yang dikenakannya. "Pijat aku!" Abian merebahkan tubuhnya di samping Alena.
"A-apa? Pijat?"
"Ck, kau itu tuli ya? Cepat pijat tubuhku, dan jangan berhenti sebelum aku memerintahkannya!"
Alena yang masih bingung dengan perintah Abian, mau tidak mau melakukan apa yang diminta pria itu. Dia mulai memijat punggung Abian meskipun sedikit ragu untuk menyentuhnya, karena sebelum-sebelumnya pria itu tidak pernah mengijinkan dirinya menyentuh kecuali saat mereka bercinta.
"Lebih keras lagi!" perintah Abian, saat merasakan pijatan di punggungnya melemah.
Dengan patuh Alena menambah kekuatan tangannya, meskipun tenaganya sudah terkuras habis.
"Ingat! Jangan berhenti sebelum aku memerintahkannya!" ingat Abian dengan mata yang mulai terpejam.
Alena hanya diam tidak menyahut sama sekali, tangannya terus memijit pria itu sampai tak terasa sudah menghabiskan waktu setengah jam. Hingga akhirnya Alena mendengar suara dengkuran halus dari Abian, yang menandakan pria itu sudah tertidur lelap.
"Bi.. Abian..." Alena mencoba memanggil pria itu, namun tidak ada jawaban sama sekali. "Syukurlah dia sudah tertidur," gumamnya dalam hati.
Ditatapnya wajah Abian yang menelungkup, lalu mengusap rambut hitam suaminya itu dengan perlahan. "Aku mencintaimu Abian Atmajaya, sangat mencintaimu! Sampai aku rela kehilangan semuanya," ucap Alena dengan sangat pelan. "Dan maaf jika rasa cintaku ini sudah membuatmu sakit karena harus kehilangan Alana. Tapi satu yang harus kau tahu, aku tidak pernah menyesali apa yang telah terjadi dan aku bersyukur bisa menjadi istri seorang Abian Atmajaya. Meskipun kau terus menyiksaku, tapi rasa cintaku sejak dulu dan sampai detik ini tidak akan pernah berubah Bian ku!"
Setelah mengungkapkan isi hatinya dengan perlahan Alena turun dari atas tempat tidur, keluar dari kamar pribadi Abian dengan sangat hati-hati karena tidak ingin pria itu sampai terbangun. Setelah sampai di dalam kamarnya Alena pun langsung mengunci pintu, karena tidak ingin pria itu mengganggunya lagi dengan hukuman-hukuman yang membuat tubuhnya kelelahan. Bahkan sampai sekarang tangannya masih gemetar karena terlalu lelah memijat punggung suaminya.
Sementara itu Abian yang berada di dalam kamarnya, membuka kedua mata setelah memastikan Alena keluar dari kamar.
"Bian?" gumamnya dengan kening yang berkerut. Dia bingung kenapa Alena memanggilnya dengan Bian, karena seingatnya hanya satu orang yang memanggil dengan nama itu di masa lalu, yaitu Alana.