Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Merasa Dispesialkan
“Ini katanya namanya gantal. Seumur-umur baru tahu wujudnya. Karena meski pernah nikah, sebelumnya aku enggak sampai ada acara ritual adat gini. Ini isinya apa, sih?” batin Arini yang memang kepo dan sengaja melongok isi sirih yang digulung menyerupai r o k o k tersebut.
Gantal itu merupakan daun sirih yang digulung seperti r o k o k berisi kapur sirih, pinang, tembakau hitam, gambir dan diikat dengan benang putih agar tidak lepas lilitan melingkari daun sirih tersebut. Dalam diamnya, Arini yang selalu mengamati saksama setiap bagian dari ritual yang akan dijalani merasa, gantal itu mirip kinang yang kerap dinikmati mendiang neneknya.
Acara lempar sirih atau balangan gantal, menjadi ritual pertama dalam pernikahan adat Jawa yang Ardhan dan Arini lakukan. Keduanya saling melempar sirih dan dikatakan itu bermakna untuk saling melempar kasih sayang. Ritual ini merupakan bagian dari upacara panggih, yaitu acara bertemunya mempelai pria dan mempelai wanita yang sudah sah menjadi pasangan suami istri.
Selanjutnya, acara dilanjutkan dengan injak telur. Ardhan yang menginjak telur mentah. Telur tersebut ada di cobek tanah liat bersama perlengkapan lain. Ardhan diminta menginjak telur maupun cobek tanah liatnya hingga pecah. Selanjutnya, Arini yang diwajibkan membersihkan kaki sang suami dalam posisi berlutut, menggunakan air kembang yang sudah disediakan.
Dalam diamnya, selain tak hentinya bersyukur, Arini juga terus berdoa. Agar sang ibu tak sampai pingsan hanya karena prosesi yang sedang Arini jalani.
“Boleh nelangsa, boleh terharu, tapi lebih baik sebisa mungkin kita tuangkan semua itu dengan kebahagiaan. Jangan terus menangis apalagi pingsan ya Bu. Ingat, sakitnya Ibu juga dipengaruhi oleh pola pikir Ibu. Yang dulu-dulu ya udah, biar berlalu. Sekarang yang harus kita lakukan cukup bahagia, bangkit dari keterpurukan, dan tentunya jadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya,” bisik Arini memberi arahan sekaligus menyemangati sang ibu di sela prosesi pernikahan yang ia jalani.
“Bocah ini ... Arini memang beda. Dia yang terbiasa terluka saja masih bisa sebijak ini. Namun biasanya orang paling bijak, orang yang paling ceria dan terbiasa menghibur orang ... biasanya orang seperti mereka justru yang paling butuh dukungan mental, kan?” batin Ardhan tak sengaja memergoki sang istri.
Selain menenangkan sang ibu dengan kata-kata yang begitu bijak dan itu membuat Ardhan merasa sangat adem—damai, Arini juga sampai mendekap hangat tubuh sang ibu. Dalam dekapan Arini, ibu Yati tersedu-sedu. Kebersamaan yang terjadi di sebelah pelaminan itu terus mencuri perhatian seorang Ardhan. Ardhan yang tak berniat menghentikan kebersamaan tersebut sengaja meminta pihaknya maupun yang mengurus prosesi adat pernikahannya, untuk memberi Arini maupun ibu Yati waktu.
“Kamu sudah mengangkat derajat keluarga kita, Rin!” ucap ibu Yati. Ia membiarkan jemari tangan sang putri, menyeka tuntas air matanya.
“Namun Ibu jangan lupa, derajat seseorang hanya bisa diangkat oleh orang itu sendiri. Semuanya kembali ke sikap masing-masing. Karena sikap orang lain juga tergantung sikap kita kepada mereka. Hingga mau kita bagian dari keluarga presiden sekalipun, kalau kelakuan kita minus, ya sama saja Bu. Entahlah, ... pusing aku kalau mikirin mbak dan adikku. Moga mereka segera dapat hidayah. Aamiin.” Arini masih bertutur dengan berbisik-bisik di antara musik gendingan yang disetel cukup keras, hingga menambah kesakralan di sana.
Hari ini, dirasa ibu Yati, tangan sang putri menjadi makin wangi melebihi hari-hari sebelumnya, setelah Arini menjadi bagian dari seorang Ardhan. Sementara baru saja, Ardhan menyodorkan kotak berisi tisu kering.
“Makasih banyak Orang Keren,” ucap Arini sambil menarik beberapa tisu kering dari kotak yang suaminya berikan.
Meski nama panggilan dari Arini barusan, merupakan bagian dari ulah Ardhan, Ardhan tetap tidak bisa untuk tidak tertawa. Walau detik berikutnya, kebersamaan di sana justru terusik oleh jeritan suara cempreng seorang pria tua.
“Jammmmm, ... mantu lagi kok aku enggak diundang? Takut aku ngabis-ngabisin prasmanan, ya? Ngapain takut aku ngabis-ngabisin sih, Jam? Kan aku cuma makan makanannya, minum minumannya, sisanya semacam perabotannya, aku bawa pulang buat dijual lah, Jam. Laip is mani kan?” teriak seorang pria tua yang lagi-lagi memakai mikrofon. Mikrofon tersebut, pria itu ambil dari kru acara. Ia berlari dan langsung menjadikan pak Azzam sebagai tujuannya.
Tak tanggung-tanggung, pria tua bernama Ojan, tapi selalu ingin dipanggil “Kak Ojan" itu langsung nempel minta digendong di depan dada pak Azzam yang untungnya langsung sigap menggendongnya.
“A'udzubillaahi minassyaithoonirrajim, bismi-llāhi ar-raḥmāni ar-raḥīmi. Allāhu lā ilāha illā huw, al-ḥayyul-qayyūm, lā—” Pak Azzam yang menatap malas kakek-kakek yang memaksanya menggendongnya di depan dada belum beres berbicara.
“Eh, Jam ... dikiranya aku kesurupan! Sembarangan kamu, bacain aku ayat kursi!” protes kakek Ojan dan membuat pak Azzam tertawa puas di depan wajahnya.
“Ah, Jaaaam, aku kangen banget ke kamu. Kamu kangen aku juga, kan?” heboh kakek Ojan sambil membenamkan wajahnya di dada pak Azzam.
“Geli ih, Jan. Istriku saja enggak ngusek-ngusek gitu!” semprot pak Azzam.
“Nah Ri, ... kode keras itu biar kamu ngusek-ngusek. Alamatnya, Ardhan yang baru nikah lagi, bakalan punya adik lagi! Huahahaha ... cemiwiw!” heboh kakek Ojan yang membuat ibu Sundari tertawa sampai lemas. Lain lagi dengan pak Azzam yang ada di sebelahnya, dan justru seolah akan m e n e r k a m kakek Ojan hidup-hidup.
Di lain sisi, Ardhan yang masih diam dan keberadaannya hanya terpaut dua meter dari orang tuanya, melirik tajam Arini. Hal tersebut terjadi karena Ardhan paham, istri barunya merupakan fans garis keras kakek atau itu kak Ojan. Malahan saking ngefans-nya, hingga malam dan mereka sudah di kamar hanya berdua, Arini justru sibuk dengan ponsel untuk melihat foto-fotonya dengan kak Ojan.
Foto-foto tersebut Arini dapatkan ketika di acara pernikahannya dan Ardhan. Sementara kini, bos besar yang sudah resmi menjadi suaminya, baru saja duduk di sebelahnya. Kasur empuk di kamar Ardhan seketika terguncang dan otomatis mengusik Arini.
“Kalau enggak ngefans dan merasakan efek positif dari ngefans-nya, tentu ceritanya beda,” ucap Arini sambil sesekali menatap wajah Ardhan, kemudian berganti pada layar ponselnya. Namun, sadar kini sudah malam, dan mau tak mau akan menjadi malam pertama mereka, Arini sengaja menaruh ponselnya di meja nakas sebelahnya.
“Dia memang artis. Artis fenomenal yang dari awal terkenal selalu eksis karena dia selalu punya cara buat tetap eksis. Enggak ada yang bisa menandinginya, bahkan anak-anaknya saja, enggak ada yang bisa seperti dia!” ucap Ardhan serius dan memang tengah memberikan review singkat tentang kak Ojan.
“Kak Ojan boleh bertampang di bawah pas-pasan bahkan memang kurang good looking. Selain itu, tingkahnya yang nyeleneh juga kerap membuatnya dianggap kurang waras. Namun mengenai kerja keras dan tanggung jawabnya kepada istri dan anak-anaknya, menjadi alasan pria itu selalu sukses dan dilancarkan rezekinya,” ucap Arini yang bergegas meraih tangan kanan sang suami dan awalnya tengah bersedekap. Selain itu, Ardhan yang awalnya meliriknya sinis khas pria itu tengah cemburu, juga jadi kebingungan hanya karena apa yang ia lakukan dan itu memijat tangan Ardhan.
“Deg-degan, tapi ... apa yang dia lakukan bikin aku merasa dispesialkan,” batin Ardhan. Ia sengaja mendekatkan wajah khususnya bibirnya ke kening Arini. Namun di waktu yang sama, Arini yang masih memakai hijab justru menunduk dalam untuk mengambil sesuatu.
“Kamu lagi ngapain, sih?” tanya Ardhan antara kesal, tapi ngarep juga.
“Turun dulu, yuk. Ini aku nemu steples, untung enggak kena tangan Orang Keren. Cari aman, mending ganti bed cover,” serius Arini yang belum tahu, bahwa sang suami sudah akan memulai menyentuhnya.
(Yok lah diramaikan 😂😂😂)
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...
orang keq mereka tak perlu d'tangisi... kuy lah kalean menikah.. 🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣