Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND ~ Bab 34
Ceren tak membalas lagi, dan lebih memilih membuang mukanya ke samping sembari manyun, "ah curang ah! Kalo bisa ia akan membuang mukanya ke tong sampah sekalian, biar jauh dari hadapan Hilman, karena mendadak akhir-akhir ini hatinya itu tak beres kalo dipandang lama-lama oleh kepala sekolah satu ini. Dipandang berlebih persis nasabah bang keliling.
Hilman tersenyum tipis dan beranjak mencuci tangannya, hingga kesunyian yang terisi oleh suara gemericik air wastafel itu kini dikejutkan oleh suara getaran menggelepar dari ponsel Hilman yang berada di meja makan.
Sempat Ceren merasa penasaran namun tak ada niatan untuknya sekedar mengintip siapa yang menghubungi si bapak bodo tapi pintar ini, hingga si pemilik mengangkat panggilan. Sejak Kai mengatakan jika gurunya menitipkan salam pada Hilman dan sejak ia tau jika Hilman masihlah sering berhubungan dengan bundanya Kaisar, hatinya sering dilanda resah mengenai masa depannya kelak, apakah akan menjanda untuk kedua kalinya, karena jelas dibandingkan kesua wanita dewasa itu, jelas Ceren kalah saing dari segi apapun kecuali umur yang masih piyik.
"Ya?"
Ceren hanya diam disana sembari mendengarkan saja Hilman yang kebanyakan menyimak si lawan bicara dan beberapa kali memandangnya membuat gadis itu risih dibuatnya lalu memilih untuk pergi, pada akhirnya.
"Ya. Nanti bertemu di mall biasa saja...kebetulan saya sambil belanja." Terdengar Hilman yang menyudahi obrolannya.
Tak ada agenda tersendiri untuk Ceren di akhir pekan ini, selain dari mengerjakan aktivitas mirip emak-emak 7 turunan, meskipun semuanya dipermudah oleh alat-alat bantu elektronik.
Jika dulu, biasanya ia akan bangun sesiang mungkin dan menyantap nasi kuning sambil menonton film si kucing biru dari abad ke 21 sebelum benar-benar mandi. Atau bahkan hari itu ia absen dari kegiatan mandinya, karena udah seharian nyuci baju seragamnya seminggu. Kemudian yang ia lakukan ya bermalas-malasan sampai malam menjelang kembali.
"Ck. Udah kaya emak-emak...." dumelnya membawa serta pakaian seragamnya dan beberapa potong baju Hilman ke belakang, ke arah ruang pinatu.
Setelah obrolan dan negosiasi alot tempo hari, akhirnya Ceren setuju mengerjakan semua pekerjaan di angka 300 ribu rupiah perhari, jumlah yang cukup sepadan untuk ukuran asisten rumah tangga dan pengasuh serta ia yang mau belajar menjadi chef jika nanti sewaktu-waktu diperlukan oleh Hilman. Sementara, saat ini pria dingin dan tak pernah bersuara jika tak diketok dulu itu sedang berlari di treadmil-nya, minggu ini ia absen lari keliling GBK karena satu dan lain hal.
"Bu'lek! Kapan aku mandi?" tanya bocah itu yang sudah gelisah ditempeli keringat dan bau apek serta iler, "semalam, kata yanda aku disuruh mandi sama bu'lek. Mbak Sri masih sakit, e..." bocah yang masih berpiyama itu berlari pecicilan mengganggu jam kerja bu'lek-bu'lek-annya itu. *Shhh! Cerewet, gue selotip juga nih mulutnya*!
"Sabar dulu, ngga liat ini bu'lek masih sibuk? Mandi air dingin atau anget? Atau mau dicuci bareng baju sekalian?" tawar Ceren, Kaisar yang sudah hafal gaya bercanda Ceren tertawa, "yang bener aja bu'lek. Masa Kai mau dicuci bareng baju yanda...yang ada muka Kai begini!" bocah itu merengutkan wajahnya hingga berwajah jelek, tawa Ceren ikut meledak.
Ceren hanya perlu pencet sana pencet sini, maka secara otomatis mesin itu mencuci pakaian-pakaian di dalamnya, "yok mandi!" ajak Ceren menggunakan perannya sebagai ibu sambung, "anak jantan mandinya pake air dingin...." ucap Ceren, "ngga usah manja." Tangannya terulur menarik ujung kaos Kaisar.
"Tapi, kalo pake air dingin nanti aku kedinginan to, Kai mau mandi pake air anget bu'leeekkk..." rengeknya, dan rengekan menyebalkan itu memancing decakan kesal Ceren, *arghhhh*! Lama-lama ia bisa gila.
"Tapi ini udah tanggung dibuka bajunya, Kai...ah elah!" frustasinya, namun bocah itu kekeh enggan mandi memakai air dingin, jadilah Ceren mendadak memasak air untuknya mandi, "kalo gitu kamu harus nunggu, nunggu airnya panas..." delik sinis Ceren kini beralih mengambil teko dan mengisinya dengan air lalu memasaknya.
Untuk urusan perut, Ceren hanya menggoreng nasi sisa kemarin mencampurnya dengan potongan ayam dan baso saja. Untung saja bapak sering mencereweti dan mengajarinya membuat nasi goreng, jadinya kemampuan Ceren tidak nol dalam hal urusan perut, meskipun rasanya tak seenak chef chef restoran bintang tujuh.
Ceren sudah selesai dengan urusan memandikan Kaisar, bocah itu sudah wangi kayu putih dan bedak tabur beraromanya, bahkan ia juga meminta Ceren menyemprotkan parfum anak miliknya, "oalah, masih bocah aja pake parfum, udah punya cewek belum di sekolah? Kalo belum kamu payah..." cibirnya.
Bohong kalo orang bilang ibu sambung itu pura-pura baik demi mendapat perhatian sang ayah. Karena buktinya Ceren justru kebanyakan ngajak gelut anak sambungnya, bahkan di depan ayahnya sendiri. Dan justru...itu yang membuat Kaisar merasa nyaman berada dekat Ceren, tak ada pembatas rasa canggung dan segan padanya. Bisa bebas berekspresi dan bereaksi.
"Payah itu apa?"
"Payah itu pengecut...ngga punya nyali...*chicken*...ngga pemberani!" cibirnya lagi dengan bibir melengkung, tapi tangannya menepuk-nepuk bedak di pipi dan area wajah Kaisar, hingga kini bocah itu persis buah kesemek.
"Hih! Kai bukan payah! Pengecut itu apa to bu'lek?" tanya nya lagi serba ingin tau, serba penasaran yang ujungnya akan Ceren jual anak itu di serba seribu.
Ceren menaruh bedak di meja kamar Kaisar, "dah. Pengecut itu pengedar cang cooott..." ia tertawa sendiri, begitupun Kaisar. *Dasar guru geblekkk*!
Kai kembali meledakan tawanya.
Hilman baru saja keluar dari lantai 2 dimana ruangan yang lebih pribadi berada disana termasuk ruang gym kecilnya, dengan bersimbah keringat ia langsung menyerbu kulkas dan meneguk air mineralnya sambil sayup-sayup mendengar tawa dan obrolan absurd Ceren serta Kaisar.
Mesin cuci masih memutar baju-bajunya, dan wangi kayu putih telah menguar dari kamar Kai, itu tandanya Ceren benar-benar melakukan tugasnya dengan baik.
Mungkin jika ia disuruh memilih antara memiliki istri berprofesi dan tidak, maka saat ini ia dapat merasakan perbedaannya, jelas sosok Ceren dan Melda sang mantan istri berbeda. Ceren dengan segala kekurangannya dan bukan siapa-siapa lebih banyak menuruti maunya meskipun seringkali ia menolak dan mendebat, sementara Melda....ia menggeleng dan mengenyahkan pikiran jahatnya yang membanding-bandingkan kedua perempuan itu.
"Yanda!" sapa Kaisar menghampiri Hilman, "anak yanda sudah wangi. Bilang makasih sama bu'lek?" tanya nya diangguki Kaisar.
Disusul Ceren keluar dengan handuk milik Kaisar yang tersampir di pundaknya, melengos melewatinya begitu saja tanpa mau menyapa ataupun bertanya basa-basi. Entahlah, selain karena malas ia pun merasa....
Gleukkk!
Ceren tak mau menatap sosok pria yang akan merusak kinerja jantungnya kelak, njirrr! Kenapa mesti cakep gitu bapak-bapak, ini mata sama hati gue kena bubuk apaan coba?!
"Setelah beres mencuci, kamu mandi. Kita belanja kebutuhan dapur, saya lihat sudah mulai habis."
Ceren menoleh lalu memerosotkan kedua pundaknya, "hah? Belanja juga? Bapak aja deh, Ceren capek banget ih! Pengen rebahan...ini tuh hari minggu pak, besok senin. Kalo minggunya capek, yang ada besok bangun telat, terus kena hukum lagi sama bapak kalo ngga pak Wahyu karena telat upacara..." keluhnya panjang, ia berdehem cukup terganggu dengan pemandangan menggugah selera dari tampilan mas suami.
Rupanya aksinya yang melengos barusan adalah bentuk pengalihan perhatiannya agar tak memandang Hilman. Ceren akui ia adalah gadis normal yang akan tergoda juga oleh pemandangan begini.
"Yakin?"
"Ya sudah. Padahal tadinya saya mau ajak kamu untuk makan siang di luar, sambil jajan es krim..." jawabnya berniat mentraktir Ceren yang telah bersusah payah mengerjakan aktivitas rumah tangganya, setidaknya untuk ini, Hilman akan memberinya reward. Tak tau sejak kapan, ia mulai merasa nyaman dan membutuhkan Ceren, selain dari menjadi partner yang klop untuk Kaisar.
"Hah?! Es krim yanda?! Yeee! Asikkk!" seru Kaisar melompat kegirangan. Dan seketika merubah raut wajah Ceren menjadi antusias, "beneran?!! Ayoklah kalo gitu! Abis ini deh 5 menit lagi, kok!" jawabnya.
"Huuuu! Bu'lek gimana sih, katanya capek...tapi pas yanda bilang es krim, mau juga!" cibir Kaisar.
"Rejeki jangan ditolak, daripada yandamu ngga jadi dapet pahala karena jajanin anak yatim, ya mendingan bu'lek terima, iya to?" kilahnya membuat Hilman menggeleng geli dan meninggalkan keduanya menuju kamar bersiap mandi.
"Loh, bu'lek anak yatim?" tanya Kai diangguki Ceren, "udah ngga punya ibu."
"Kemana to? Apa kaya Kai, bunda pergi terus naik pesawat? Apa ibunya bu'lek juga sama kaya bunda yang sering ajak om Ferdi kalo lagi jalan-jalan sama Kai? Apa ibunya bu'lek kaya bunda yang bilang kalo yandanya bu'lek sering marah-marah sama ibunya bu'lek?"
Demi apapun, kening Ceren kini mengernyit dan ia pun menggeleng, "ibunya bu'lek memang sudah terbang. Tapi ndak kaya bundanya Kai yang masih bisa terlihat...ibunya bu'lek sudah diatas bareng sama Allah..." jawab Ceren.
Alis bocah itu terangkat keduanya, "meninggal?"
Ceren mengangguk, "waktu bu'lek sekolah."
Suara dentingan mesin cuci pertanda pencucian telah selesai tak mengganggu sorot mata Kaisar yang getir terhadap Ceren, "sama kaya pa'lek?" Ceren mengangguk dan mengusap pucuk kepala Kaisar, "beruntungnya Kai, masih punya bunda, masih punya yanda...."
"Dan sekarang ada bu'lek..." lirih bocah itu membuat Ceren menatapnya lekat-lekat. Hatinya teraliri hawa hangat yang menjalari sebadan-badan, ia tak tau bagaimana ke depannya, saat tiba waktunya berpisah...apakah ia sanggup melihat Kaisar? Apakah ia sanggup meninggalkan bocah itu.
"Kok bu'lek?" tanya Ceren berdiri dan bergegas mengangkat baju-baju yang sudah siap di jemur di luar.
"Bunda memang jago bikin roti, bunda juga cantik dan sering pergi pake pesawat. Tapi bunda ngga bisa main sama Kai, kaya bu'lek..." akui bocah itu.
Hatinya cukup terenyuh dan melow pagi itu berkat Kaisar, namun Ceren segera mengakhiri perasaannya saat itu juga.
Ceren sudah siap dengan celana jeans dan kaosnya, serta tas selempang hitamnya.
"Nanti malam budhe Suwita mau tedhak siten cucunya. Ibu bilang kita diundang, nanti sekalian kita mampir ke butik ibu untuk memilih baju." ucap Hilman.
Ceren mengangkat alisnya sebelah, "males ke acara begituan." tolaknya.
"Sudah diundang, tidak mungkin tak datang. Keluarga besar Prambodo hadir semua. Bahkan budhe meminta khusus untuk saya hadir bersama kamu." Alisnya mengernyit menghalau sinar matahari langsung, "ya sudah masuk ke mobil saja. Kasihan Kai sudah menunggu." lanjutnya berlalu karena sejak tasi bocah itu sudah melongokan kepalanya keluar jendela sambil teriak-teriak, "yanda cepetan! Kai ngga sabar mau beli es krim!"
"Bu'lek lama!"
"Kai diajak?" tanya Ceren digelengi Hilman, "hari ini ibunya meminta jadwal mengasuh, karena besok ia terbang..."
"Jadi, kita nganterin Kai ke rumah ibunya?" tanya Ceren menyusul.
"Engga. Nanti kita ketemu di dekat supermarket..." ia masuk ke dalam bangku pengemudi.
Ceren cukup terkejut mendengarnya, "jadi nanti kita ketemu?"
"Iya."
"Wah, reunian dong!" cibir Ceren menggoda ikut masuk ke mobil di bangku belakang, karena depan sudah terisi oleh Kai.
Hilman sempat meliriknya, "kalau saya mau reunian, kamu mau menjanda untuk kedua kali?"
"Ya----" Ceren memutar bola matanya, "ya engga sih..."
"Terus, mau saya poli ggami?" tanya Hilman lagi digelengi Ceren, "enak aja. Bapak maruk kalo gitu."
"Terus kamu maunya apa?"
Sementara Kaisar hanya menyimak dan memperhatikan keduanya beradu suara.
"Biasa aja kali pak, cuma canda...lagian kalo bapak mau reunian sama bundanya Kaisar, demi Kaisar saya ikhlas..." ia mengurai senyumnya dan mengusap kepala Kai, "asal Kai punya keluarga lengkap lagi, ya Kai??" alisnya turun naik meski tetap saja tak dapat menyembunyikan kegetiran hidup.
"Bu'lek ngomong apa sih?" tanya Kai digelengi Ceren. Ia hanya tak tega melihat Kai, merasa iba pada anak itu. Hilman mele nguh berat nan lelah, "kalau saya sudah menemukan pengganti bundanya yang bisa lebih baik mengurus Kaisar?" tanya Hilman.
"Siapa?" tanya Ceren, "bapak punya pacar?!"
.
.
.
.
happy ending buat pasangan mas bodo dan cerenia, happy selalu bersama keluarga...makasih mbk sin, udah bikin novel yg greget kayak maa bodo
next, going to the next novel, gio adik bontotnya mas tama ya
kopi sudah otewe ya..