NovelToon NovelToon
Loves Ghosts

Loves Ghosts

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Hantu
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: H_L

Rain, gadis paling gila yang pernah ada di dunia. Sulit membayangkan, bagaimana bisa ia mencintai hantu. Rain sadar, hal itu sangat aneh bahkan sangat gila. Namun, Rain tidak dapat menyangkal perasaannya.

Namun, ternyata ada sesuatu yang Rain lupakan. Sesuatu yang membuatnya harus melihat Ghio.

Lalu, apa fakta yang Rain lupakan? Dan, apakah perasaannya dapat dibenarkan? bisa kah Rain hidup bersama dengannya seperti hidup manusia pada umumnya?

Rain hanya bisa berharap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon H_L, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan Yang Salah

Diinterogasi itu ternyata menegangkan. Baru pulang dari petualangan, Rain langsung dihadapkan dengan situasi ini. Mata dingin itu menyorot tajam ke arah Rain.

Wajah Rain lempeng. Padahal, ia melakukan petualangan hanya untuk Ghio. Tapi, lihatlah, Ghio seperti seorang ayah yang sedang marah karena putrinya pulang kelamaan.

"Aku minta maaf," kata Rain tenang.

"Bilang sama aku, hal apa yang sangat menyenangkan di luar itu sampai kamu pulang malam gini?" kata Ghio.

"Apa yang menyenangkan?" tanya Rain.

"Aku mana tahu."

"Ya udah, gak usah dong nuduh-nuduh aku begituan," kesal Rain.

"Kenapa jadi kamu yang marah?"

"Aku gak marah."

"Lha, itu? kenapa muka kamu ditekuk gitu?" Ghio ikut menatap kesal.

"Kamu duluan. Kenapa marah-marah ke aku? Tadi pagi kan aku udah bilang kalau aku pulangnya lama," jelas Rain.

Alis Ghio naik. "Emang ada?"

"Ada, dong. Kamu juga ngangguk setuju."

Ghio diam sambil mengingat kembali. Namun, ia tidak mengingat apa pun. "Kapan kamu bilang gitu?"

Rain berdecak. "Tadi pagi Ghio ku sayang," kata Rain dengan penuh sabar.

Rain menutup mulutnya dengan tangan. Rain baru sadar apa yang baru ia ucapkan. Ia menatap Ghio yang terdiam. Mata pria itu melebar sama seperti Rain.

Tiba-tiba saja keduanya tersipu malu. Rain mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, dan Ghio yang berdeham mencoba tetap santai.

"Eh-hem... aku refleks. Sorry," kata Rain menghilangkan rasa gugupnya.

Ghio mengangguk seraya menggaruk tengkuknya.

Keduanya diam seperti itu selama beberapa menit.Tak lama kemudian, ia kembali menatap kesal. "Aku gak dengar apa kamu bilang gitu tadi pagi. Pokoknya, kamu tetap salah."

Rain menatap tidak terima. "Dih! Kok jadi gue yang salah, kuping Lo tuh bermasalah."

Tatapan Ghio datar seketika. "Kayaknya hal dari luar yang bikin kamu senang itu membawa pengaruh buruk sama kamu. Bahasa kamu jadi kasar gitu."

Rain mengerjap seketika. "Eh, bukan gitu maksud aku. Itu kan bahasa gaul. Kan, biasa dalam pertemanan anak muda pakai bahasa gaul."

"Aku bukan teman kamu. Tapi, keluarga."

Rain kicep. Tak lama kemudian, bibirnya melengkung ke atas.

"Kenapa senyum-senyum gitu? Udah tahu salah."

Senyum Rain tidak pudar. Bahkan, pipinya sampai merah. Rain tidak menyangka Ghio akan mengatakan itu.

"Iya. Kita memang keluarga."

Ghio menatap aneh.

Bicara mengenai keluarga, tiba-tiba saja Rain teringat sesuatu. Senyum Rain langsung pudar. Entah kenapa, Rain merasa tidak rela jika Ghio harus kembali kepada kedua orang tuanya. Melihat Ghio sekarang, Rain merasa tak ingin pria itu pergi darinya.

Rain menggelengkan kepala. Apa yang baru saja ia pikirkan? Ghio sudah menahannya selama ini. Rain berusaha menemukan keluarga pria itu agar Ghio bisa kembali kepada keluarganya. Rain melakukannya untuk Ghio. Kenapa Rain menjadi egois seperti ini?

"Kamu kenapa? Aneh banget dari tadi," kata Ghio.

Rain menggeleng seraya tersenyum.

"Terserah saja. Aku sangat lapar sekarang. Ayo lah Rain, kamu gak mau masak? Perutku udah keroncongan," kata Ghio memelas.

Rain mengangguk, tapi tidak bergerak dari tempatnya. Membayangkan Ghio akan pergi, perasaan Rain menjadi tak karuan. Hatinya seolah menolak kepergian pria itu. Tapi di sisi lain, Rain ingin sekali Ghio bertemu dengan keluarganya.

Membayangkan Ghio tidak lagi memelas menyuruhnya memasak dan belanja, hati Rain sedikit sesak.

Namun, sekali lagi Rain menegaskan pada diri sendiri bahwa ia tidak boleh egois.

"Ghio!" panggil Rain.

Ghio diam seraya menoleh kepada Rain.

Rain menghela napas. "Kamu ingin melihat keluarga kamu?"

Alis Ghio menyatu.

"Keluarga asli. Kedua orang tua kamu," tambah Rain.

"Tentu saja."

Rain memaksakan senyum. "Besok, aku akan membawa kamu kepada kedua orang tua kamu."

Ghio menatap tidak percaya. "Kamu yakin? Gak lagi bercanda, kan?"

Rain menggeleng. "Aku bicara jujur."

Mata Ghio melebar. Sinar matanya terang. "Kamu gak mengada-ngada, kan?"

"Aku pulang kelamaan akhir-akhir ini alasannya karena itu." Rain mengedikkan bahu. "Aku berusaha mencari keluarga kamu dan akhirnya ketemu. Dan satu lagi..." Rain mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Rain menunjukkan banyak foto kepada Ghio.

Ghio menatap foto-foto itu.

"Dia teman atau mungkin sahabat kamu. Aku tahu keluarga kamu juga dari dia." Rain menunjuk wajah Reno. "Namanya Reno. Dia tahu banyak tentang kamu. Dan aku pikir, dia benar-benar merasa kehilangan kamu," kata Rain.

Rain tidak membual. Ia bisa melihat tatapan yang memancarkan kesedihan dari mata Reno setiap Rain membahas tentang Ghio.

"Kenapa kamu gak bilang kalau kamu nyariin keluarga ku?" tanya Ghio. Rain tidak dapat mengerti tatapan pria itu.

"Maaf. Saat kamu bilang rindu sama mama kamu, aku berniat mencari mereka. Aku hanya ingin-"

"Terima kasih, Rain."

Ucapan Rain terpotong. Tubuhnya tertarik hingga tenggelam dalam pelukan. Ghio memeluknya dengan erat.

"Aku tidak berharap lebih selama ini."

Suara Ghio terasa berat di telinga Rain. Membuat tubuh Rain berdesir ditambah jantungnya yang sudah berdetak cepat.

"Saat kamu menemukan foto mama, aku sudah sangat senang. Aku tidak menyangka kamu melakukannya sejauh ini, Rain."

Rain diam dalam pelukan itu. Ia menyandarkan kepalanya pada dada Ghio yang lebar. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya.

"Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membalas semua yang sudah kamu berikan. Kamu memperlakukanku dengan baik. Saat aku merasa sendiri dan berbeda dari manusia, kamu masih mau menerima ku sebagai keluarga. Dan sekarang..." Ghio menghentikan ucapannya.

"Aku melakukannya dengan iklas," kata Rain dalam pelukan Ghio. "Aku senang bisa membantu. Aku hanya berharap, setelah kamu bersama keluarga kamu yang sebenarnya, jangan melupakan ku. Aku tidak ingin kehilangan kamu, Ghio."

Ghio tertegun. Jantungnya berdetak cepat dan keras. Suatu yang menyenangkan seolah mengalir di tubuhnya dan menetap di hati. Ghio sering merasakan perasaan ini. Tapi, kali ini lebih kuat, seolah mengguncang Ghio.

Ghio menundukkan kepalanya, menatap kepala Rain dalam pelukannya. Tangannya mengelus rambut pendek Rain. Ia senang melakukannya.

Apa ia menyukai Rain? Menyukai Rain sebagai wanita?

Mata Ghio melebar. Apa benar ia menyukai gadis itu? Ghio merasa seolah ada taman bungan dalam hatinya. Bunga-bunga itu sedang mekar dan membawa harum.

Ghio sudah menduga ini dari awal, ia menyukai Rain. Kehadiran Rain seperti bunga-bunga itu, membawa harum untuknya. Ghio tersenyum tersipu.

Tatapan Ghio beralih ke depan. Kaca jendela yang menampilkan punggung Rain, tanpa dirinya.

Ghio kembali tertegun. Ia menyukai Rain? Apa ia sedang mengada-ngada? Bagaimana mungkin, sedang ia berbeda dari Rain.

Ghio seolah sadar siapa dirinya. Ia hanya hantu. Jika pun ia menyukai Rain memangnya kenapa? Memangnya Rain juga memiliki perasaan yang sama dengannya? Rain tidak mungkin menyukainya. Ia hanya seorang hantu.

Pelukan Ghio lepas tiba-tiba.

"Maaf sudah lancang memelukmu," kata Ghio.

Rain menatap heran.

Saat itu juga, Ghio langsung hilang dari hadapan Rain.

Rain memiringkan kepalanya. "Ada apa dengannya? Apa dia malu?" tanya Rain dengan senyum di wajahnya.

Sementara di tempat lain, di bendungan, Ghio duduk sambil memandangi air tenang yang memantulkan cahaya malam dan lampu. Tempat ini sering Ghio kunjungi semenjak Rain membawanya ke sini.

Ghio memperhatikan air itu. Tak ada pantulannya di sana.

"Aku hanya roh," lirih Ghio.

Ghio tidak tahu kapan perasaan ini muncul. Dan Ghio menyadari kalau perasaan ini salah.

Ghio tahu kalau Rain menyayanginya. Mungkin ia menyayangi Ghio sebagai keluarga.

Jika pun Rain memiliki perasaan yang sama sepertinya, apa yang bisa Ghio lakukan? Bagaimana ia menjalin hubungan dengan Rain, sedang yang melihatnya hanya gadis itu?

Ghio bisa saja menerimanya dengan perasaan senang dan bahagia. Lalu bagaimana dengan Rain? Ghio takut gadis itu mendapat hal buruk dari orang lain. Bagaimana pun ini dunia manusia, bukan roh.

Ghio menenggelamkan kepala di atas lutut.

Hati Ghio sakit saat menyadari perasaannya untuk Rain. Selama ini, Ghio belum pernah merasakan sakit seperti ini. Bahkan lebih sakit saat Ghio sendirian selama kurun waktu yang lama. Lebih sakit dari pada saat Ghio merasakan rindu yang luar biasa.

Ghio memegang dadanya. Apa yang sudah ia lakukan? Kenapa ia bisa memiliki perasaan ini?

Perasaan ini benar-benar salah.

1
miilieaa
baru beberapa bab baca udah nagih 🤩
♥Kat-Kit♥
Ceritanya seru banget, tapi kalo lama-lama malah mubazir, update dong thor 🙄
H_L: makasih sudah mampir, kak😁 semoga bisa terus updatenya
total 1 replies
MiseryInducing
cerita ini memicu imajinasiku, aku merasa seakan-akan hidup di dunia lain ketika membacanya.
H_L: makasih sudah mampir kak, jangan bosan-bosan ya😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!