Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Patah Hati
Langit mendung menyelimuti kota seolah meresapi semua rasa sakit yang Arga rasakan. Hari itu, ia duduk di tepi danau, memandang jauh tanpa fokus, hanyut dalam pikirannya. Hubungannya dengan Dira telah berada di ujung tanduk, dan keputusannya untuk membalas dendam tanpa memperhitungkan perasaan Dira telah membawa mereka pada jarak yang hampir tak terjembatani.
Arga merasakan sesuatu yang kosong di dalam hatinya, sesuatu yang tak pernah ia duga akan begitu menyakitkan. Ia telah berjuang, berkorban, tapi pada akhirnya, ia justru kehilangan orang yang paling berharga dalam hidupnya.
---
Adegan di Tepi Danau
Dira akhirnya datang, berjalan perlahan menghampiri Arga yang duduk dengan kepala tertunduk. Saat Arga menyadari kehadirannya, ia berusaha menyembunyikan kepedihan yang tampak jelas di matanya.
Dira: (dengan suara pelan, namun penuh ketegasan) “Arga, aku sudah lelah. Setiap hari, aku hanya melihatmu terobsesi pada balas dendam. Aku tidak mengenali lagi dirimu yang dulu.”
Arga: (mengangkat wajahnya, menatap Dira dengan penuh penyesalan) “Aku tahu aku salah, Dira. Tapi aku melakukannya untuk melindungi kita… untuk melindungi semua yang kita perjuangkan.”
Dira: (menggelengkan kepala, air mata menggenang di matanya) “Arga, itu hanya alasanmu. Kau tidak pernah benar-benar mendengarkanku. Setiap kali aku memintamu berhenti, kau hanya bilang ini demi kita. Tapi apa kau sadar bahwa kau malah menghancurkan kita?”
Arga merasa hatinya tersayat mendengar kata-kata Dira. Ia tahu, dalam usahanya untuk melawan ketidakadilan, ia telah membuang hal-hal yang paling penting dalam hidupnya, terutama cintanya pada Dira.
Arga: (suara bergetar) “Dira, aku mohon… beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.”
Dira: (mengambil napas dalam, terlihat berjuang untuk tidak menangis) “Kesempatan apa, Arga? Kesempatan untuk melihatmu tenggelam semakin dalam dalam dendam yang hanya akan menghancurkanmu? Aku tidak sanggup lagi…”
---
Kilasan Masa Lalu
Narasi beralih ke kilasan kenangan manis antara Arga dan Dira, saat mereka pertama kali bertemu di sekolah, berbagi mimpi dan harapan di masa muda. Saat itu, cinta mereka tumbuh di antara tawa dan kebahagiaan sederhana. Namun, semua itu terasa jauh sekarang, seakan bayang-bayang yang tak mungkin diraih lagi.
Arga mengingat saat-saat itu dengan pahit. Kenangan itu justru memperdalam rasa kehilangannya, mengingatkannya betapa berharganya Dira dalam hidupnya.
---
Adegan Kembali di Tepi Danau
Arga: (berusaha menahan emosinya, menatap lurus ke arah Dira) “Aku tak bisa kehilanganmu, Dira. Aku tahu aku salah… tapi aku benar-benar tidak tahu bagaimana menghentikan semua ini.”
Dira: (menunduk, suaranya lemah namun tetap tegas) “Arga, ini bukan hanya tentang dendammu atau mereka yang kau anggap musuh. Ini tentang dirimu sendiri. Aku tidak ingin melihatmu berubah menjadi orang yang begitu keras dan penuh kebencian.”
Arga terdiam, merenungkan kata-kata Dira. Di satu sisi, ia merasa benar dalam upayanya menuntut keadilan, namun di sisi lain, ia tahu bahwa dirinya telah berubah—menjadi sosok yang tidak lagi ia kenali.
Arga: (perlahan, penuh penyesalan) “Dira, aku akan mencoba… aku akan berubah demi kita.”
Dira: (tersenyum pahit) “Arga, kadang cinta saja tidak cukup. Kadang, mencintai berarti melepaskan.”
---
Adegan di Ruang Sendiri
Setelah pertemuan itu, Arga kembali ke rumahnya. Sendirian, ia duduk di kamar, merenungkan semua perkataan Dira. Ia merasa kehilangan arah. Sebuah kesadaran mulai meresap perlahan, bahwa mungkin dalam usahanya untuk membalas dendam, ia telah mengorbankan kebahagiaan sejatinya.
Arga memandang sebuah foto dirinya dan Dira yang masih terpajang di dinding. Dalam hati, ia merasa dipenuhi dengan rasa bersalah dan kehilangan yang mendalam. Bagaimana mungkin ia bisa kembali memperbaiki semuanya?
Narasi dalam Diri Arga: “Apakah benar, aku telah menjadi seseorang yang asing? Apa artinya kemenangan jika akhirnya aku berdiri sendirian?”
---
Adegan Dira dengan Sahabatnya
Di tempat lain, Dira berbicara dengan sahabatnya, Maya, tentang perasaan yang ia alami. Maya mencoba menghiburnya, namun Dira tampak terlalu lelah.
Maya: (menghibur) “Dira, mungkin Arga hanya butuh waktu. Dia pasti akan menyadari betapa berharganya dirimu.”
Dira: (menggeleng, dengan air mata yang mulai menetes) “Aku sudah terlalu sering memberikan waktu, Maya. Tapi Arga… dia selalu memilih dendamnya. Aku tidak ingin hidup dalam bayang-bayang kebenciannya.”
Maya: “Tapi kau mencintainya, bukan?”
Dira: (menyeka air matanya) “Aku mencintainya, tapi aku juga harus mencintai diriku sendiri. Jika aku terus bersamanya, aku takut aku akan hancur bersamanya.”
---
Adegan Terakhir: Kembali ke Arga
Beberapa hari berlalu, dan Arga mencoba menghubungi Dira, namun tak pernah mendapat balasan. Ia mulai menyadari betapa rapuh hubungan mereka saat ini. Arga tahu, ia harus membuat pilihan: melepaskan dendamnya dan berusaha merebut kembali Dira, atau terus tenggelam dalam kebencian yang membakar.
Di tengah malam, Arga duduk di tepi kasur, pandangannya menerawang. Ia merasa dirinya berada di persimpangan yang berat, di mana setiap keputusan akan menentukan masa depannya.
Arga: (berbisik pelan pada dirinya sendiri) “Dira, aku akan berubah… Demi kita. Aku akan membuktikan bahwa cinta ini pantas untuk diperjuangkan.”
---
Namun, pada saat Arga berusaha membuat langkah menuju perubahan, ia mendengar kabar mengejutkan. Dira telah pergi ke luar kota tanpa memberitahu siapapun, seolah meninggalkan semua kenangan mereka di belakang. Arga merasa hatinya remuk. Ia tak tahu apakah Dira akan kembali atau tidak.
Narasi dalam Diri Arga: “Apakah ini akhir dari semua yang kita miliki? Apakah aku telah kehilangan cintaku selamanya?”
To be continued...
---
Bab ini berakhir dengan ketegangan emosional dan ketidakpastian. Arga berada di persimpangan penting dalam hidupnya, di mana ia harus memutuskan apakah ia akan melepaskan dendam demi cinta atau kehilangan Dira selamanya. Akankah ia berhasil mengatasi rasa sakit ini dan memenangkan kembali hati Dira?