Menikah dengan lelaki yang dicintai, ternyata tidak menjamin kebahagiaan, ada kalanya justru menjadi luka yang tak ada habisnya.
Seperti halnya yang dialami oleh Raina Almeera. Alih-alih bahagia karena menikah dengan lelaki pujaan—Nero Morvion, Raina malah menderita karena hanya dijadikan alat untuk membalas dendam.
Walau akhirnya ... takdir berkata lain pada skenario yang dibuat lebih awal oleh Nero.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nomor Asing
"Besok aku akan ke London."
Gerakan Raina yang sedang melepas sanggul, terhenti seketika. Setelah tadi di mobil hanya diam, kini Nero langsung mengucap kalimat yang menyesakkan ketika baru hitungan detik tiba di kamar. Raina menatap Nero dari pantulan cermin di depannya. Namun, lelaki yang dipandang itu seolah tak tahu. Ia tetap asyik melepas jas dan ikat pinggang.
"Apakah lama?" Raina memberanikan diri bertanya.
"Tergantung." Jawaban datar dan singkat. Terkesan acuh tak acuh.
Raina hanya bisa menarik napas panjang. Sesak di pesta tadi belum hilang sepenuhnya, kini sudah ditambah lagi dengan kepergian Nero yang entah akan berapa lama. Apakah selamanya hubungan mereka akan seperti itu? Tidak adakah celah sedikit saja untuk meluluhkan hati Nero? Kalaupun tak bisa mencinta, setidaknya bisa menghargai keberadaan dirinya.
"Urusan kerja," sambung Nero sambil melangkah ke kamar mandi, meninggalkan Raina yang kini hanya menunduk. Matanya kembali berkaca-kaca. Bahkan, air mata itu jatuh jua bersamaan dengan tertutupnya pintu kamar mandi.
Sayangnya, sebesar apa pun kesedihan yang Raina rasa, tak menyurutkan niat Nero. Entah benar-benar tidak tahu atau memang sengaja tak peduli, keesokan harinya Nero malah berangkat pagi-pagi sekali.
"Hati-hati, Om."
Hanya tiga kata itu yang sanggup Raina ucap. Sedangkan kalimat 'kabari aku jika sudah tiba di sana' hanya tertahan di tenggorokan. Raina tak berani mengatakannya. Ia takut kecewa dengan respon Nero nantinya, yang ia yakini tak mungkin sesuai dengan harapan.
Alhasil, sampai tubuh Nero menghilang di balik pintu kamar, Raina hanya berdiri mematung. Menatap jejak Nero dengan batin yang berkecamuk hebat.
"Aku nggak apa-apa kok. Bisa makan kenyang, kebutuhan terpenuhi, harusnya ini udah cukup, kan?" gumam Raina, menenangkan hati yang kian rapuh.
Sembari menarik napas panjang, Raina kembali melangkah menuju ranjang. Duduk diam di sana dengan pikiran yang tak menentu. Terlebih saat menghirup aroma parfum Nero yang masih tertinggal, rasanya semua ini makin menyesakkan saja. Rasanya ... suatu saat dia pun bisa menyerah dengan semuanya.
Ketika Raina masih sibuk dengan lamunan, ponsel miliknya bergetar sesaat. Sebenarnya, Raina cukup malas untuk berjalan ke meja dan mengambilnya. Namun, entah mengapa akhirnya ia lakukan juga.
'Apakah benar ini istrinya Nero?'
Satu pesan masuk dari nomor yang tak ada dalam daftar kontaknya.
Raina mengernyitkan kening, siapa gerangan? Di tengah keheranannya itu, dia menuliskan pesan balasan.
'Iya, ini saya. Ini siapa?'
Hanya berganti detik, orang tersebut sudah membalas kembali.
'Kau ada waktu luang? Aku ingin bicara denganmu.'
Raina makin keheranan. Lantas, ia melihat foto profil yang digunakan oleh nomor tersebut. Seorang wanita. Rambutnya hitam lurus sebahu. Riasannya tipis dan natural. Senyumnya menawan. Meski wajahnya tampak dewasa, tetapi kecantikannya melebihi rata-rata.
"Siapa wanita ini? Apa hubungannya dengan Om Nero? Kenapa sekarang sampai menghubungiku?" batin Raina.
'Kau sedang sibuk?'
'Baiklah, kalau begitu lain waktu saja kita bicara. Kabari aku jika kau sudah senggang.'
Lagi, nomor itu mengirimkan pesan pada Raina. Untuk kedua kalinya sekadar dibaca, tanpa dibalas. Raina masih tak tahu harus menjawab apa. Dia belum kuat hati andai wanita itu memiliki hubungan istimewa dengan Nero. Anne sudah cukup membuatnya terluka, jangan sampai ada wanita lain lagi.
'Sebenarnya kamu siapa?'
Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Raina memberanikan diri untuk membalas. Bertanya lagi tentang identitas wanita itu, minimal ... tahu namanya.
Namun, bukannya membalas dengan pesan serupa, nomor tersebut justru melakukan panggilan. Raina menatap ragu. Ia bimbang, antara menolak atau menerimanya.
Bersambung...