Korban Saudara Kembar

...****************...

Kirani mondar-mandir di ruang tengah menanti kepulangan Azka, meskipun mereka tidak tinggal satu rumah namun kalau Pria itu kembali akan mengeluarkan suara.

Hatinya tidak tenang, sesekali Ia menatap jam di dinding, menempelkan telinganya di daun pintu namun tidak ada tanda- tanda kepulangan Pria itu.

Akhirnya Rani pun memutuskan untuk keluar namun tangannya menggantung karena tiba-tiba pintu apartement nya terbuka.

           " Tia, hm Rani. Kamu belum tidur, apa kamu sudah makan. Ini aku bawakan makanan untuk mu. "

Azka hendak menyebut Tiara namun kemudian Ia mengingat nama Rani yang sebenarnya, alhasil Ia pun melarat ucapannya.

Rani mengekor di belakang, menuju meja makan karena Azka sudah ada disana sembari meletakkan kotak nasi yang Ia bawa dari luar.

       " Makanlah. "

Azka melihat sikap Rani yang nampak tidak biasa, Rani menggeleng dan mengatakan kalau Ia baru saja selesai makan.

        " Ada apa Ran, apa ada masalah. " Tanya Azka.

Karena melihat Rani gelisah, Azka meraih tangannya dan mengajaknya untuk duduk di sofa. Ia pun bertanya mengenai apa yang membuat Rani nampak gelisah seperti itu.

         " Tidak apa- apa Rani, in sya Allah kamu aman disini. Untuk masalah mu aku tidak akan memaksa mu untuk cerita, kamu bisa cerita kapan pun ketika kamu siap dan merasa masalah mu memang bisa untuk di bagi pada orang lain. "

Rani menunduk, Ia memikirkan saran dari Mega ketika beberapa jam lalu Ia menyampaikan semua yang sudah terjadi padanya.

       " Aku, sebenarnya....

Rani pun mulai menceritakan semua yang sudah Ia lalui selama ini, bagaimana dirinya di katakan hilang padahal di ajak oleh saudara kembarnya.

Ajakan itu yang berujung perubahan di wajahnya, karena dirinya menjalani operasi plastik.

Selama Ia menceritakan kisahnya Azka hanya diam menyimak, beberapa kali Ia nampak geleng-geleng kepala.

Sampai pada satu titik, Azka mulai menyadari satu hal dan itu membuatnya tidak dapat menahan diri dan akhirnya memotong cerita Rani.

         " Mendengar semua cerita mu tadi, apakah janin yang kamu kandung itu......."

Mulut Azka melongo sedangkan Rani mengangguk pelan lalu kemudian menundukkan kepala lagi. Terdengar helaan nafas Azka.

        " Tapi ini bukan kesalahan Mas Tedi, dia tidak tau apa- apa. " Ucap Rani masih dengan kepala tertunduk.

Entah apa yang di pikirkan Azka, pria itu tidak memalingkan tatapannya dari wajah Rani. Terdiam untuk beberapa saat kemudian berdiri sembari mengusap wajah kedua tangan nya.

         " Sebaiknya kamu tetap memakai nama Tiara, setidaknya sampai waktu yang entah sampai kapan. Oh ya, sekarang kamu makan kalau sudah langsung istirahat. Jangan terlalu pikirkan banyak hal, karena itu tidak baik untuk janin mu. "

Azka pamit keluar, Ia benar-benar frustasi pada masalah yang di hadapi Rani dan itu justru berkaitan dengan keluarga nya.

" Ya Allah, ada ya wanita seperti itu. Aku pikir semua ini hanya ada di sinetron ikan terbang yang selalu di tonton Ibu. "

Azka benar-benar tidak habis fikir, memikirkan kedua wanita yang ternyata saudara kembar namun berbeda watak itu.

Yang satu entah mau di ibaratkan apa, ambisi nya begitu besar hingga rela melakukan apa saja untuk mencapai apa yang di inginkan nya.

Sebaliknya yang satu, entah terlalu baik atau apa. Azka benar-benar bingung, hingga malam itu tidurnya terganggu.

Paginya Rani merasa kurang enak badan, kepalanya terasa berat. Mungkin karena semalaman tidurnya tidak nyenyak dan saat ini Ia terlalu banyak menanggung beban pikiran.

Rani mencoba bangun karena mengingat pekerjaan nya.

" Ya Allah, ada apa dengan kepalaku. Rasanya berat sekali, tapi aku harus bangun. Azka pasti sudah bangun, dia pasti mencari ku karena belum menyiapkan semua keperluan nya. " Gumam Rani.

Ia mencoba bangkit, menyeret langkah nya keluar kamar. Namun tiba-tiba pandangannya gelap dan Ia tidak ingat apapun lagi, Rani jatuh di ruang tengah.

Pukul delapan Azka mengerjabkan mata dan langsung tertuju pada jam yang di gantung di dinding kamarnya.

Ia melangkah ke kamar mandi mencuci wajahnya dan rutinitas yang lain, setelah nya Ia keluar mencari keberadaan Rani. Ia mencari ke dapur namun tidak ada.

" Kemana dia, apa belum datang. "

Selang beberapa menit kemudian Azka merasakan firasat yang kurang mengenakan, Ia bergegas keluar dan berlari kecil ke apartement sebelah.

Azka langsung membuka pintunya tanpa mengetuk terlebih dulu, Ia melangkah masuk memanggil nama Rani.

Ia terkejut melihat Rani tertidur di lantai, dengan penuh rasa khawatir Azka berusaha membangunkan nya dengan cara menepuk pelan pipi Rani namun tidak ada reaksi apapun.

" Ya Allah, ada apa dengan mu. Rumah sakit, ya rumah sakit, semoga belum terlambat. "

Azka bergegas menggendong tubuh Rani dan berlari keluar apartement, namun Ia ingat kunci mobilnya tertinggal. Mau tak mau Azka meletakkan kembali tubuh Rani di sofa dan bergegas mengambil apa yang Ia perlukan.

Azka menyerukan pada satpam untuk membantu nya membuka pintu, satpam ingin bertanya apa yang terjadi namun enggan.

Setelah mengemudi beberapa saat akhirnya mereka tiba di rumah sakit, Azka kembali menggendong tubuh Rani sambil berlari Ia meminta pertolongan.

Suster yang melihat pun langsung sigap melakukan tugasnya, Rani di masukkan ke dalam ruangan untuk di lakukan pemeriksaan, sementara Azka menunggu di ruang tunggu dengan harap- harap cemas.

Mulutnya komat- kamit, dalam hati Ia berharap semuanya baik- baik saja. Selang beberapa menit kemudian pintu ruangan itupun terbuka. Azka bergegas menemui Dokter wanita itu.

" Bagaimana kondisi istri saya Bu. " Tanya Azka.

Ya, dia harus mengaku kalau dirinya adalah suami pasien ketika dirinya menjelaskan penyebab Rani pingsan.

" Alhamdulillah Pak, pasien baik- baik saja begitupun janin nya. Janin nya sangat kuat meskipun terjadi benturan tapi In sya Allah tidak ada masalah serius. "

Azka menghela nafas lega, Ia benar-benar bersyukur karena yang sempat Ia takutkan tidak terjadi.

" Apa bisa saya menemuinya Bu. "

Dokter pun tersenyum dan mengangguk mengijinkan Azka yang di kira suami dari Rani, yang ada di pikiran Dokter wanita itu, akan lebih baik klau pasien di temani oleh suaminya sendiri.

" Silahkan Pak, tapi tolong ya Pak. Saat ini pasien sedang hamil dan hormon nya berubah- ubah. Tolong di jaga mental pasien, jangan biarkan Ia memikirkan sesuatu yang membenani pikiran nya. Karena meskipun hari ini pasien baik- baik saja tapi tidak menutup kemungkinan kalau hal ini terulang lagi, mungkin kita tidak akan bisa melakukan apapun lagi. "

Azka mengangguk dan Ia berterima kasih pada Dokter sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam ruangan tempat Rani di rawat.

Rani yang mulai tersadar, Ia terkejut melihat dimana Ia berada saat ini.

" Sudah Tiara, kamu istirahat saja dulu, kondisi mu masih lemah. "

Rani pun manut dan merebahkan tubuhnya, Ia kemudian mengingat kehamilan nya dan langsung mengelus perutnya saat itu juga dengan wajah panik.

" Dia baik- baik saja Tiara, anak mu sangat kuat. "

Azka bertanya kenapa sampai Rani pingsan dan Rani pun menceritakan awal mula ketika diriny bangun dan merasa kepalanya terasa berat, hingga pandangan nya buram dan akhirnya tidak ingat apapun.

Lepas dari semua yang terjadi, Rani lega karena janinnya baik- baik saja. Akan menjadi penyesalan terbesar seumur hidupnya andai terjadi sesuatu pada calon buah hatinya itu.

...****************...