Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 03
Beberapa hari berlalu, Berry sedang menatap para pekerja ah lebih tepat nya pekerja dari toko alat elektronik yang barang nya ia pesan.
Pria pria itu mengangkat barang tersebut dari truk kecil mereka dan memasukkan nya ke dalam rumah sederhana yang baru ia beli.
Berry tersenyum tipis ketika melihat banyak sekali penduduk desa yang berjalan melewati daerah rumahnya bahkan ada beberapa yang berhenti termasuk sekumpulan ibu-ibu
penggosip yang ia temui di warung kemarin.
Seperti biasa, mereka berbisik-bisik sambil menunjuk ke arahnya. Entah apa lagi yang
di ceritakan tentang diri nya, Berry hanya memasang wajah tembok nya dan tersenyum ala penjual kosmetik profesional.
"Barang-barang baru ya, Berry"Ucap kepala desa yang baru saja datang. Dia baru saja kembali dari balai desa karena pekerjaan dan melihat banyak warga desa nya yang berhenti di sekitar.
Karena penasaran, dia pun ikut melihat. Ternyata, penghuni desa baru nya yang membuat kehebohan ini.
Berry terkekeh, "Iya pak karena saya akan tinggal lama disini. Harus banyak yang di
persiapkan, seperti alat elektronik misal nya"Jawab Berry dengan ramah.
Kepala desanya ini pria tua ramah maka dia harus bersikap ramah juga.
Pria tua itu mengangguk paham setelah barang terakhir di masukkan. Para pekerja itu pun pamit kembali ke habitat mereka, di kota.
Berry memberikan beberapa tip untuk rasa terimakasih nya kepada para pekerja yang mau di repotkan untuk memindahkan barang-barang baru nya.
"Kamu gak ada ngadain ucapan syukur rumah baru?"Tanya kepala desa pada Berry setelah mobil truk itu pergi.
Beberapa warga juga sudah kembali bubar dan melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing.
Berry mengerutkan keningnya bingung, "Em... emang harus ya, pak?"Tanya Berry kembali.
Kepala desa itu mengulas senyum kebapakan nya, Berry sedikit sendu melihat itu. Andai saja dia memiliki orang tua pasti kepala desa ini akan seumuran dengan mereka.
"Tidak wajib hanya saja banyak yang melakukan nya. Selain kamu penghuni baru disini, itu akan menjadi awal pengenalan kamu dengan warga desa lain nya. Karena kamu akan menjadi bagian dari desa ini untuk
kedepannya"Jawab sang kepala desa dengan lembut.
Berry mengangguk mengerti, "Oh gitu ya pak, saya gak pernah tahu hal seperti itu. Di tempat saya dulu tinggal jarang sekali ada yang mengadakan ucapan syukur seperti itu. Semua pada sibuk sama urusan masing-masing dan acuh"Balas Berry dengan senyum tipis nya.
Bagaimana bisa mengadakan ucapan syukur? Dia saja harus berpindah-pindah tempat tinggal agar tidak ketahuan oleh musuh-musuh nya, selain itu dia harus menyamar dan berbaur dengan masyarakat.
Tidak sempat melakukan hal-hal seperti ini. Kepala desa merasa maklum, dia juga tahu bagaimana keras nya hidup di kota.
"Jika kamu ingin mengadakan acara, saya dan istri saya siap membantu jika di perlukan. Kamu tidak perlu sungkan"Ucap pria tua itu sambil tersenyum hingga matanya yang sipit itu menghilang.
Berry sedikit meringis pelan, dia jadi tidak enak dengan pria tua ini. Terlalu baik untuk ukuran penjahat seperti diri nya. Wanita itu pun mengangguk setuju,
"Baiklah kalau begitu, pak. Saya akan mengikuti saran bapak. Dan mohon bantuan nya"Balas Berry dengan sopan.
Kepada desa melambaikan tangannya dan mengundurkan diri, dia berjalan pergi menuju ke rumah nya. Berry menatap kepergian laki-laki tua itu hingga tidak terlihat lagi.
Wanita itu pun menghela nafas pasrah, sudahlah tidak masalah. Mungkin dengan
mengadakan acara tersebut, warga desa yang suka menjelekkan nya dari belakang akan berpikir ulang jika ingin menceritakan nya dengan buruk lagi.
Dia berjalan masuk ke dalam rumah, dia harus memeriksa barang-barang baru nya. Setelah itu dia harus berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari, mungkin menaiki taksi waktu itujuga bisa.
Rumah Berry yang tadinya sepi kini mendadak ramai. Tentu saja itu karena acara yang di adakan atas saran dari sang kepala desa.
Banyak yang datang menghadiri acara tersebut, Berry bahkan sampai memasang teratak dijalan depan rumah nya.
"Makanan nya enak-enak ya"Ucap salah satu warga yang sedang berdiri di dekat meja yang penuh dengan makanan sajian dari Berry.
Warga lain nya mengangguk setuju, mereka ikut makan dengan lahap bahkan jika mulut nya masih penuh.
"Ini pasti mahal"Celetuk salah satu wanita dengan penasaran, dia mengambil sepiring kue dan memakannya dengan cepat.
Oh jangan lupa, perkumpulan ibu-ibu gosip yang suka menceritakan Berry dari belakang. Mereka juga datang dan ada di dekat meja makan sembari mengkritik apa yang mereka pegang.
"Tentu saja mahal, kalian tidak lihat barang-barang yang ia beli kemarin? Entah uang dari mana yang ia dapat sampai bisa mengadakan acara sebesar ini"Ucap ibu penggosip itu.
Dia mengambil jus buah dan meminum nya sambil memasang wajah julid. Sungguh tidak tahu diri.
"Saya curiga dia bekerja yang tidak-tidak, apa lagi dia berasal dari kota. Kenapa dia pindah ke desa kita jika tidak memiliki masalah disana?"Timpal ibu penggosip lain nya.
Dia menatap Berry dari kejauhan dengan
sinis dan penuh rasa iri hati. Warga yang berada di dekat mereka saling beradu tatap bingung tanpa sadar mereka meletakkan makanan yang tadi mereka pegang ke atas meja.
"Apa dia simpanan orang kaya ya?"Si ketua penggosip akhir nya buka suara, mendengar itu semua menatap nya dengan terkejut.
Namun wanita itu masih melanjutkan ucapannya, "Bisa saja, lihat hidup nya. Dia
belum menikah meski umur sudah tua, memiliki banyak uang dan tidak ada satu pun keluarga nya yang terlihat."
"Itu sedikit berlebihan, Bu"Ujar Bu Arin si pemilik warung makan yang pernah Raina
datangi kemarin.
Dia sudah tidak tahan mendengar pembicaraan ibu-ibu penggosip ini, sangat jahat menurut nya.
Si ketua gosip, wanita yang sangat suka berpenampilan seperti juragan kaya menatap Bu Arin dengan tidak senang.
"Jangan sok suci, Bu Arin. Saya tahu, suami ibu sering sekali menyempatkan waktu untuk melihat perempuan itu, tidak mungkin ibu tidak cemburu"Ucapnya dengan sinis.
Bu Arin menghela nafas nya pelan, "Jika seperti itu, berarti suami saya yang salah bukan nak Berry. Dia tidak melakukan apa-apa sampai harus terlihat seperti penjahat disini. Lebih baik kalian berhenti membicarakan diri nya, kalian tidak lupa kalau sedang makan
di rumah nya kan?"
Bu Arin benar-benar bingung dengan jalan pikiran para penggosip ini, apa mereka tidak takut azab ya?
Dari acara tv yang sering ia tonton, akibat dari sering berbicara buruk tentang orang lain bisa berakibat fatal, mayat nya akan jadi hitam jelek jika mereka meninggal.
Selain itu, bibir nya akan bengkok ke samping, membayang kan nya saja Bu Arin sudah merinding. Untung saja dia tidak berani melakukan hal-hal seperti itu, dia masih takut pada akibatnya.
Para ibu penggosip itu terdiam namun mereka tetap memasang wajah tidak suka nya secara terang-terangan.
Si juragan kaya itu mendumel dengan pelan sambil memakan kue nya dengan ganas. Bu Arin mengangkat kepala nya dan sedikit terkejut ketika melihat Berry berdiri di belakang para penggosip itu.
Wajah wanita itu tidak lagi menunjukkan kesan ramah seperti biasanya, Bu Arin berpikir pasti Berry tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka tadi.
Dia hanya dapat menghela nafas pasrah jika Berry marah dan mengusir mereka semua.
"Permisi, saya sedikit tidak senang dengan perilaku anda"Ucap Berry dengan datar.
Para penggosip itu terkejut mendengar suara Berry dan segera berbalik.
Jantung mereka hampir saja copot ketika melihat Berry telah berdiri dengan wajah datar dan dingin nya sambil menatap mereka bertiga, si biang gosip.
Acara yang tadi nya ramai dan ribut mendadak sunyi, para warga di sekitar mengalihkan perhatian mereka pada Berry dan ketiga orang yang suka menjelekkan Berry tersebut.
Sebenarnya Berry malas turun tangan, dari jauh dia sudah melihat para perusuh ini. Ingin dia abaikan, namun telinga nya sangat panas ketika mereka membicarakan nya.
Para manusia pengumpul dosa ini sudah berhasil membuat nya tersinggung terutama di bagian dia tidak memiliki keluarga.
Dia tidak masalah jika di hina sebagai wanita simpanan tapi soal keluarga, hei! bukan kemauan nya jika tidak memiliki keluarga, dia telah sendiri dari kecil.
Apa itu juga salah nya jika dia di buang oleh orang tua nya?
Berry benar-benar sangat tersinggung akan hal ini karena itu dia mendatangi ketiga pendosa ini.
Dia sudah tidak perduli dengan wajah pasrah kepala desa ketika dia meninggalkan pria tua itu dan istri nya demi mendatangi orang orangnya jahanam ini.
"Jujur saja, saya bisa memenjarakan anda karena pencemaran nama baik. Kenapa rupanya jika saya kaya? Banyak uang? Dan tidak menikah? Apa itu menjadi kerugian anda?"Tanya Berry dengan dingin.
Dia menatap tajam ketiga orang yang selalu saja menghina nya. Si ketua penggosip itu mundur beberapa langkah kebelakang, dia hampir saja pingsan ketika mendengar dia akan di penjara.
Kedua lain nya berdiri di belakangnya ketua penggosip mereka, tidak ada yang menyangka kalau Berry akan membalas ucapan mereka.
"Bu... bukan begitu, nak... kami..."
"Saya sudah muak dengan ucapan kalian. Saya bukan orang sembarang yang dapat di ganggu dengan uang yang saya punya, saya bahkan bisa membeli seluruh desa ini. Dan mengusir kalian dari dalam nya, apa itu yang kalian ingin kan?"Lanjut Berry lagi dengan sedikit menyombongkan diri.
Mampus, siapa suruh berani mencari gara-gara dengan seorang Berry Aguelira.
Lihat saja, mereka sudah gemetaran berdiri saja sudah tidak sanggup. Begini yang ingin mencari masalah dengan nya? Dia menjentikkan jari saja, orang-orang ini sudah musnah.
"Ini hari yang baik, sebaiknya kalian tidak membuat masalah. Jika saya mendengar hal-hal seperti itu lagi, terutama dari mulut kalian, saya tidak akan segan menindak lanjuti nya"Ucap Berry sambil tersenyum tipis namun mata nya memelototi ketiga ibu-ibu itu.
Berry sudah seperti malaikat pencabut nya bagi mereka. Si ketua gosip hanya bisa menganggukkan kepala nya dengan cepat, dia meminta maaf karena sudah menjelek jelekkan Berry, wanita cantik itu hanya
mengangkat dagu nya sombong dan pergi meninggalkan mereka.
Bu Arin menatap kepergian Berry, dia mengalihkan pandangannya pada warga desa nya.
"Ayo kita lanjutkan acara nya, abaikan saja mereka"Ujar Bu Arin yang mengarah pada
ketiga ibu penggosip desa mereka.
Semuanya pun mengangguk paham dan kembali melanjutkan makan mereka dengan santai dan penuh dengan suka ria.
Dari kejauhan, Sekelompok pria berpakaian hitam sedang menatap rumah Berry yang sedang ramai dengan warga desa.
Salah satu dari mereka menurunkan teropong yang ia gunakan untuk melihat dengan jelas keadaan rumah itu.
"Aku melihat wanita sialan itu"Ucap si pemegang teropong yang ternyata adalah ketua dari pria-pria berpakaian hitam tersebut. Dia mendecih sinis ketika melihat acara itu.
"Bagaimana dia bisa dengan tenang mengadakan pesta disaat dia telah membawa rahasia besar di saku nya? Wanita ini memang tidak takut mati ya"Lanjutnya lagi dengan senyuman kejam.
Membayangkan semua harta peninggalan ayahnya akan jatuh ke tangan nya, mulut nya sampai berbusa.
"Kita bunuh dia saat sudah sepi, aku tidak ingin menarik perhatian warga sekitar, terlalu merepotkan."
Mereka mengangguk paham akan perintah bos mereka. Asisten pria itu mengambil teropong yang di serahkan padanya dengan iseng dia menggunakan nya dan melihat ke arah rumah baru target mereka.
Tanpa sengaja dia melihat semua makanan enak yang ada di meja panjang itu, perutnya bergemuruh lapar.
Hampir saja air liur nya jatuh jika dia tidak cepat-cepat mengusap nya, barang kali
makanan itu ada di depan nya, dia tidak akan segan menggerogoti nya dengan ganas.
Dia menghela nafas dan berbalik, jantung nya mau copot ketika melihat salah satu anak buah bos nya menatap nya dengan datar.
Asisten itu merasa malu karena tingkah serakah akan makanannya terlihat, itu membuat nya menjadi tidak berwibawa lagi sebagai atasan.
Di luar dugaan, pria yang menatap nya datar tadi memegang perutnya yang berbunyi juga karena lapar.
"Saya lapar"Ucapnya dengan datar, meski begitu asisten tersebut dapat melihat wajah yang memerah malu.
Untung bukan hanya dia yang merasa seperti itu, dia melirik bos nya yang masih berkhayal tentang semua harta itu.
Dia berdehem pelan, "Bos, bagaimana selagi kita menunggu acara nya selesai, kita bersantai sambil mencari sesuatu untuk di makan. Bos belum mengisi perut sejak kita tiba disini"Ucap nya dengan kemanisan di mulut, anak buah yang menatap nya tadi mengangkat jari jempol nya dengan rendah sebagai apresiasi.
Sang bos pun merenungkan saran dari asisten nya, jujur saja saat melihat makanan yang ada di meja itu dia juga menjadi lapar.
"Ide bagus, ayo kita cari makan"Balasnya setelah memikirkan pro dan kontra selama beberapa detik. Asisten itu menipiskan bibir nya menahan senyum kemenangan, segera dia mengangguk dan mempersilakan bos nya berjalan lebih dulu.
Di rumah Berry, Wanita itu menatap ke arah langit seperti nya akan hujan. Tiba-tiba saja langit yang tadi nya cerah kini mendadak mendung, meski masih terlihat matahari nya.
Firasat tidak enak itu kembali melanda nya, Berry merasa gelisah entah mengapa. Dia mengalihkan pandangannya pada para warga yang masih asik menikmati acara di rumahnya. Wanita itu menggelengkan kepalanya pelan, tidak ada masalah yang akan terjadi, itu pasti hanya rasa cemas biasa.
Dia sudah akan memulai hidup baru, apa lagi yang akan dia takuti? Tidak mungkin dia takut pada warga desa lemah seperti merekakan.
Barangkali karena sering menonton film azab, Berry merasa di hantui oleh para korban nya dulu.
Dia pernah mendatangi seorang peramal dulu, saat itu dia baru berumur dua puluh lima tahun.
Karena pekerjaan nya yang harus menjadi mata-mata dan peramal tersebut adalah sumber informasi yang dia butuhkan oleh kelompok nya.
Bersinggung tepat setelah dia meraup semua informasi dari peramal itu, tiba-tiba saja sang peramal mengatakan beberapa hal yang membuat nya bingung.
"Kamu tidak memiliki umur panjang di tubuh ini namun di dunia lain. Kamu akan menemukan apa yang kamu cari selama ini."
Berry merasa peramal itu sudah gila, terbukti di umurnya yang sudah kepala tiga, dia masih menghirup udara kotor ini.
Dia masih harus melawan para penggosip dengan kesabaran yang ia kumpulkan selama ini dan harus tetap melanjutkan hidup meski malas.
Sudahlah untuk apa masa lalu menjadi beban pikiran nya. Tidak ada yang baik tentang itu, percaya lah.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah
semangat kk