Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Bab ini Leo lagi ya.
Yang bosen skip aja. Bab selanjutnya baru Anna dan Dimas lagi.
Lanjut.
Aku memarkirkan mobilku di depan sebuah rumah kontrakan kecil. Tempat Amanda dan nenek nya dulu tinggal. Saat ini neneknya sudah meninggal setelah aku dan Amanda menikah.
Aku melihat jarum jam di arloji dari tanganku. Menunjukan pukul 3 pagi. Aku menempuh 2 jam perjalanan menuju daerah ini.
Ku langkahkan kaki perlahan mendekati pintu bercat hijau yang sudah usang dan mengetuknya.
Tok
Tok
Tok
"Siapa?" terdengar suara wanita yang sangat aku rindukan dari dalam rumah.
"Aku!" jawabku singkat.
Terlihat gorden jendela sedikit terbuka, aku menggeser tubuhku hingga berdiri di depan jendela.
Aku bisa melihat raut terkejut dari Amanda. Aku tersenyum dengan airmata berlinang.
"Tolong dibuka!" kataku.
Amanda menutup kembali gorden jendela, dan terdengar suara kunci di putar. Setelah pintu terbuka, aku langsung melesak masuk, mendorong tubuh Amanda, dan langsung mencium bibirnya. Ku dorong pintu dengan kaki dan menguncinya.
Amanda mendelikkan matanya seolah tak percaya melihatku datang menemuinya. Ia masih terlihat syok sehingga tak membalas ciumanku, tapi juga tidak mendorongku.
Aku lihat, airmatanya berlinang. Lalu ku lepaskan pagutan itu.
"Mas Le-o!" ucap Amanda seperti tak percaya aku benar-benar berada di hadapannya.
"Iya sayang! Aku datang! Maafkan aku!" jawabku, lalu menangis, aku berlutut di depannya mensejajarkan kepalaku dengan perut Amanda yang sudah membuncit. Ku peluk pinggang Amanda dan menciumi perut yang di dalamnya bersemayam buah hatiku.
Aku mendengar Amanda juga terisak. Ia membelai rambutku. "Mas, aku tidak berselingkuh dengan bang Vano, hiks!" ucapnya dengan suara serak.
"Aku tau! Maafkan aku sayang." jawabku, lalu berdiri dan memeluk wanita yang sangat aku rindukan.
"Maafkan aku karena termakan berita murahan itu. Maafkan aku sayang, tolong maafkan aku!" aku memeluknya erat, seolah enggan melepaskannya.
"Aku sudah memaafkan mas Leo. Mas Leo hanya salah paham!" katanya sesenggukan. Sungguh baik sekali hatimu Amanda, jika wanita lain mungkin akan membenciku, karena sudah di tuduh yang tidak-tidak. Seperti hal nya yang nyonya Anna lakukan pada tuan Dimas. Aku mengetahui jika mereka bercerai juga karena kesalah pahaman. Seperti aku dan Amanda.
Aku kembali memagut bibir Amanda, ku dorong tubuhnya menuju ke dalam kamar. Tubuh lelahku seolah kembali bertenaga setelah bertemu dengan pujaan hatiku. Aku merebahkan tubuh Amanda perlahan karena kandungannya sudah membesar. Aku menatapnya penuh damba.
Wajah cantiknya tidak berubah, hanya saja sedikit lebih chubby karena efek kehamilannya.
"Maaf karena meninggalkanmu dengan keadaan hamil." kataku.
Amanda tersenyum dan menggeleng. Ia menangkap wajahku dan kembali mencium bibirku. Aku merasakan jika Amanda menginginkan yang lebih, wajar saja karena sudah 6 bulan kami berpisah.
Aku melepaskan daster yang Amanda pakai dan bisa melihat langsung perut besar Amanda. Ku ciumi perut buncit itu dan memberikan rangsangan pada Amanda.
"Kita rujuk sayang!" ucapku, lalu mencium keningnya dalam. Lalu menyatukan milik kami.
Amanda mendesah seperti biasa, desahan yang sudah lama ingin aku dengar. Entah bagaimana hukumnya pernikahan kami sekarang. Yang jelas saat ini aku menikmati kembali tubuh Amanda begitupun dengan Amanda.
Aku akan menanyakan hal ini pada papa dan mama setelah ini. Dan mengatakan jika aku dan Amanda sudah kembali menyatu.
Setelah puas mencapai kenikmatan bersama, aku dan Amanda memutuskan untuk tidur dengan saling memeluk.
Tapi aku sama sekali tidak bisa memejamkan mataku.
"Pipimu semakin bulat saja!" kataku. Aku tau Amanda juga belum tidur, karena ia masih memainkan jemarinya di perutku.
"Mama, papa dan Abang Vano selalu memenuhi kebutuhanku. Aku selalu makan makanan sehat dan bergizi, jadi wajar saja kalau pipiku bulat." kata Manda.
Aku terkekeh dan meraih tangannya. Ku ciumi telapak tangannya hingga lengan.
"Mas, apa aku boleh bertanya?"
"Hmm! Mau tanya apa?"
"Kenapa mas Leo tiba-tiba sudah ada disini. Maksudku, apa yang,,,"
"Bang Vano memberikan bukti yang sebenarnya. Maafkan aku karena terlalu gegabah mengambil keputusan. Seharusnya aku mendengarkan penjelasan kalian terlebih dahulu."
Amanda diam. Ia tak mengeluarkan sepatah katapun. Aku fikir jika Amanda marah padaku.
"Apa kamu marah?" tanyaku, dengan mengubah posisi, ku rebahkan kepala Amanda diatas bantal, dan aku mengungkungnya.
Manda tersenyum dan menggeleng. "Sama sekali enggak. Aku senang kalo mas akhirnya percaya, aku nggak pernah berselingkuh. Jangan kan berselingkuh, berpikir untuk selingkuh saja aku tidak pernah."
Jawabannya menyentil hatiku. "Maafkan aku!" ucapku lagi.
"Aku tidak marah, sudah jangan katakan itu lagi."
Aku kembali melumat bibir merahnya yang sudah membengkak karena ulahku. Dan kembali mengulangi percintaan yang belum setengah jam berlalu.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Karena aku dan Amanda bergulat hingga pagi. Hari ini kami bangun kesiangan. Pukul 10 aku bangun karena mendengar pintu di ketuk.
Aku menyelimuti tubuh polos Amanda, dan memakai kembali pakaianku. Ku berjalan menuju ruang tamu untuk membuka pintu.
Ceklek!
Aku tertegun melihat mama dan bang Vano sudah berdiri di depan pintu kontrakan Amanda.
"Leo!" pekik mama, dan langsung memelukku. Setelah menyerahkan paperbag pada bang Vano.
Aku membalas pelukan mama karena juga merindukannya. Mama menangis di pelukanku.
Aku mengusap-usap punggung mama untuk menenangkannya. "Mama, sudah jangan menangis. Sekarang masuk lah." aku mengajak mama masuk, setelah mama dan bang Vano duduk di sofa. Aku membuka gorden dan juga jendela agar tidak gelap.
"Jadi kau langsung datang kesini setelah melihat video Abang kan!" kata bang Vano. Ku lihat bang Vano tersenyum devil mengejekku.
"Berisik! Jangan berisik, Amanda masih tidur." kataku ketus.
Mama melihat kearah bang Vano dengan dahi berkerut. "Apa maksudmu Van, ada yang mama tidak tau? Coba ceritakan."
"Semalam aku menemuinya di apartemennya. Dan menyerahkan bukti jika aku dan Amanda tidak berselingkuh. Ternyata pagi ini dia sudah berada disini." kata bang Vano menjelaskan. Lalu terkekeh.
"Syukurlah, mama harap kamu dan Amanda bisa kembali bersama. Demi anak kalian!"
"Aku dan Amanda sudah rujuk ma!"
"Oh ya, syukurlah. Mama senang mendengarnya! Kapan kalian akan rujuk?"
"Semalam, sebelum bercinta!" jawabku enteng.
Mama mendelikkan matanya dan memukul bahuku.
Plak.
"Kalian harus menikah lagi, dasar kalian ini. Kita itu hidup diatur agama! Astaga!"
"Habisnya nggak tahan kalo nunggu besok, sudah lama tidak melakukannya."
Mama menjewer telingaku hingga membuat telingaku panas.
"Aah, ampun mah sakit!"
Bang Vano terkekeh dan memegangi perutnya mendengar perkataan ku. Aku mencebikkan bibirku kesal. Dia lebih parah, karena sudah menghamili kekasihnya sebelum menikah.
"Tidak usah tertawa! Abang lebih parah dariku, karena pacar Abang hamil sebelum menikah!" kataku lantang.
Mendengar ucapanku, bang Vano melotot kearahku, aku tau arti tatapannya. Mama pasti tidak tau hal ini.
"Apa katamu tadi?" tanya mama. Lalu beralih menatap bang Vano. "Apa maksud Leo, Van?" bang Vano menggeleng. "Mana aku tau, Leo itu ngaco mah, nggak usah di dengerin. sembarangan aja kalo ngomong."
"Katakan yang sebenarnya. Jangan ada yang di tutup-tutupi. Benar yang kamu katakan Le?"
Aku mengangguk. "Abang sendiri yang semalam bilang sama Leo, kalau pacarnya hamil. Mereka harus segera menikah!"
"Leo! Haiis! Kau ini, sialan."
"Katakan Vano!"
Aku tersenyum menatap kak Vano menunduk, karena tak berkutik di depan mama. "Maaf mah! Vano khilaf!"
"Astaga! Astaga! Astaga!" mama menepuk-nepuk dadanya. dengan ekspresi terkejut.