Kehidupan Alexa dibuat berubah sejak kedatangan lelaki yang berhasil membuat setetes air matanya jatuh dipertemuan pertama mereka. Dalam kekosongan hidupnya, Alexa menemukan Elio lelaki yang mengubah segalanya. Bersama Elio, ia merasakan kebebasan dan kenyamanan yang tak pernah ia miliki sebelumnya. Meskipun banyak yang memperingatkannya tentang sisi gelap Elio, hatinya menolak untuk percaya. Namun, ketika sebuah peristiwa mengguncang dunia mereka, keraguan mulai merayap masuk, memaksa Alexa untuk mempertanyakan pilihannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhea Annisa Putri Sofiyan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Euphoria
Alexa menatap pantulan dirinya dicermin memastikan penampilannya kembali, hari ini hari libur Elio bilang akan mengajaknya jalan, Elio bilang tak perlu khawatir sebab Ia yang akan meminta izin pada Alex Papanya itu.
Pagi itu, langit Jakarta bersih tanpa awan, memberikan suasana cerah sempurna untuk menghabiskan hari di Dufan. Suara gemuruh wahana dan tawa pengunjung sudah terdengar sejak memasuki pintu gerbang. Di tengah keramaian, Alex berjalan di samping Elio, yang sesekali meliriknya dengan senyum kecil. Tangan mereka hampir bersentuhan, tapi tak ada yang bergerak lebih dulu. Ada kegugupan yang manis di antara mereka, meski tawa riang pengunjung seolah menutupi perasaan itu.
"Yakin Lo berani?" tanya Elio, menunjuk ke arah Halilintar, roller coaster yang terkenal dengan lintasan curam dan kecepatan ekstrem. Alexa menelan ludah, gugup tapi tak mau terlihat takut.
“Yakin dong, Lo pikir Gue penakut!” balas Alexa, meski senyum canggung tersungging di bibirnya.
Mereka mengantri bersama, dengan suara gemuruh mesin di atas mereka. Sesekali, Elio melemparkan lelucon ringan yang membuat Alexa tertawa berhasil membuat jantung Elio berdebar lebih cepat. Saat tiba giliran mereka naik, Alexa merasa Elio menyentuh tangannya sekilas, dan meski hanya sebentar, sentuhan itu membuat pipinya memanas.
Roller coaster mulai bergerak, perlahan menaiki lintasan pertama. Elio duduk di samping Alexa, pandangannya tertuju ke depan tapi tangannya kini lebih dekat dengan tangan Alexa. Ketika kereta tiba di puncak, Alexa mendadak menggenggam tangan Elio dengan erat, membuatnya tersenyum puas.
"Tenang..ada Gue disini" bisik Elio lembut, suaranya nyaris tenggelam oleh jeritan pengunjung lain saat roller coaster mulai meluncur tajam ke bawah. Alexa menutup mata, tapi genggaman tangannya tak dilepaskan.
Setelahnya, mereka berjalan beriringan ke wahana selanjutnya. Kali ini, Elio yang tampak gugup. Mereka berdiri di depan Hysteria, menara tinggi yang akan membawa mereka ke puncak lalu menjatuhkan secara tiba-tiba.
“kenapa kak takut?” ledek Alexa sambil tersenyum jahil, mencoba membalas keberanian Elio di wahana sebelumnya. Elio terkekeh, tapi tetap saja, saat mereka duduk di kursi wahana, tangan Elio terulur, meraih tangan Alexa dengan penuh rasa percaya.
Saat Hysteria menjulang naik, pemandangan Jakarta tampak jelas dari atas sana. Namun, tak ada yang benar-benar mereka perhatikan kecuali perasaan yang bergemuruh di dalam dada masing-masing. Ketika wahana mulai menukik turun, mereka berdua tertawa keras, meluapkan bentuk dari keterkejutan saat wahana jatuh dengan tiba-tiba.
Setelah menikmati berbagai wahana seru, Elio dan Alexa melangkah menuju Kora-Kora, kapal ayun raksasa yang berayun tinggi hingga hampir vertikal. Di depannya, wahana itu tampak mengintimidasi dengan lengkungan yang makin lama makin curam, ditambah jeritan pengunjung yang memecah udara setiap kali kapal itu melayang di udara.
Alexa menatap wahana itu dengan beragam perasaan, setengah tertantang, setengah takut. Tapi, ia tak ingin mundur sekarang, jika tidak bisa dipastikan Elio akan meledeknya.
“Lo yakin gamau nyerah?” canda Elio, sengaja menggoda Alexa yang tampak sedikit gugup.
Alexa mendengus kecil, mencoba menutupi kecemasannya. “Gue orangnya pantang mundur!” ucapnya dengan percaya diri palsu, meski tangannya yang terlipat sedikit gemetar.
Mereka naik ke kapal yang perlahan terisi penuh. Duduk di kursi paling ujung, yang dikenal paling mendebarkan, Alexa bisa merasakan jantungnya berdebar lebih cepat. Ia menoleh ke arah Elio, yang tampak tenang.
Ketika kapal mulai bergerak, ayunan pertama masih lembut, seperti pemanasan. Alexa merasakan desiran angin menerpa wajahnya, dan untuk sesaat, ketegangannya mulai mereda. Namun, ketika ayunan mulai semakin tinggi, Alexa bisa merasakan gravitasi seolah menarik tubuhnya keluar dari kursi. Genggaman tangannya di pegangan besi semakin erat, tapi kemudian ia merasakan tangan Elio di atas tangannya.
“Lo ga sendirian” Elio berbisik di telinganya, suaranya terdengar hangat di tengah gemuruh suara wahana dan jeritan orang-orang di sekitar mereka.
Alexa menelan ludah, tapi senyuman kecil tersungging di bibirnya. Meskipun jantungnya berdegup kencang, perasaan cemasnya perlahan berubah menjadi adrenalin yang menyenangkan. Saat kapal mencapai ayunan tertinggi, mereka hampir tegak lurus dengan tanah, Alexa tak bisa menahan diri untuk berteriak. Disela teriakannya Ia tertawa dengan lepas, yang tak bisa ia tahan lagi.
Elio tertawa bersamanya, dan saat mereka meluncur turun, tubuh mereka seolah melayang dalam hampa udara. Momen itu terasa lama tapi juga berlalu begitu cepat.
Ketika kapal akhirnya melambat, Alexa tertawa kecil, mengatur napas yang tadi sempat tertahan. Pipinya merah karena adrenalin, dan ia menoleh ke Elio yang masih menggenggam tangannya. “Oke, yang ini beneran gila,” katanya, tertawa terbahak-bahak.
Elio tersenyum lebar, matanya berbinar melihat Alexa yang tampak begitu bahagia. “Gila, tapi seru kan?”
Alexa mengangguk. “Seru banget rasanya kaya hampir terbang”
Saat mereka turun dari kapal, kaki Alexa sedikit gemetar, tapi ia merasa lebih hidup dari sebelumnya.
Elio menoleh kearah Alexa dengan senyum lembut. “Mungkin setelah ini, Kita bisa coba wahana yang lebih tenang,” katanya bercanda. “Atau... kita bisa cari tempat duduk dan minum dulu?” ujar Elio.
Setelah adrenalin yang memuncak dari wahana-wahana mendebarkan sebelumnya, Elio dan Alexa berjalan pelan menuju area yang lebih tenang. Cahaya lembut dari lampu-lampu menggantung di sekitar wahana komidi putar menciptakan suasana nostalgia, seperti dunia kecil yang terpisah dari hiruk-pikuk taman bermain. Denting musik klasik mengiringi putaran pelan kuda-kuda kayu yang berderet rapi, berkilauan oleh lampu-lampu yang berpendar di sore hari.
Alexa memandang komidi putar itu dengan senyum kecil di bibirnya, wajahnya lembut dalam cahaya hangat. “Dulu waktu kecil Gue pengen banget kesini” gumamnya, lebih pada dirinya sendiri.
Elio menatapnya dengan lembut. Tanpa meminta persetujuan, dia menggandeng tangan Alexa dan mengarahkannya ke kursi yang masih kosong. Mereka memilih kuda-kuda di samping satu sama lain, dan untuk sesaat, Elio tertawa melihat Alexa yang perlahan-lahan naik ke atas kudanya.
“Gimana rasanya kembali jadi anak kecil?” ledek Elio sambil menaiki kudanya sendiri.
Alexa hanya tertawa kecil. “Nyaman... seolah ga ada beban” jawabnya, dan kali ini tawanya lebih riang, tanpa sedikitpun gugup.
Ketika komidi putar mulai berputar perlahan, dunia di sekitar mereka terasa melambat. Kuda-kuda kayu bergerak naik turun dengan ritme yang tenang, sementara lampu-lampu berkelip lembut di atas kepala mereka. Musik klasik terus mengalun, membawa suasana damai yang berbeda dari segala kegilaan wahana sebelumnya.
Alexa menatap ke arah Elio yang tampak santai di atas kudanya, matanya sedikit menyipit karena tertawa. “Gue ga nyangka Kita naik wahana ini” katanya, tertawa kecil.
Elio tersenyum, matanya tertuju pada Alexa, bukan pada sekitarnya. “Kadang yang sederhana itu justru yang paling berkesan.”
Angin sore yang sejuk mengelus wajah mereka saat komidi putar terus berputar dalam lingkaran yang tak terburu-buru. Di saat itu, tidak ada teriakan atau suara gemuruh seperti di Kora-Kora atau Halilintar. Hanya ada mereka berdua, di tengah dunia yang tampak lebih kecil dan lebih damai, seperti ada dalam gelembung waktu yang tenang.
Alexa menatap lampu-lampu yang berputar di atas, kemudian menunduk sedikit, melihat Elio dari ekor matanya. “Gue senang Kita ada disini” bisiknya pelan.
Elio menoleh, matanya bersinar lembut cahaya terpantul didalamnya seolah menjawab dengan tatapan.
Putaran komidi putar mulai melambat, namun suasana hangat di antara mereka tidak menghilang. Saat wahana berhenti sepenuhnya, Elio turun terlebih dahulu dan mengulurkan tangan kepada Alexa. “Gue selalu siap kapanpun Lo butuh” candanya, tapi di balik itu, ada kehangatan yang tulus.
Alexa tersenyum dan menerima uluran tangannya. "Lo kayanya ketularan virus playboy Hiro" ucap Alexa membuat Elio tertawa pelan.