Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15 - Bukan Bayangan
Sepanjang perjalanan Alisya masih terus disibukkan dengan pikirannya. Sikap lembut Hudzaifah kian memupuk rasa kagumnya, dia yang memang senantiasa husnudzon sama sekali tidak mengira jika sang suami berbohong dan mencari kesempatan dalam kesempitan.
Bukan tanpa alasan, tapi di mata Alisya sang suami terlalu sempurna dan rasanya tidak mungkin sampai memiliki pikiran ke sana. Wajah Hudzaifah bukan wajah tukang bohong, dia sangat berwibawa dan intinya seperti orang benar.
Luar biasa!! Sepandai itu Hudzai berkamuflase sampai istrinya sama sekali tidak mengira bahwa wajah menenangkan itu hanyalah topengnya. Tidak bisa dipungkiri, gen yang diwarisi dari sang papa sangatlah kuat, hanya saja beda versi dan Hudzai lebih mampu menguasai diri, itu saja.
Mendekati kediaman keluarga Sean, pria itu sengaja tidak berbelok hingga Alisya menepuk-nepuk pundah Hudzai dengan tangan kirinya.
"Aa, kita kelewatan!! Itu jalannya," ucap Alisya sembari menoleh, tapi tempat yang dimaksud sudah semakin jauh.
"Aa!!"
"Iyaa tahu, Sya ... sengaja," sahut Hudzai sembari menoleh ke kiri agar sang istri tidak salah paham lagi.
"Sengaja?"
"Hem, kamu tidak ada kesibukan lain 'kan pagi ini?" tanya Hudzai kemudian, basa-basi berkedok memastikan karena sekalipun Alisya sibuk Hudzai akan tetap membawanya.
"Tidak sih, memang kita mau kemana?"
"Beli kalung buat Mama, sekalian keluar karena besok mereka bakal pulang ke Jakarta."
"Kalung?" tanya Alisya sengaja mendekatkan wajah, sudah seperti sahabat dekat saja.
"Iya, sudah janji dari lama soalnya, tidak apa, 'kan?"
Alisya mengangguk, sama sekali tidak masalah dan tidak ada yang salah. Diajak keluar begini Alisya juga bahagia, terlebih lagi jika dia yang dibonceng karena tinggal duduk saja.
Tak berselang lama pasca melewati jalan menuju lingkungan rumah Sean, keduanya tiba karena kebetulan memang tidak begitu jauh jaraknya.
Sewaktu tiba di sana, Hudzai sudah disambut wanita cantik yang Alisya duga sebagai pemilik toko perhiasan itu. Dari caranya bicara, tampaknya mereka sudah saling mengenal.
Entah sebagai penjual dan konsumen, atau memang teman Alisya tidak tahu juga. Akan tetapi, sewaktu Hudzai bicara tampak begitu didengar dan diperhatikan dengan seksama.
"Sebentar ... aku cek dulu, kalian tunggu dulu tidak masalah 'kan?"
"It's fine, Rose."
Hudzai menghela napas panjang, sementara Alisya tetap duduk manis di sisi suaminya. Beberapa saat menunggu, hingga wanita bernama Rose itu kembali dengan beberapa kotak perhiasan berukuran sedang ke hadapan mereka.
"Kau lihat, aku punya beberapa yang termasuk limited ... modelnya terbatas dan tidak akan diproduksi setelah ini," jelas wanita itu mulai memperlihatkan beberapa pasang cincin terbaik yang mereka punya.
Alisya tidak salah lihat, Hudzaifah memang mencari cincin. Padahal, seingatnya sang suami berniat mencari kalung untuk Mama Syila. Lantas, kenapa kini justru berubah pikiran? Apa mungkin mertuanya harus upgrade cincin pernikahan? Entahlah, berbagai pertanyaan muncul di benak Alisya.
Hingga, pertanyaan itu kian menguar manakala Hudzai justru meraih jemarinya. Kendati demikian, Alisya tetap berusaha menahan diri agar tidak bertanya.
Tak ingin dianggap terlalu percaya diri kalau cincin itu untuknya, Alisya tidak memberikan penolakan setiap kali Hudzai memasangkan cincinnya satu persatu. Barangkali hanya sekadar mencoba, karena seingatnya, jemari Mama Syila memang kurang lebih kecil sepertinya.
"Masih kebesaran ... apa tidak ada yang lebih kecil lagi, Rose?"
"Oh iya?"
"Hem, kau lihat sendiri."
Wanita itu tampak berpikir, beberapa lama sebelum kemudian dia kembali memberikan jawaban. "Kurang yakin, tapi akan kucari ... tunggu sebentar," ucap wanita berambut blonde itu kemudian berlalu meninggalkan mereka.
Alisya yang masih belum mengerti juga tetap dengan prasangkanya, hanya dijadikan alat untuk mencoba karena cincin pernikahan mereka sudah terpasang tepat di hari pernikahan.
Dia tidak bertanya, sementara Hudzaifah juga tidak bicara. Tak lama menunggu, wanita yang tadi kembali dengan wajah berbinar seakan tengah membawa berita baik.
.
.
"Bagaimana?"
"Ada, aku rasa ini pas untuk istrimu, coba."
"Heuh?" Mata Alisya membulat sempurna manakala mendengar ucapan wanita itu.
Sempat menahan dugaan ke arah sana, tapi kini justru benar-benar diutarakan hingga Alisya mengalihkan pandangan kepada sang suami.
"Pas ... suka tidak?" tanya Hudzai setelah cincin itu terpasang di jemarinya.
Alisya yang masih terkejut dan belum bisa menyesuaikan diri dengan situasi ini mengangguk saja, lidahnya seakan kelu untuk bicara.
"Kalau begitu ... aku ambil yang ini, juga kalung kemarin."
"Baiklah, cincinnya akan dipakai sekarang atau_"
"Sekarang saja," jawab Hudzai kemudian mengganti cincin pernikahan yang berada di jari manis Alisya.
Jika tadi hanya sekadar mencoba di tangan kiri, kini berpindah posisi di jari manis kanan. Sementara itu cincin yang sebelumnya, Hudzai lepas begitu saja seolah barang tak berguna.
Tak berhenti di sana, hal itu juga dia lakukan dengan dirinya. Tanpa meminta Alisya melakukannya, karena memang secepat itu Hudzai bertindak.
"Ah, kalian terlihat sangat serasi ... anyway kenapa kau tidak mengundang kami? Padahal kami bisa menjadi sponsor di pernikahanmu."
Hudzai hanya tersenyum tipis, tidak mungkin jujur jika dia sendiri termasuk tamu yang jadi pengantin, pikirnya.
"Next time, tunggu resepsi."
"Aku tunggu, kabari saja."
"Tentu," jawab Hudzai seadanya.
Wanita itu mengangguk pelan, sebagaimana yang dia ketahui Hudzai memang tidak begitu banyak bicara sejak dulu.
"Thanks, Hudzai ... cincin yang lama aku letakkan di sin_"
"Tidak perlu," ucap Hudzai cepat sampai Rose terkejut dan mengurungkan niatnya untuk mengambil cincin itu.
"Lalu?"
"Buang saja jika mengganggu."
"Hah?"
Semudah itu Hudzai berucap, cincin yang Alisya ketahui bernilai puluhan juta itu dibuang tanpa pertimbangan. Tidak bercanda atau sekadar lucu-lucuan, tapi memang benar adanya cincin itu tidak dia lihat lagi.
Alisya yang agak menyayangkan hal itu terus menoleh, tindakan Hudzai terkesan mubazir dan menurutnya tidak perlu sampai begitu.
"Aa' bentar," tutur Alisya sebelum telanjur jauh.
"Kenapa? Ada yang ketinggalan?"
Alisya tidak tahu jika dibahas akan jadi masalah atau tidak, tapi yang pasti dia tidak bisa memendam hal ini lebih lama. "Bukan."
"Lalu?"
"Cincinnya."
"Iya, cincinnya kenapa? Kurang nyaman?" tanya Hudzai lagi, tetap dengan pembawaan yang sebegitu lembutnya.
"Bukan, cincinnya kenapa harus diganti, A'?" tanya Alisya memberanikan diri menatap lekat mata elang Hudzaifah.
Alih-alih menjawab, pria itu menarik napas dalam-dalam sebelum kemudian mengembuskannya perlahan. "Di dunia ini, hal yang paling aku benci adalah hidup sebagai bayangan ... Cincin yang kemarin adalah cincin yang seharusnya dipakai Abimanyu, bukan aku," jawabnya menatap Alisya penuh makna.
"T-tapi kan_"
"Shuuut, aku tidak ingin dengar apapun, Alisya," ucap Hudzai sembari menempelkan jemarinya tepat di bibir Alisya agar sang istri tidak banyak bicara.
Alisya yang merasa ucapannya belum selesai tidak mau kalah. Tanpa pikir panjang dia menyingkirkan jemari sang suami dan bermaksud untuk kembali menyuarakan isi hatinya.
"Aa' dengar dul_"
"Diam!! Atau kucium bibirmu sekarang? Mau?"
"⊙_⊙"
.
.
- To Be Continued -
padahal di dunia hayal tapi brasa nyata si Abim nya.. 😄😍
waiting for you Abim.. 😀
apa mereka putus cinta...