Calista Izora, seorang mahasiswi, terjerumus ke dalam malam yang kelam saat dia diajak teman-temannya ke klub malam. Dalam keadaan mabuk, keputusan buruk membuatnya terbangun di hotel bersama Kenneth, seorang pria asing. Ketika kabar kehamilan Calista muncul, dunia mereka terbalik.
Orang tua Calista, terutama papa Artama, sangat marah dan kecewa, sedangkan Kenneth berusaha menunjukkan tanggung jawab. Di tengah ketegangan keluarga, Calista merasa hancur dan bersalah, namun dukungan keluarga Kenneth dan kakak-kakaknya memberi harapan baru.
Dengan rencana pernikahan yang mendesak dan tanggung jawab baru sebagai calon ibu, Calista berjuang untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Dalam perjalanan ini, Calista belajar bahwa setiap kesalahan bisa menjadi langkah menuju pertumbuhan dan harapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kelepasan
Calista masih berjuang untuk melepaskan Randy, mantan kekasih yang pernah mengisi hari-harinya dengan begitu banyak kenangan. Ia masih sangat mencintainya, namun hubungan mereka berakhir dengan cara yang tak diinginkannya. Sejak Randy memutuskan semua kontak, memblokir media sosialnya, dan menjauhkan diri, Calista tak lagi mampu menghubunginya. Randy adalah bagian penting dalam hidupnya, dan kenangan bersama Randy tak pernah mudah dilupakan. Calista menangis hampir setiap hari, meratapi kepergian pria yang pernah ia cintai sepenuh hati. Namun kini, di tengah rasa kehilangan itu, ada hal lain yang membuatnya semakin rumit — bayi yang tumbuh dalam kandungannya.
Calista merasa terjebak di antara dua dunia. Di satu sisi, ia tak bisa melupakan Randy dan kenangan mereka, di sisi lain ia tahu Kenneth, suaminya, adalah sosok yang ia butuhkan sekarang. Kenneth berusaha dengan sangat keras untuk merawat dan menjaga dirinya, terutama dengan kehamilan yang semakin membuatnya rapuh. Kenneth adalah pria yang baik, sabar, dan selalu berusaha untuk memahami Calista, meski hubungan mereka tak pernah benar-benar intim sejak awal.
Kehadiran Kenneth di hidupnya tidak bisa sepenuhnya menggantikan Randy. Meskipun Kenneth sudah banyak berkorban dan melakukan segalanya untuk membuat Calista nyaman, perasaan Calista kepada Kenneth tetap terasa hambar. Ada benteng besar yang dibangun oleh Calista, yang membuatnya sulit menerima kasih sayang Kenneth. Setiap kali Kenneth mencoba mendekatinya, rasa bersalah dan perasaan kehilangan terhadap Randy selalu membayangi. Ia merindukan pria yang telah pergi, bahkan ketika Kenneth ada di sisinya.
Kondisi ini mempengaruhi banyak hal dalam kehidupan Calista. Perjuangannya untuk diterima oleh keluarga Randy terasa sia-sia. Selama berhubungan dengan Randy, Calista telah berusaha mati-matian untuk mendapatkan restu dari keluarga Randy, tetapi tetap saja ia tak mampu masuk ke dalam kehidupan keluarga Randy yang begitu eksklusif. Sekarang, impian untuk bersama Randy sepertinya benar-benar tak mungkin lagi, apalagi dengan kehadiran bayi dalam hidupnya.
Pikiran tentang Randy, kehamilan, dan masa depannya yang penuh ketidakpastian semakin menguras energi Calista. Ditambah lagi, hubungan dengan papa Artama yang mendingin hanya menambah beban emosinya. Sejak mengetahui kehamilan Calista, papa Artama memilih menjauh, marah dan kecewa pada putrinya. Usahanya untuk menghubungi sang papa tidak pernah berhasil. Telepon dan pesan yang ia kirim selalu tak berbalas. Calista merindukan kasih sayang sang ayah, tetapi sikap dingin papa Artama membuatnya merasa semakin hancur.
Calista duduk di dekat jendela kamarnya, memandangi hujan deras yang membasahi kota. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain melamun, memikirkan hidup yang rasanya semakin berat dijalani. Di saat seperti ini, ia tak tahu lagi harus ke mana mencari pelarian. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka. Kenneth, dengan wajah penuh kesedihan, memasuki ruangan. Ia berdiri sejenak di depan pintu, memandangi Calista yang tampak begitu murung dan tak bersemangat.
"Cal..." panggil Kenneth lembut sambil berjalan mendekati Calista. Tangannya perlahan menyentuh pundak istrinya, mencoba menarik perhatian Calista.
"Maafin aku ya, aku kelepasan tadi. Aku nggak bermaksud marah seperti itu." suara Kenneth terdengar penuh penyesalan, tetapi Calista tetap diam. Ia tidak merespons, matanya tetap kosong, memandang ke luar jendela.
"Calista... aku minta maaf banget. Aku benar-benar nggak bermaksud bentak kamu tadi," Kenneth mencoba lagi, suaranya semakin lirih.
Namun, Calista tetap tak bergeming. "Aku lagi nggak mau ngomong, Ken. Mending kamu diam," ucapnya singkat dan datar. Jujur Calista juga tidak tau kenapa dia bersikap seperti itu kepada Kenneth.
Kenneth terdiam. Ia tahu Calista sedang tidak ingin bicara, tetapi hatinya tetap sakit melihat istrinya begitu jauh dari dirinya. Calista yang ia kenal dulu adalah seseorang yang penuh semangat dan ceria. Kini, yang ada di depannya hanyalah bayangan suram dari seorang wanita yang tenggelam dalam rasa sakit dan kehilangan.
Setelah beberapa saat, Kenneth akhirnya menyerah. Ia duduk di sofa di kamar mereka, berusaha memberikan ruang untuk Calista, meskipun ia begitu ingin membantunya. Kenneth tahu, apa pun yang ia lakukan saat ini, Calista tidak akan menyambutnya dengan baik. Perasaan frustrasi mulai menghantui dirinya. Kenneth ingin melakukan lebih, ingin Calista menyadari bahwa ia tidak sendirian, bahwa ada Kenneth yang siap mendukungnya. Namun, dinding emosional yang dibangun oleh Calista terlalu tinggi untuk dirobohkan.
Sementara itu, Calista merasakan sakit kepala yang semakin parah. Kepalanya terasa berat, seolah ada benda tumpul yang menghantamnya. Ia mencoba mengatur napas, berharap rasa sakit itu segera hilang. Setelah beberapa saat, pusing di kepalanya mereda, tetapi rasa lelah emosional tetap menyiksanya.
"Cal, kamu istirahat dulu, ya," Kenneth kembali berbicara, kali ini lebih lembut. Tanpa menjawab, Calista membenahi posisi tubuhnya, berbaring di tempat tidur dan memejamkan mata.
Kenneth merasa sedikit lega melihat Calista akhirnya beristirahat. Namun, hatinya tetap penuh dengan kekhawatiran. Kehamilan Calista semakin membuatnya khawatir, bukan hanya karena kondisi fisik istrinya yang terlihat lemah, tetapi juga kondisi mentalnya yang semakin terpuruk. Kenneth tahu, Calista sedang berjuang dengan perasaannya sendiri, tetapi ia tak tahu bagaimana cara membantunya keluar dari kegelapan itu. Kenneth juga ingin Calista bisa melihat dirinya.
Setelah beberapa saat memandang Calista yang tertidur, Kenneth memutuskan untuk pergi ke balkon. Udara segar menyambutnya saat ia membuka pintu dan melangkah keluar. Kenneth menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi kakaknya, Resa.
Kenneth tahu, Resa dan Juan mungkin bisa membantunya memahami lebih baik tentang apa yang sedang terjadi pada Calista. Ia menelepon Resa dan menceritakan semua yang terjadi. Dari bentakannya kepada Calista hingga respons dingin yang ia terima dari istrinya. Resa, yang mendengarkan dengan sabar, hanya tersenyum di seberang telepon. Dia tau seperti apa sifat adiknya itu.
"Kamu harus sabar, Ken. Calista sedang menghadapi banyak hal sekaligus. Kamu tahu kan, dia pernah sangat mencintai Randy, dan meskipun dia sekarang bersama kamu, itu nggak menghapus perasaan dia terhadap masa lalu. Dia butuh waktu, aku yakin kamu bisa gantiin posisi Randy nantinya," ujar Resa bijak.
Resa juga berbagi beberapa hal penting tentang sifat Calista yang mungkin bisa membantu Kenneth lebih memahami istrinya. Hal-hal kecil yang disukai dan tidak disukai Calista, yang mungkin bisa membuatnya merasa lebih nyaman di dekat Kenneth. Kenneth mendengarkan dengan seksama, mencatat semuanya dalam pikirannya.
Selesai berbicara dengan Resa, Kenneth merasa sedikit lebih tenang. Ia tahu, ia harus lebih sabar dan memahami kondisi Calista. Ia bertekad untuk tidak menyerah dan terus berusaha menjadi suami yang baik bagi Calista, serta ayah yang bisa diandalkan untuk anak mereka nanti.