Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND ~ Bab 30
Langkah sepatu warrior itu berjalan cepat setengah melompat demi menyusul langkah sepati pantofel Hilman, "tunggu dulu! Bisa kan, kalo orang ngomong tuh di denger? Berenti dulu!"
Dug!
"Ihhh!" keluhnya menyengit dengan mata yang melotot saat Hilman dengan tanpa berbudinya menghentikan langkah. Dan secara otomatis, dirinya yang tanpa rem itu menubruk bahu sekokoh adukan semen dicampur angkara murka.
"Bisa kan, kalo ngomong pake rem, kalo jalan liat-liat pake mata?" balasnya tak mau kalah.
Alis Ceren semakin menukik, fix adiknya tuh dibikin pas emak bapaknya lagi umroh, jadi bawaannya adem. Nah, masnya dibikin pas emak bapaknya lagi ziarah kuburan dukun san tet, udah gitu ngga mandi dulu!
"Maksud bapak ngga pantes apa barusan? Mau bilang saya perempuan ngga bener, udah nikah tapi masih rangkulan sama cowok lain gitu?" tembaknya.
Hilman menggidik acuh tak acuh dengan pandangan mengedar waspada..... aman. Ia hanya tak mau diribetkan dengan masalah sepele ini, obrolannya dan Ceren bukan ranahnya sekolah jika pasal begini, dan bahaya kalau dilakukan di luar ruangan begini.
"Itu kamu yang bilang, bukan saya." Balasnya jutek.
Ceren menepis udara, "ck. Udah ketebak, pasti mau ngomong gitu."
Sejurus kemudian wajahnya berubah, usil. "Bapak cemburu ya, liat saya dirangkul Aji?!" wajah Hilman memundur barang secenti dengan alis yang mengernyit, "tuduhan kamu tak beralasan. Saya sibuk, sudah...kamu masuk kelas...ngga pantes, orang lain belajar, kamu di luar cekikikan kaya bukan seorang pelajar....kamu kira ini sekolah suamimu!" jawabnya kembali melengos pergi.
"Dih!" Ceren terjengkat, "kan emang begitu!" ia tertawa sendiri menepuk-nepuk jidat, "gue kepedean ngga sih?" lantas ia menggeleng, "bodo amat lah..."
"Ngapain ke kantor, kamu punya urusan sama kepala sekolah, Ren? Salah apa lagi, sih?" tanya Fira mencecar saat Ceren memintanya berjalan ke gerbang duluan karena ia yang harus menyerbu kantor kepsek.
Apakah wajahnya wajah-wajah pendosa? Toh yang masuk ruang kantor kepala sekolah kan bukan cuma anak bermasalah, siswa berprestasi, orangtua murid yang mau nyuap, guru ganjen, guru yang cari perhatian, guru kesiswaan, bahkan staf kebersihan pun sering masuk kesana...
Ceren menggeleng, "ada urusan bisnis." Jawablah lebih rumit, dan itu sukses membuat Fira mengernyit sampe ke jantung-jantung, gadis itu mendengus dan tertawa kecil, "gayamu so iyehh! Bisnis apa? Mana mau, manusia sekelas pak Bodo bisnis sama kamu..." ia menggeleng prihatin, "dihukum apa sih? Bersiin ruang kepala sekolah?" tembak Fira, "ya udah ayok, biasanya juga aku temenin."
"Eh, ngga...ngga usah Ra. Bukannya kemaren kamu bilang hari ini, kamu mau nonton bundamu *nyuci piring*?" tawanya yang langsung ditatap sinis Fira, "nge-DJ, bukan cuci piring...."
Fira terlihat menimbang-nimbang, "ah, aku lupa. Ya udah, sorry yaa...hari ini aku ngga bisa nemenin kamu, Ren. Ngga apa-apa kan ditinggal di ruang kepala sekolah ganteng tapi galak? Ya anggap aja lah lagi uji nyali..."
Dan sekali lagi, Ceren memutar bola matanya, karena kepala sekolah yang disebut ganteng tapi galak itu adalah suaminya, andai...andai Fira tau.
Ceren mengangguk, tak mungkin ia mengajak Fira karena bisnis yang akan ia bahas bersama Hilman adalah bisnis rumah tangganya.
Kedua gadis ini berpisah di depan kelas karena arah jalan yang berbeda.
Langkah terburu-buru Ceren praktis dilihat oleh beberapa siswa yang ada di lapang, termasuk Faiz, "Ren!"
Kembali kakinya terhenti dan melirik ke arah suara, "Hey!"
"Kemana?" tanya nya yang telah berkeringat, pemuda ini rupanya tengah bermain sepakbola selepas pelajaran berakhir, bukan ekskul hanya iseng-iseng berhadiah sambil buang toxic.
"Ke---" Ceren ragu menjawabnya, ia malas jika Faiz akan seribet Fira tadi. Padahal hubungannya dan Hilman sah di mata agama maupun hukum, tapi rasanya seperti ia tersangka zi naaa saja. Dan mendadak dunia tuh seperti sedang kepo pada urusannya.
Ceren menghela nafas beratnya, "ke ruang kepala sekolah."
Di luar dugaan, Faiz justru tertawa seraya menepuk-nepuk pundaknya, "anak bandel sejati."
"Good luck, kalo lo ngga sanggup kasih tau gue...gue masih main bola di lapang sampe jam 2." bilangnya sambil berlari kembali.
Ceren terkekeh meringis, "njirr banget.." kembali ia melanjutkan langkahnya menuju ruang kepala sekolah.
Tok...tok...tok...
"Pak," sepertinya ketukan pintu hanya sekedar formalitas saja untuknya, karena dengan jelas tanpa menunggu jawaban atau ijin ia langsung saja membuka pintu ruangan Hilman dan masuk begitu saja tanpa tau jika di dalam sana para guru kesiswaan masih berkumpul dan mengobrol santai.
Saking santainya, pak Wahyu telah membuka setengah kancing baju bagian atasnya dan menyenderkan punggung di sofa sambil menyeruput kopinya. Pak Erlangga saja sudah menanggalkan topi dan sepatu olahraganya, dengan hanya memakai sandal jepit seraya mencomot bolu yang ada di atas meja.
Bukan Ceren atau Hilman yang menjerit kerasukan, melainkan para bapak guru itu yang terkejut dengan kehadiran sosok lawan jenis diantara kumpulan santai *men time* mereka.
"Astaghfirullah!" jerit pak Wahyu.
Ceren menutup wajahnya namun kemudian tertawa, "astagaaaa!"
"Cerennnn!" teriaknya lagi, "bener-bener nih anak!" geramnya sibuk membenarkan kemeja.
"Maaf bapak ih, maaf....kirain bapak-bapak ngga ada disini," tanpa berniat keluar terlebih dahulu Ceren menurunkan kedua tangannya dan melihat jika pak Wahyu sudah mengancingkan kembali baju safarinya, "kamu....liat badan seksi saya, pele cehan."
Ia tak bisa untuk tak meledakan tawanya, karena lebih tepatnya badan pak Wahyu itu persis odading (kue bantal).
Pak Erlangga dan pak Yuda tertawa, "kalo masuk tuh diketuk dulu, salam dulu...mau apa kesini?"
Hilman yang luput dari pandangan rupanya sudah terkekeh-kekeh sejak tadi, kepala sekolah satu ini pun telah menggulung lengan kemeja dan menanggalkan sepatunya berganti jadi sendal jepit. Ceren baru tau jika nyatanya para sosok berwibawa di depan para murid ini memiliki me time nya selepas kegiatan belajar mengajar, dan tak sangka pula jika bapak-bapak garang ini rupanya satu geng.
Ditatapnya Hilman, dibalik sosok dingin dan datarnya itu, pada kenyataannya ia punya teman juga! *Hahahaha*, Ceren tertawa dalam hati.
"Mana saya tau bapak-bapak lagi pada ngaso...saya ada perlu sama bapak kepala..." jawab Ceren yang langsung saja pandangan para geng bapak-bapak itu mengarah pada kepala sekolah mereka, karena tumben sekali kedua manusia ini terlibat urusan.
"Sok atuh, dirampungkan urusannya..." ujar pak Yudha menyilahkan Ceren untuk duduk, namun mereka terlihat enggan keluar.
Sampai Hilman akhirnya angkat bicara, "di luar saja." ia sudah beranjak dari sana membuat ketiga guru itu ikut beranjak tak enak, "eh, kalo privasi kita saja yang keluar, pak?"
Hilman menggelengkan kepala, "tidak usah. Hanya urusan kecil dan tidak terlalu penting..." Hilman sudah meraih ponsel dan dompetnya, lalu menggiring Ceren keluar dari sana meninggalkan geng bapak-bapak tua itu.
Hilman mengambil jalur ke arah mushola sekolah, "tunggu dulu disini. Kebetulan saya belum dzuhur, apa kamu sudah solat?" tanya nya.
"Nanti aja di rumah." jawab Ceren. Pria itu menyerahkan dompet dan ponselnya pada Ceren, "pegang. Jaga."
Dengan mudahnya Ceren menurut seperti kucing kecil dan memilih menunggu Hilman selesai menunaikan kewajibannya.
Sesekali ia melirik ke belakang demi melihat punggung tegap itu khusyuk beribadah, dengan beberapa penghuni sekolah yang juga melakukan hal sama.
Ditatapnya dompet dan ponsel yang ada dalam pegangan, cukup tebal! Cih! Mulut Ceren melengkung, *syombong! Kayanya minta pegangin cuma mau pamer kalo isinya tebel*!
Dompet kulit coklat itu seukuran saku celana belakang, dengan logo buaya di bawahnya, apakah sebuaya yang punyanya? Ceren terkekeh sendiri.
"Nah, udah punya niat mau tilep isinya, to?" lirih suara itu sukses membuat Ceren menoleh, "enak aja! Ceren cukup tau diri...meskipun punya hak buat tau isinya..." jawabnya menyodorkan dengan tak ikhlas kedua barang itu pada pemiliknya.
Hilman kembali menerimanya dan beralih mengambil sesuatu dari salah satu lipatan dalamnya, "isinya masih saldo awal. Berapa mendiang Gilang kasih uang jajan kamu setiap hari?" tanya nya.
"Kenapa emangnya? Biasanya...." Ceren masih menimbang-nimbang, apa harus ia mengada-ada biar dikasih lebih? Yeah! Lumayan kan, kalo dulu ngurus Gilang cuma seorang, kalo sekarang kan pak Hilman paketan sama buntut!
"Saya kasih 50 ribu saja. Tak lebih tak kurang." Tukasnya saat Ceren baru akan bersuara, membuat mulutnya seketika mengatup kembali, *dasar pelit*!
.
.
.
.
.
.
ampuuuun bengek aku baca novel ini padahal baru 2 bab.
baru baca bab awal wes gokil abeees.
mudah mudahan konsisten ya thor tetep gokil ampe tamat.
setelah ijab kabul perasaan antara sepasang suami istri pasti akan menyatu ada ikatan bathin yang saling menyatu.
salut sama temen Caren, itulah arti sahabat sejati apapun yang terjadi selalu ada disampingnya
mkasih kak sin update nya