(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 23
"Sayang maafkan aku." Kalisa mengejar Kennet. Dia merasa kerepotan mengejar Kennet dan menggendong anak temannya itu. Seorang pelayan berdiri tak jauh darinya. "Gendong dia. Aku akan mengejar Kennet."
"Sayang maafkan aku." Kalisa menahan lengan Kennet. "Aku tidak akan melakukannya, aku mohon."
Kennet menatap Kalisa. Dia sama sekali tidak ingin mengadopsi anak. "Kalisa, aku tidak akan mengadopsi anak." Ia sudah memiliki si kembar, ia tidak butuh anak lagi.
Drt
Bernad menghubungi Kennet. Dia mengatakan bahwa hasilnya sudah keluar dan dia sudah menangkap dokter yang memeriksanya dulu. Setelah pulang dari Jakarta ia langsung memeriksa kesehatannya di beberapa rumah sakit yang berbeda.
"Aku akan kesana." Dia memutuskan panggilannya. "Aku pergi dulu."
Kalisa memandang sendu, Kennet selalu berbicara keras, dingin dan kasar jika membahas anak. Sepertinya nanti malam ia akan mengajak Kennet makan malam di luar sebagai tanda permintaan maaf darinya. "Kennet."
...
"Katakan dengan jujur, kenapa aku bisa memiliki anak?" tanya Kennet pada pria yang dulu yang pernah memeriksa keadaan tubuhnya. Dia menatap tajam pada pria di hadapannya. Bisa-bisanya pria di hadapannya berbohong.
"Tuan Kennet jika anda memiliki anak berarti ada keajaiban." Sahutnya. Hasilnya tetap sama. "Anda memang sulit memiliki anak, berarti istri anda pembawa keberuntungan." Imbuhnya. "Jika anda tidak percaya, anda bisa memeriksa keadaan anda sekali lagi."
Kennet mengayunkan tangannya. Ternyata istri yang ia sia-siakan adalah wanita yang begitu sempurna yang menutupi kekurangannya. "Livia."
Kennet melangkah gontai. Ingin sekali ia berteriak kalau bukan di rumah sakit. Bernad memberikan liam hasil kesehatan Kennet. "Tuan ini hasilnya."
Kennet membuka semuanya dan hasilnya memang ia dinyatakan sulit untuk memiliki anak. Tubuhnya bergetar dan menangis tersedu-sedu. Bernad merasakan kasihan pada Kennet baru kali ini pria itu menangis luar biasa.
"Ya Tuhan aku bersalah, aku harus apa?" Ia tidak memiliki muka untuk menemui Livia. Minta maaf saja ia pun takut pada Livia. Ia tak sanggup melihat wajahnya, bagaimana ia merendahkannya dan mengusirnya.
...
Erland menatap Livia dengan penuh harap. Dia ingin Livia berbicara berdua dengan Kennet. Kini dia merasakan bagaimana kecewanya Livia saat itu. "Cobalah untuk berbicara dengan Kennet."
Livia mengangguk, ia harus berbicara pada Kennet agar pria itu tidak mengganggunya dan anak-anaknya. "Baiklah, aku akan berbicara dengan Kennet. Katakan padanya bahwa aku ingin berbicara."
Anita tersenyum, ia berharap keduanya akan menemukan titik keluar.
Erland langsung menghubungi Kennet. Selang beberapa saat Kennet mengangkat panggilannya.
"Hallo Kennet, ada sesuatu yang ingin aku katakan pada mu. Livia ingin berbicara dengan mu. Dia saat ini bersama kami."
Kennet menaruh ponselnya di atas meja. Dia mengusap wajahnya. Ia tidak percaya Livia ingin menemuinya. Ia tidak percaya. "Livia serius ingin menemui ku?"
"Iya." Sahut Erland. Apa ia kurang keras mengatakan pada Erland. Pria itu malah bertanya lagi padanya. "Iya dan Iya, Livia ingin berbicara dengan mu. Temui Livia, aku tidak tau kau kapan akan kesini."
"Baiklah, aku akan kesana."
Bip
Erland menatap ponselnya yang di putuskan sepihak. Ia menaruh ponselnya di sakunya. "Dia mau bertemu dengan mu, hanya menunggu kabar darinya entah kapan dia akan kembali."
Livia meremas dressnya, ia marah, kesal, sakit hati mengingat Kennet. Namun ia harus meluruskan, ia tidak ingin di anggap perusak hubungan orang. Kennet dan dia sudah bercerai, jadi ia tidak ingin Kennet mengganggunya. Sudah pasti Kalisa akan marah padanya. Jadi menurutnya Kennet tidak ikut campur lagi dalam kehidupannya.
Kennet merasa senang sekaligus gugup. “Bernad apa yang harus aku lakukan? Livia ingin bertemu dengan ku. Apa kau bisa membantu ku? Hadiah apa yang aku siapkan?”
Baru saja bosnya itu terlihat sedih namun sekarang terlihat senang. “Sebaiknya Tuan menyiapkan hadiah, buket bunga atau hadiah yang lainnya.”
“Bernad kau benar, aku akan menyiapkannya.” Dia menghubungi seorang desainer. Ia ingin membelikan kalung dan masalah buket, ia akan membawakan sebuket bunga mawar.
Dia merasa lega, akhirnya ia dan Livia di pertemukan lagi. Ia berharap ia dan Livia bisa rukun bersama membesarkan anak-anak mereka.
....
Kalisa berjalan mondar-mandir melihat ke arah gerbang. Dia sengaja menunggu Kennet pulang karena ingin mengajak makan malam di luar. Selang beberapa saat ia melihat mobil Kennet. Dia menghampiri mobil itu setelah berhenti dan membuka pintu mobil belakang. "Sayang."
Ternyata kosong, Kennet tidak ada. "Bernad dimana suami ku?" tanya Kalisa.
"Tuan sedang berada di apartementnya nyonya. Malam ini tuan tidak pulang saya di suruh mengambil pakaian ganti."
"Bernad apa kau bisa mempertemukan aku dengan Kennet. Aku ingin menemuinya untuk meminta maaf. Dia pasti marah masalah tadi."
"Memangnya apa yang nyonya lakukan?" tanya Bernad. Setaunya tuanya marah, kesal, menyesal karena anaknya tidak di ketahuinya.
"Aku membawa anak teman ku. Aku kira Kennet senang, aku ingin mengadopsi anak."
Kennet langsung menyanggah tanpa berpikir panjang. "Tidak perlu nyonya. Tuan Kennet sudah bahagia, jadi saya katakan tidak perlu mengadopsi." Buat apa mengadopsi kalau anaknya sudah lima pikirnya.
"Hah baiklah, aku mohon katakan pada Kennet bahwa aku ingin meminta maaf."
Bernad mengangguk. "Baik nyonya, saya akan menyampaikannya." Dia melewati Kalisa menuju kamar Kennet.
Kalisa mengikutinya, ia juga menyiapkan pakaian Kennet. Ia merasa bersalah karena Kennet tidak mau pulang.
...
Sementar itu, Livia duduk sendiri di ruang tamu. Waktu sudah menunjuk pukul 01.20. Livia belum tidur karena masih memikirkan perkataan Anita dan Erland.
Flasback
"Livia sebaiknya kau memberi ruang untuk Kennet bertemu dengan mereka. Maaf, kami tidak bermaksud untuk ikut campur. Masalah anak-anak menerima atau tidak itu keputusannya. Mungkin salah satu dari mereka ingin menemui ayahnya tapi tidak ingin mengatakannya pada mu."
"Benar Livia, ada kalanya sebagai seorang ibu kamu mencoba mengerti walaupun menyakitkan. Aku berani menjamin kennet tidak akan merebut anak-anak mu dan membawa mereka menetap bersamanya." Sanggah Erland.
"Mama belum tidur?" Caesar keluar dari kamarnya karena ingin mengambil air minum. Biasanya ibunya menyiapkannya, sebelum tidur dia pasti memeriksanya mungkin karena lupa dan tidak mengisinya.
Livia mengusap kepala Caesar. "Kenapa belum tidur?"
"Mau mengambil air minum."
Livia melihat teko yang di taruh di atas meja. "Maaf Sayang, Mama lupa."
"Apa Mama banyak pikiran?"
Livia tersenyum, ia ingin mengatakannya pada anaknya ini. "Cae apa kamu menginginkan sosok ayah? Kau ingin bertemu dengannya?"
Caesar menggelengkan kepalanya. "Kepergiannya sudah menjelaskan bahwa Papa tidak menginginkan kami. Mama bisakah ceritakan kenapa Papa tidak mau pada kami? Kata teman ku, papanya tidak mau padanya karena sudah memiliki istri baru. Apa papa sudah memiliki istri?" Ia sangat yakin namun ia ingin menanyakannya.