NovelToon NovelToon
Dr. Brain

Dr. Brain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi / Horror Thriller-Horror / Kehidupan di Kantor
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Here Line

Raisha seorang agen rahasia ditugaskan menjaga seorang pegawai kantor bernama Arya dari kemungkinan ancaman pembunuhan Dr. Brain, seorang ilmuwan gila yang terobsesi menguasai negara dan dunia menggunakan alat pengendali pikiran yang terus di upgrade menggunakan energi kecerdasan orang-orang jenius. Temukan keseruan konflik cinta, keluarga, ketegangan dan plot twist mengejutkan dalam novel ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Here Line, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 10 : Pengujian Pertama

Di tengah keramaian Car Free Day, Arya dan Raisha berdiri di antara kelompok orang yang berkumpul dengan penuh antusiasme. Mereka berdua termasuk beruntung, karena kelompok ini tampak cukup kooperatif, bersedia mendengarkan presentasi tentang asuransi yang mereka tawarkan.

Raisha, dengan cekatan, membagikan brosur kepada orang-orang yang tertarik. Dalam waktu singkat, ia sudah kembali berdiri di samping Arya yang kini mulai memaparkan keuntungan asuransi yang mereka tawarkan.

"Jadi, seperti yang saya katakan tadi," Arya menyambung kalimatnya dengan penuh keyakinan, "asuransi dari ProtecSure ini sangat menguntungkan, dan premi bulanannya sangat terjangkau. Dengan perlindungan yang mencakup kesehatan, kecelakaan, bahkan hingga asuransi jiwa, Anda tidak perlu khawatir soal masa depan Anda dan keluarga."

Beberapa dari mereka mengangguk, dan tampak tertarik. Beberapa orang langsung mendaftar di tempat, sementara Raisha membantu mereka memasukkan data-data ke dalam tablet, mengikuti petunjuk Arya.

"Ini luar biasa," bisik Raisha dengan senyum puas di wajahnya, saat ia menyerahkan tablet kembali kepada Arya setelah menyelesaikan pendaftaran nasabah terakhir.

Arya tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih banyak, Raisha. Aku rasa atasanku akan dengan senang hati mengeluarkan uangnya lebih banyak untukku kali ini."

Raisha tertawa kecil mendengarnya.

Namun, tanpa mereka sadari, di atas kerumunan yang padat itu, sebuah drone terbang tinggi. Terbang melintasi jalanan yang dipenuhi orang-orang, drone itu bergerak tanpa suara, mengamati seluruh keramaian dengan teliti.

Sementara di lokasi yang jauh dari sana, seorang pria berjubah hitam duduk di depan layar komputer besar yang menampilkan gambar dari kamera drone. Wajahnya terlihat serius, matanya tajam menatap monitor yang menampilkan Car Free Day itu.

"Laporan, Tuan," seorang pelayan tanpa ekspresi berbicara di sebelah pria berjubah hitam itu. Suaranya datar, tanpa kehidupan. “Persiapan pengujian dalam proses loading, sebentar lagi seratus persen.”

Pria berjubah itu mengangguk perlahan, menyeringai dingin sambil mengamati layar. Di sampingnya, seorang pria tua beruban duduk diam, napasnya berat dan pelan. Pria berjubah hitam menyeringai lebih lebar. "Aku pasti berhasil," bisiknya pelan kepada pria tua itu. “Kau akan lihat, ini sudah waktunya pengujian kendali masal pertama.”

Di depan layar komputer, hitungan mundur dimulai. “3, 2, 1… mulai,” bisik pria berjubah hitam, jarinya bergerak cepat menekan tombol start. Mesin besar di tengah ruangan mulai mengeluarkan suara dengung tambahan yang halus. Getaran-getaran nyaris tak terdengar memenuhi ruangan, menandakan sinyal gelombang kendali masal telah dipancarkan menuju area yang dipantau oleh drone di langit Jakarta.

Di salah satu sudut area Car Free Day, Arya menyelesaikan presentasinya. "Baiklah, sekali lagi jika Anda semua mencari asuransi, pilih asuransi mana?" tanyanya sambil tersenyum penuh percaya diri.

Namun tiba-tiba, sesuatu yang aneh terjadi. Orang-orang di sekitar mereka mulai terlihat aneh. Tatapan mereka menjadi kosong, tubuh mereka berdiri kaku di tempat. Bibir mereka terbuka sedikit, tapi tak ada suara yang keluar. Arya terdiam, bingung. Raisha merasakan firasat buruk, tapi belum bisa memahami apa yang sedang terjadi.

Arya mencoba lagi, kali ini dengan nada sedikit canggung. "Ya, Bapak Ibu sekalian, sekali lagi, kalau Anda semua membutuhkan asuransi, pilih asuransi mana?"

Semua orang tiba-tiba menjawab serempak dengan suara datar, nyaris tanpa emosi. "Dr. Brain," kata mereka, seperti di bawah kendali sebuah komando tak kasat mata.

Raisha tersentak, jantungnya berdegup kencang. Ingatannya langsung tertuju pada sesuatu. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh kerumunan.

Bukan hanya orang-orang di dekat mereka yang terpengaruh, tapi seluruh manusia di Car Free Day. Pejalan kaki, pesepeda, bahkan para pedagang kaki lima, semuanya berhenti di tempat, wajah mereka sama-sama kosong. Mereka semua mengucapkan kata yang sama, dengan intonasi datar yang menakutkan.

"Dr. Brain. Kami semua memilih Dr. Brain," mereka berkata serempak, seperti zombie yang dikendalikan dari jarak jauh. Kecuali Arya dan Raisha.

Tiba-tiba Arya memegang kepalanya. “Ah… kepalaku...” desahnya, matanya menyipit karena rasa pusing yang mendadak menyerang. Tubuhnya goyah, hampir kehilangan keseimbangan.

Raisha yang sigap langsung meraih bahu Arya, membantu Arya agar tidak jatuh. "Arya! Kamu tidak apa-apa?"

Perlahan-lahan, Arya tampak kembali sadar. Rasa pusingnya memudar, meskipun wajahnya masih terlihat bingung. "Apa yang… terjadi? Apa yang mereka katakan tadi?"

Raisha terdiam sejenak, menatap Arya dengan ekspresi serius. "Dr. Brain... kata itu... aku pernah mendengarnya sebelumnya."

Pikiran Raisha berlari kencang, ingatannya membawa dia kembali ke acara breafing di markas NIMBIS. Raisha teringat kembali kepada foto mayat yang ditemukan dan di dada mayat itu ada sebuah cap fluoresens samar dengan kata yang tak terlupakan: Dr. Brain.

"Arya… kita harus pergi dari sini," bisik Raisha pelan namun tegas. Matanya melirik ke sekeliling dengan cemas, memperhatikan bagaimana orang-orang di sekitar mereka masih berdiri kaku, dengan tatapan kosong yang menakutkan.

"Apa maksudmu? Apa yang terjadi?" Arya menatap Raisha dengan bingung, masih mencoba memahami situasi yang aneh ini.

Raisha menghela napas panjang, lalu menggenggam tangan Arya lebih erat. "Tidak ada waktu untuk menjelaskan. Percaya padaku. Kita sedang dalam bahaya besar."

Arya tak bisa membantah. Semuanya memang terlalu aneh. Tanpa bertanya lebih lanjut, Arya mengangguk pelan.

Mereka berdua mulai bergerak perlahan, mencoba untuk tidak menarik perhatian dari kerumunan yang masih terjebak dalam pengaruh misterius itu.

Di kejauhan, drone itu masih terbang tinggi di langit, memantau setiap gerakan di bawahnya.

"Bagus!" seru si laki-laki berjubah hitam dengan nada puas sambil menatap layar komputer di hadapannya. Di layar, ia melihat seluruh kerumunan di acara Car Free Day berdiri diam, patuh pada kendali gelombang yang ia pancarkan. Semuanya diam dan berkata sesuai komandonya, seolah-olah mereka hanyalah boneka yang bisa ia kendalikan dengan jari telunjuknya.

Namun, di antara lautan manusia yang mematung, tiba-tiba dia melihat dua sosok yang bergerak di tengah-tengah mereka. Seperti dua titik yang menyimpang dari pola sempurna, mereka tampak tak terpengaruh oleh sinyal kendali yang telah disebarkan.

"Tunggu, siapa dua orang itu?" tanyanya dengan nada tajam, kemarahannya mulai memuncak. "Kenapa mereka tidak terpengaruh?"

Sosok berjubah hitam itu berdiri dengan tegang, matanya menyipit marah. Tangannya mencengkeram meja komputer di depannya, menahan dorongan untuk menghancurkan apa pun yang ada di dekatnya.

"Segera!" teriaknya kepada salah satu pelayan tanpa jiwanya yang berdiri di samping. "Susul mereka dengan drone, dan zoom-kan kameranya. Aku ingin tahu siapa mereka!"

Dengan gerakan otomatis dan tanpa perasaan, pelayan itu menuruti perintahnya. Drone yang semula melayang tenang di atas kerumunan segera diarahkan untuk mengejar dua sosok yang berlari. Kamera drone dengan cepat memperbesar pandangannya, menangkap citra dua orang yang kini tampak semakin jelas.

"Bagus... bagus sekali..." desis si laki-laki berjubah hitam, matanya fokus menatap layar. Wajahnya mulai berubah dari murka menjadi penasaran. "Zoom lebih dekat!"

Layar komputer kini memperlihatkan foto dua orang tersebut dengan resolusi yang cukup jelas.

"Siapa mereka?" gumamnya. "Siapa pria itu?”

Namun mata si laki-laki berjubah hitam tiba-tiba melebar, mulutnya terbuka sedikit saat ia melihat wajah wanita itu.

"Kau?" suaranya bergetar, hampir tak percaya. "Akhirnya... akhirnya..." Dia tampak gembira, namun sekaligus bingung. “Tapi… kenapa mereka tidak terpengaruh?”

Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Ia tak bisa menyembunyikan kegembiraan yang berbaur dengan kemarahan mendalam.

"Pantau mereka terus dengan drone!" perintahnya dengan nada tegas.

Namun, belum lama drone terus mengejar mereka, tiba-tiba gambar di layar berkedip, sinyal terganggu. Hanya beberapa detik kemudian, video drone menjadi gelap sepenuhnya.

"Sial!" teriak si laki-laki berjubah hitam, menghantam meja komputer di depannya dengan amarah meledak-ledak. "Ada apa ini? Kenapa sinyalnya terputus?"

Ia menatap para pelayannya, namun mereka hanya berdiri di sana dengan ekspresi kosong, tanpa inisiatif untuk menjawab. Laki-laki berjubah hitam menggertakkan giginya, perasaan tertekan semakin memuncak.

"Susulkan drone lain! Cepat! Perluas gelombang pengendali!" raungnya, amarahnya semakin memuncak.

Seorang pelayannya menurut. Dia segera melakukan operasi penerbangan drone susulan.

Laki-laki berjubah hitam memperhatikan proses itu dengan tak sabar. Dalam hening mencekam di sekitarnya, satu-satunya suara yang terdengar adalah napasnya yang berat dan dengung samar dari mesin-mesin di sekitarnya.

Drone susulan melayang dari markasnya meunju lokasi dengan kecepatan tinggi. Laki-laki berjubah hitam segera memantau kembali layar komputer di hadapannya. Tak butuh waktu lama drone sampai di lokasi, namun dua orang tadi sudah tak ada.

“Perluas sinyal gelombang kendali dan hentikan semua orang! Aku ingin melihat pergerakan dua orang tadi!”

Si laki-laki berjubah hitam mengepalkan tangannya erat, matanya berkobar penuh kebencian dan obsesi yang mengerikan.

"Aku akan menemukan kalian," gumamnya pelan namun berbahaya. "Aku akan menemukanmu, dan saat itu tiba... tak ada tempat lagi untuk lari."

Suara dengung dari mesin-mesin di ruangan besar itu terus terdengar, mengisi udara dengan ketegangan. Ia menyeringai dingin, menyadari bahwa permainan baru saja dimulai.

TBC

Dukung terus "Raisha & Arya" menghadapi kejahatan Dr. Brain di cerita ini ya teman-teman ! Jangan lupa LIKE, COMMENT, KASIH BINTANG & IKUTI Author, biar Author tambah semangat !!! Nantikan chapter berikutnya, daaah... !!!

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!