Kaiya Agata_ Sosok gadis pendiam dan misterius
Rahasia yang ia simpan dalam-dalam dan menghilangnya selama tiga tahun ini membuat persahabatannya renggang.
Belum lagi ia harus menghadapi Ginran, pria yang dulu mencintainya namun sekarang berubah dingin karena salah paham. Ginran selalu menuntut penjelasan yang tidak bisa dikatakan oleh Kaiya.
Apa sebenarnya alasan dibalik menghilangnya Kaiya selama tiga tahun ini dan akankah kesalapahaman di antara mereka berakhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Pulang kampus, Kaiya menunggu bus di halte dekat kampusnya. Pandangannya menatap sekeliling, taksi itu belum datang-datang juga padahal ia sudah lama menunggu. Gadis itu menarik napas gusar, mulutnya sudah kering karena kehausan. Tatapannya berhenti di sebuah cafe di seberang kampus. Dia berpikir untuk mampir sebentar, daripada mati kehausan kan nggak lucu.
Kaiya pun berdiri dan beranjak dari halte menyeberang ke arah cafe yang tampak ramai dari luar. Seorang waiter mendatanginya dan memberinya menu ketika ia sudah duduk di sebuah kursi. Tak butuh lama gadis itu memesan segelas cappucino.
Matanya memandang sekeliling mengamat-ngamati cafe tersebut. Interiornya bagus dan suasananya nyaman menurut Kaiya. Kalau saja cafe ini letaknya tidak jauh dari tempat tinggalnya, mungkin tiap hari bisa ia jadikan tempat nongkrong. Dari pada sendirian di apartemen. Sayangnya, didekat apartemennya hanya ada sebuah restoran mewah berkelas tinggi. Makanannya mahal-mahal dan kebanyakan yang makan di situ adalah pegawai kantor. Bukannya Kaiya tidak ada uang, tantenya ngasih dia uang jajan yang besar perbulannya. Tapi dia nggak pengen hidup boros. Cukup lama Kaiya di dalam cafe. Setelah merasa dahaganya sudah dipuaskan, ia kembali ke halte menunggu bus.
Sesampainya apartemen, tante Clara sudah ada di dalam. Wanita cantik berumur tiga puluh lima tahun itu tersenyum menatapnya.
"Kamu sudah balik sayang?"
"Iya tante." Kaiya mengangguk pelan. Ia duduk di sofa sebelah tante Clara.
"Tante ngapain ke sini? Nggak kerja?" tanyanya.
"Tante cuman mau ngecek kamu aja." sahut tantenya.
"Gimana kuliahnya?"
"Baik."
"Udah punya temen?"
"Satu."
Tante Clara tersenyum lagi. Walau cuma satu, menurutnya Kaiya sudah berusaha keras untuk lebih
membuka diri. Dia menghargainya. Gadis itu setidaknya mulai ada peningkatan. Semua akan berpengaruh pada kesehatan mentalnya.
"Besok tante akan berangkat ke Jepang. Ada bisnis yang harus tante urus. Kamu jaga diri baik-baik ya? Tante udah minta tolong dokter Kean buat ngecek kamu tiap minggu."
Sebenarnya Kaiya merasa tidak enak kalau terus-menerus merepotkan dokter Kean. Tapi ia tidak bisa membantah. Percuma saja ia memberi pendapat, semuanya nggak akan didengar sama tantenya. Yang bisa dilakukannya hanyalah mengangguk mengiyakan.
"Ya udah, tante pergi dulu yah. Jaga diri kamu."
Kaiya terus menatap kepergian tantenya yang perlahan-lahan menghilang dari pandangan matanya. Gadis itu mendesah panjang. Ia tahu tante Clara sayang padanya, hanya saja tantenya itu terlalu sibuk sampai sampai-sampai tidak punya waktu menemaninya. Namun Kaiya juga makhlum, kesibukan tante Clara bukan hanya sekarang, tapi sudah dari dulu sekali. Waktu dia masih duduk di bangku SMA dan seluruh keluarganya masih lengkap.
Bunyi dering ponselnya membuat gadis itu bergeming. Pandangannya turun menatap ponsel. Hanya ada tiga kontak dalam benda pipih itu. Tante Clara dan dokter Kean dan seorang teman dekatnya yang berada di luar negeri sekarang. Kaiya tidak pernah berhubungan dengan siapapun lagi selama tiga tahun ini selain tiga orang itu.
Pasti dokter Kean yang nelpon.
Benar
Gadis itu menggeser ibu jarinya ke screen dan menempelkan hape ke telinga untuk menerima panggilan.
"Halo?" sahutnya datar.
"Hai cantik, kau ingat akan menemuiku besok kan?" tanya seseorang di seberang.
"Mm."
"Kau ingin aku menjemputmu?" tanya dokter Kean lagi dari seberang.
"Nggak usah dok. Aku bisa sendiri." balas Kaiya.
"Ya sudah kalau begitu, sampai ketemu besok."
"Mm."
Begitulah pembicaraan mereka berakhir. Kean sang dokter mengerti betul keadaan gadis itu. Laki-laki itu sudah menjadi dokter Kaiya selama lebih dari dua tahun.
***
Kaiya berjalan menunduk sambil memainkan jari-jarinya. Sebelum datang kampus tadi ia pergi menemui dokter Kean dulu. Ada banyak hal yang mereka bahas tapi semuanya tidak ada yang menarik bagi gadis itu.
Salah satunya, dokter Kean menyarankan dirinya untuk mulai membuka diri dan mencoba berteman dengan banyak orang.
Kaiya tertawa pelan, lebih ke mendengus. Yang benar saja, semua nggak gampang dan membutuhkan waktu. Apalagi keadaannya sekarang berbeda dengan dulu, sekarang ia lebih senang menyendiri. Ia tahu maksud dokter Kean baik, tapi sepertinya dirinya belum bisa membiasakan diri untuk berbicara dengan lebih banyak orang.
Bukk !!!
Gadis itu tersungkur ke lantai. Ia tiba-tiba menabrak sesuatu. Telapak tangannya terasa perih akibat goresan lantai. Matanya mendongak ke atas ingin tahu siapa yang ditabraknya. Ia melihat ada dua gadis tengah menatapnya sinis.
Sepertinya mereka senior dikampus ini. Yang satu rambutnya dikuncir, satunya lagi di cat merah mencolok.
"Lo itu kalo jalan bisa liat-liat kan?" tukas si cewek yang rambutnya di kuncir dengan nada suara galak. Namanya Lala. Kaiya berusaha berdiri.
"Maaf."
Balasnya meminta maaf. Ia tidak mau mereka memperpanjang masalah.
Ketika tatapannya bertemu dengan cewek berambut merah, ia merasa cewek itu menatapnya tidak suka. Namanya Sandra.
"Sudah pergi sana. Dasar nggak becus." usir Lala sok berkuasa. Kaiya cepat-cepat pergi.
"Bukannya tuh cewek yang ditolong Ginran dikantin kemaren ya? Mereka ada hubungan?"
Lala dan Sandra masih menatap Kaiya dari belakang. Sandra kembali kesal mengingat peristiwa kemarin.
Selama ini ia belum pernah melihat Ginran ikut campur dengan sesuatu yang tidak penting bahkan tidak pernah terlihat dekat dengan yang namanya perempuan kecuali sahabatnya Naomi, tapi kemarin di kantin pria itu malah menolong seorang gadis yang terjatuh tanpa diminta. Cara Ginran menatap gadis itu pun berbeda, kayaknya Ginran memang kenal gadis itu. Hal itu membuat Sandra tidak suka.
Di kelas, Kaiya memilih duduk di bagian tengah dekat Lory.
"Nih." pandangan Kaiya turun ke sebuah kertas yang di sodorkan Lory.
"Apa itu?" tanyanya bingung.
"Senior ngasih kita pekerjaan di kegiatan bazaar besok." jawab Lory seadanya.
"Katanya anak baru semuanya wajib ikut." tambahnya lagi.
Kaiya sebenarnya nggak tertarik tapi setuju-setuju saja.
"Oh iya gue sengaja tulis nama lo bareng jadi jadi penerima tamu sama gue, jangan lupa besok datangnya harus pagi-pagi." Kaiya mengangguk pelan.
Seperti apa kata dokter Kean, dia akan berusaha mencoba berbaur. Semoga saja bisa.
kl kyk ginran naomi apalagi jiro, mereka kyk bukan teman, tp org lain yg hanya melihat "luar"nya saja
2. teman d LN