"Maukah kau menikahi ku, untuk menutupi aib keluarga ku?" tanya Jisya pada seorang satpam yang diam menatapnya datar.
Kisah seorang gadis yang lebih rela di nikahi oleh seorang satpam muda demi tidak menikah dengan seorang pengusaha angkuh dan playboy.
Sanggupkah satpam datar itu bertahan di tengah-tengah keluarga istrinya yang sering menghinanya? atau dia memilih pergi saja? dan siapa kah sebenarnya satpam muda itu?
Mari ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Ayah Arga
Jisya yang sudah sangat lama tertidur akhirnya terbangun dan merasa dirinya berada di atas ranjang.
Jisya melihat tubuhnya yang terbalut selimut dengan kipas angin masih berputar mengenainya.
Kenapa aku tiba-tiba berada di sini ya? Siapa yang membawa ku kemari?. Batinnya kemudian mendudukkan diri.
Indra penciumannya seperti mencium aroma wangi masakan yang membuat dia tiba-tiba merasa langsung kelaparan.
"Wangi banget, siapa yang masak? Apa mas Arga yang masak?" Gumam Jisya turun dari ranjang dan keluar kamar berjalan ke arah dapur.
Benar saja di sana dia melihat suaminya yang sedang sibuk masak. Pria itu juga terlihat sangat tampan dan menggoda, apalagi dia tidak sedang berpenampilan culun seperti biasanya. Jisya sampai di buat pangling melihat pria itu sehingga merasa dirinya seperti terhipnotis.
Kenapa pria ini tampan sekali ya? Yang membuat aku heran bagaimana bisa di saat dia memakai topi dan kacamata putihnya itu, dia benar-benar terlihat seperti culun yang seperti langit dan bumi jika di bandingkan dengan wajahnya yang sekarang. Batin Jisya terus saja menatap suaminya tanpa dia sadari pria itu sudah berdiri di hadapannya.
"Kau sudah bangun?"c tanya Arga membuat Jisya terkaget.
"Astagfirullah!" Kaget Jisya mengusap-usap dadanya.
"I-iya." Jawab Jisya melirik ke belakang untuk melihat apa yang suaminya masak.
"Mas masak apa?" Tambahnya.
"Hanya makanan sederhana." Jawab Arga kembali melanjutkan masakannya.
"Mas Arga belajar masak di mana?" Tanya Jisya lagi kemudian tersenyum. "Sepertinya enak."
"Luar negeri." Jawab Arga jujur karena dia bisa masak semenjak dia kuliah di luar negeri.
Jisya melihat suaminya dengan pandangan bengong saat mendengar jawaban dari laki-laki itu.
Arga tersenyum, "Kau terlalu serius, Nona." Kata Arga.
Jisya langsung tertawa mendengar suaminya yang dia pikir sedang bercanda.
"Mas Arga ada-ada saja."
"Mas, kalau boleh tahu, ke mana orang tua, Mas Arga?" Jisya sedikit penasaran karena selama ini dia tidak pernah mendengar adanya pria itu menyinggung tentang kedua orang tuanya atau keluarga yang lainnya.
Arga kembali tersenyum dan meliriknya sekilas ke arah Jisya, "Bunda ku sudah wafat, sedangkan Ayahku sudah menikah lagi dan tinggal bersama istri barunya." Jawab Arga benar-benar jujur dan tidak menutupi tentang keluarganya yang sesungguhnya.
"Maaf, karena aku tidak sengaja menyinggung tentang Bunda mu." Jisya merasa tidak enak dengan suaminya karena dia tidak tahu ternyata suaminya itu sudah tidak punya ibu.
"Santai saja. Semua yang hidup pasti akan mati bukan? Sama seperti Bunda, Bunda meninggal karena terkena serangan jantung melihat Ayah tidur bersama selingkuhannya, sepupu Bunda ku sendiri." Sekali lagi Arga kembali berkata jujur sembari memindahkan masakannya ke piring.
"Selingkuh?"
"Hm, selingkuh, seperti b*nat*ng." jawab Arga dengan senyuman yang terlihat penuh dendam dalam hatinya yang tergambar dari wajahnya.
Jisya tertegun mendengar kata-kata pedas dari suaminya dan menatap seksama pria itu.
"Kau terlalu serius ladies." Arga mengelus lembut wajah wanita itu untuk menyadarkannya.
"Tragis sekali..." Gumam Jisya.
"Ayo kita makan, setelah itu kau pergi membersihkan tubuhmu. Karena sekarang sudah pukul 7 malam." Ucap pria itu.
Jisya baru menyadari ternyata sudah malam. Karena melihat suaminya sangat tampan sampai membuat dia tidak menyadari jika waktu sudah gelap.
"Iya, aku baru menyadari ternyata sudah malam." Ucap Jisya tersenyum.
"Arga!" Terdengar seseorang berteriak dari luar tanpa memberi salam sambil melangkah masuk ke dalam.
"Sejengkal saja lagi kau melangkahkan kaki mu masuk ke dalam dapur ku, maka ku patahkan kakimu!" Ucap Arga tahu siapa yang datang.
"Wow! Santai bro, aku akan duduk manis di luar." Sahut pria itu.
"Siapa sih Mas?" Terlihat Jisya kalang kabut takut pria itu masuk ke dalam dapur suaminya karena sekarang dia tidak memakai jilbab.
"Tenang saja, dia tidak akan berani masuk ke dalam sini. Makanya lain kali kalau keluar dari kamar, biasa kan jilbab kamu langsung dipakai." Ucap Arga di angguki cepat oleh istrinya.
Arga keluar dari dapur menuju ke kamar dan mengambil jilbab untuk istrinya kemudian kembali lagi ke dapur.
"Pakai jilbabmu ini. Setelah itu kau makan saya duluan, jangan menungguku."
"Tidak, nanti saja aku makan bareng sama Mas Arga,"
"Tidak. Makan saja dulu, aku tahu kamu sudah lapar."
Jisya tersenyum dan mengangguk karena dia memang sudah sangat lapar.
Arga keluar dari dapur dengan wajah kesal. "Mengganggu ketenangan hidup orang saja kau!"
"Hahaha hahaha hahaha. Ayolah bro, ini masih sangat siang untuk melakukan wik-wik," ujar Veral menggoda temannya.
Arga tidak menanggapi ucapan Veral.
Iya, ternyata yang datang itu adalah Veral. Dia memang sengaja memanggil Rega dengan sebutan Arga atas permintaan Rega sendiri jika dia datang ke rumah teman baiknya itu.
"Kenapa kau datang terlalu cepat?" Tanya Arga.
"Nanti aku telat, di bilang lelet, cepat juga bertanya, ck ck ck" jawab Veral menggeleng-geleng.
"Apa istri mu ada di rumah?"
"Iya, makanya aku juga berada di rumah."
"Hahahaha seorang Rega menjadi suami yang baik buat istrinya yang sederhana, sungguh suami yang so sweet..." Ledek Veral kembali tertawa.
Lagi dan lagi Arga tetap tidak menanggapi ucapan temannya.
"Hai kakak ipar," tiba-tiba Veral mengangkat tangannya dan menyapa Jisya sembari mengedipkan satu matanya.
Jisya di buat mengerut. Itu bukannya Sutradara Veral ya? Yang terkenal cassanova itu?. Batin Jisya.
Jisya hanya tersenyum tipis menanggapi Veral yang menyapanya. Wanita itu bingung bagaimana suaminya bisa mengenali Sutradara Veral, bahkan terlihat mereka sangat dekat.
"Bagaimana kalau kita berkenalan dulu kakak ipar, nama ku Veral," ucap Veral menangkup kedua tangan di depan dada tanda menyapa dan berkenalan dengan istri sahabat baiknya.
Jisya melirik ke arah suaminya yang terlihat cuek-cuek saja.
"Jisya." Jawab Jisya ingin masuk ke dalam kamar.
"Eits, kau mau kemana kakak ipar?" Tanya Veral.
"Masuk." Jawab Jisya.
"Tidak usah kakak ipar, mari kita pergi shopping di Mall, untuk membeli apa saja semua yang kakak ipar mau, aku belanja," angkuh Veral mengajak Jisya sembari menepuk-nepuk dada bidangnya.
Jisya menggeleng, "Tidak, Tuan. Terima kasih." Tolak Jisya halus.
"Ayo." Tiba-tiba Arga berdiri dan mengajak istrinya pergi.
"Pergi mana, Mas?" Tanya Jisya.
"Pergi membeli baju dan juga dal*man mu, bukan kah kau tidak memiliki pakaian apapun."
Blush
Ucapan Arga membuat Jisya malu karena suaminya itu terang-terangan menyebut dal*man di depan Veral yang terlihat malah santai-santai saja.
"Tidak, Mas. Aku tidak punya uang." Tolak Jisya.
"Veral yang akan membayar belanjaan mu, dia yang mengajak mu." Jawab Arga mulai melangkah keluar.
"Benar kakak ipar, ayo." Ajak Veral lagi menyusul di punggung Arga.
"Tidak, ak...." Jisya hanya bisa menarik nafas saat kedua pria itu sudah berada di lua rumah.
Mau tidak mau dia terpaksa menyusul di punggung mereka berdua.
Tak berapa lama mereka pun tiba di sebuah Mall besar yang berada di kota.
Veral langsung saja turun dan melangkah masuk ke dalam. Sedangkan Jisya menahan suaminya untuk turun dari mobil.
"Mas, kita pulang saja yuk aku nggak mau berbelanja di sini," bisik Jisya di telinga suaminya.
"Kalau tidak berbelanj, lalu kau mau pakai apa?" Tanya Arga.
"Iya tapi bukan itu maksud aku Mas, di sini itu barang-barangnya mahal semua,"
"Kau tidak perlu memikirkan itu, kan ada Veral yang akan membayarnya tagihan mu."
Ucap Arga turun dari mobil yang membuat Jisya kesal karena dia berpikir suaminya itu apa masih waras atau tidak, karena bagaimana bisa suaminya menyuruh pria lain yang membelanjakannya, sedangkan dia itu adalah istrinya. Pikir Jisya.
Wanita itu sebenarnya tidak tahu kedatangan Veral ke rumah Arga semua itu atas keinginan suaminya.
Karena tadi Arga sengaja menghubungi Veral agar datang, supaya dia bisa mengajak istrinya pergi membeli pakaian untuk wanita itu, karena Arga tahu kalau istrinya tidak punya pakaian sama sekali mengingat tadi semua anggota keluarganya tidak ada yang mengizinkan istrinya untuk membawa satupun barang-barang miliknya dari rumah.
Alasan Arga melakukan itu semua. Karena mana mungkin dia yang mengajak istrinya, sedangkan istrinya tahu jika dia itu hanya pria biasa-biasa saja yang punya ekonomi keterbatasan, makanya dia meminta bantuan kepada sahabat baiknya.
Tapi saat membayar tagihannya nanti, tentu saja Arga yang akan membayarnya tanpa diketahui oleh istrinya tentunya.
,,,
Keesokan harinya terlihat Arga yang mendatangi Mension Omanya karena wanita paruh baya itu memintanya untuk datang.
Tapi siapa yang menyangka, ternyata di sana sudah ada Ayahnya yang menunggunya.
Arga melangkah masuk ke dalam rumah dan melihat Ayahnya di sana, ingin melewati pria paruh baya itu, karena dia memang sangat tidak menyukai Ayahnya.
"Rega!" Terdengar suara yang sedang marah dari Ayahnya.
Arga seolah tuli dan seperti tak peduli.
"Berani kau menikah dengan perempuan pembunuh itu! Kau menikah juga bahkan tanpa meminta izin kepada Ayah! Kau ini memang anak yang tidak punya sopan santun kepada orang tua! Apa kau tahu? Calon istrimu sudah tiba, dan mau tidak mau, kau harus menikah dengan wanita itu!" Sentak pria paruh baya itu.
"Memang di mana aku bisa belajar sopan santun? apa Anda pernah mendidik saya? Oh, iya, aku lupa, kau memang pernah mendidikku, tapi didikan yang salah, karena kau malah memperlihatkan contoh yang tidak baik kepadaku, dengan meniduri ipar sepupu Anda sendiri." Sinis Arga menyindir dengan nada pedas.
"Menikah? Dengan pel*cur mana lagi yang kau pinta untuk aku nikahi? Memang apa hakmu ingin mengatur hidupku? Aku tidak hidup dengan hartamu, jadi kau tidak usah sok menjadi Ayah bagiku!" Tambah Arga menyadarkan Ayahnya jika Ayahnya tidak berhak untuk mengatur kehidupannya.
"Kurang ajar!" Pria itu sangat murka dan ingin menambah putranya.
Tak!
"Jangan salahkan saya yang tidak punya rasa sopan santun dengan Anda, karena Anda sendirian tidak pernah mendidik saya dengan benar. Dan Anda juga sudah menjadi Ayah yang gagal!" Mendorong kasar tangan Ayahnya.
"Keluar dari rumah ku! Jangan sampai aku menyuruh pengawal untuk mengusir Anda!"