Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1 : MENANTU TERHINA
“Richard! Kenapa ruang keluarga masih banyak debu! Ini juga barang-barang berantakan tidak sesuai tempatnya!” teriak Sabrina menggelegar di seluruh penjuru rumah.
Pria yang memiliki perawakan tinggi dan tegap itu berlari tergopoh-gopoh dari kamarnya. Deru napasnya berembus dengan kasar. Ia segera menghampiri ibu mertuanya, yang tengah mencolek debu di meja dan sekelilingnya.
“Maaf, Ma. Saya harus menyiapkan keperluan Velyn dulu sebelum berangkat ke kantor,” tutur Richard dengan suara pelan.
“Saya tidak mau tahu! Intinya setiap saya mau bersantai di mana pun, tempat harus sudah bersih tanpa debu satu pun!” berang Sabrina melotot dengan tajam pada pria berstatus menantu barunya itu.
Richard menghela napas berat, “Baik. Akan segera saya kerjakan, Ma,” ucap lelaki itu segera beranjak mengambil peralatan kebersihan.
“Apa sih, Ma! Pagi-pagi udah ribut aja. Pusing aku dengernya!” Velyn berucap sembari menuruni anak tangga dengan langkah anggun.
Balutan dress selutut dan jas terlihat pas ditubuh semampai wanita itu, sepasang high heels menemani setiap langkah kaki jenjangnya. Pertanda, ia sudah siap beraktivitas di kantor seperti biasa.
“Ini nih, suami kamu. Ngapain aja sih dari pagi? Sudah jam segini masih belum beres juga kerjaan rumah!” cebik Sabrina menatap remeh menantu laki-lakinya.
Richard tak peduli, ia tetap menyeka setiap debu yang ada di meja, sofa dan sekitar ruang keluarga.
“Setrika baju aku, Ma. Lagian Mama sih! Kenapa pecat dua ART kita?” balas Velyn melenggang ke meja makan untuk sarapan seperti biasa.
“Gunanya suami kamu apa, Vel? Dari pada jadi pelayan di bar seperti dulu, mending bersih-bersih rumah kita lah. Lumayan bisa mengurangi budget bulanan!” cibir Sabrina memutar bola matanya malas.
Tidak terlalu ambil pusing, Velyn segera duduk di kursinya. Ia sendiri tidak terlalu peduli dengan kondisi suaminya. Gara-gara lelaki itu, pernikahan Velyn dengan sang kekasih harus kandas.
Selang beberapa saat, semua sudah berkumpul di meja makan. Richard segera mencuci tangan, lalu melangkah cepat ke sana, sebelum amarah dari mertuanya kembali mencuat.
Satu per satu ia layani, mengambilkan makanan untuk ayah ibu mertua, adik ipar dan juga istrinya. Baru dia bisa duduk bergabung di meja makan.
“Kak Velyn, aku nebeng berangkat kuliah ya. Mobilku masih di bengkel!” pinta Debora—adik Velyn.
“Hemm!” Hanya itu sahutan Velyn. Ia makan dengan cekatan, muak sekali rasanya berada di rumah dan harus bertemu suaminya. Walaupun memiliki wajah yang rupawan, tapi kebencian Velyn pada sang suami telah mendarah daging.
...\=\=\=\=oOo\=\=\=\=
...
Velyn dan Debora beranjak keluar setelah menyelesaikan sarapannya. Hanya berpamitan pada orang tuanya, tanpa memedulikan Richard.
Pria itu mendengkus, sudah satu minggu lamanya menjadi bagian dari Keluarga Narendra. Namun, tak satu pun penghuni rumah yang menghargainya. Termasuk, istrinya sendiri.
“Aduduh! Pinggang Papa kok tiba-tiba sakit sekali ya, Ma!” rintih Narendra, saat beranjak dari kursi.
“Eh, kenapa, Pa? Bukannya tadi baik-baik saja?” sahut Sabrina menautkan kedua alisnya.
“Enggak tahu, Ma. Sakit sekali, buat bergerak saja sakit!” tambah Rendra meringis kesakitan, sembari memegangi pinggang bawahnya.
Richard segera mendekat, “Pindah ke ruang tengah saja, Pa. Mari saya bantu!” tawar lelaki itu.
Rendra tampak keberatan, matanya bahkan memicing tajam. Akan tetapi mau bagaimana lagi. Ia terpaksa menerima uluran tangan menantu yang ia anggap sampah itu.
Perlahan-lahan, Richard menopang tubuh Rendra dan membantunya duduk di sofa panjang.
“Bagian mana yang sakit, Pa?” tanya Richard sembari berjongkok.
Malas menjawab, karena Rendra pikir tidak ada gunanya. Ia hanya merintih sembari menekan-nekan pinggang bawahnya.
Richard mengangguk, ia meminta izin pada ayah mertuanya untuk memijatnya. Meski tak mendapat jawaban, Richard tetap duduk bersila lalu mulai menekan titik syaraf-syaraf di telapak kaki Rendra.
“Aaarggh! Menantu sialan! Apa yang kamu lakukan? Kau ingin membunuhku?” berang Rendra menendang Richard hingga terjengkang. Ia semakin merasakan sakit yang luar biasa.
Richard terdiam sesaat, mengamati wajah ayah mertuanya yang pucat pasi, keringat dingin mulai menyembul di kening, kemudian dari keluhan dan titik syaraf yang ia pijat, Richard bisa menyimpulkannya.
“Maaf, Pa. Tetapi, selama lima tahun terakhir saya bisa melakukan pijat tradisional. Dari sini saya juga bisa mendeteksi penyakit Papa. Menurut saya, ginjal Anda sedang bermasalah. Tolong kurangi makanan mengandung garam dan perbanyak minum air putih,” papar Richard menjelaskan.
“Helleh! Tahu apa kamu tentang dunia medis?” sentak Sabrina mendorong bahu Richard. “Awas saja kamu kalau suamiku kenapa-napa! Aku bisa menuntutmu ke penjara!” tambahnya melotot tajam.
“Terserah Mama. Kalau tidak percaya silakan periksa ke rumah sakit sekarang. Mari, saya antar,” tawar Richard mengedikkan bahu. Lalu beranjak dari lantai, melenggang keluar untuk menyiapkan mobil.
Setengah berlari, Richard kembali masuk dan membantu ayah mertuanya masuk ke mobil.
...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=
...
Sesampainya di rumah sakit, hasil pemeriksaan dokter ternyata sama dengan apa yang tadi diucapkan Richard. Untuk sementara, masih bisa menjalani pengobatan rawat jalan.
Richard mengendarai mobil dengan kecepatan rendah. Karena Rendra terus mengeluh dan merintih kesakitan.
“Diagnosa saya dengan dokter sama kan, Pa? Selain obat-obatan medis, nanti saya akan bantu terapi pijat tradisional untuk mengurangi rasa nyerinya,” ucap Richard menatap spion yang menggantung di atasnya.
“Paling juga kebetulan!” cibir Sabrina mencebikkan bibirnya.
“Terserah Mama. Saya hanya berusaha membantu. Tidak mungkin saya menyakiti ayah mertua,” balas Richard dengan santai.
“Lakukan saja! Tapi awas kalau tidak bisa sembuh dalam satu minggu ke depan!” perintah Rendra yang menyandarkan kepala sembari memejamkan mata. Richard hanya tersenyum disertai sebuah anggukan.
Selesai mengantar mertuanya sampai di kamar, Richard mendapat perintah untuk menjemput Debora di kampus. Mengingat mobil gadis itu masih berada di bengkel.
...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=
...
Hanya dengan pakaian sederhana, kaos putih dan celana jeans, pria itu bersandar di badan mobil setelah terparkir di depan kampus tempat Debora menimba ilmu.
Satu per satu para mahasiswa mulai berhamburan keluar, karena jam kuliah sudah habis. Richard mengedarkan pandangannya, takut jika adik iparnya menunggu terlalu lama.
Tak berapa lama, Debora membeliak lebar saat tahu kehadiran kakak iparnya. Ia segera berpamitan pada teman-temannya dan berlari dengan terburu-buru. Pasalnya, mereka tahu Richard adalah pelayan bar. Karena Debora dan teman-temannya sering pergi ke tempat Richard bekerja. Ia tidak ingin teman-temannya tahu jika pria itu adalah kakak iparnya.
“Ngapain kamu di sini? Mana Papa?” sentak Debora merundukkan kepala, mengintip isi mobil.
“Aku yang jemput. Papa lagi sakit,” balas Richard dengan santai membukakan pintu untuk gadis itu.
BUGH!
Debora melempar tasnya tepat di dada Richard. Untung saja segera ditangkap. “Buruan jalan! Jangan sampai teman-temanku tahu siapa kamu!” gerutu gadis itu melempar tubuhnya ke jok penumpang.
Richard menghela napas panjang demi mengurai kesabarannya. Ia segera duduk di kursi kemudi, meletakkan tas Debora di sebelahnya. Perlahan, melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata.
Baru meninggalkan kampus selama lima belas menit, tiba-tiba ada mobil yang melintang, menghadang mobil yang dikendarai oleh Richard.
Mau tak mau, lelaki itu menginjak pedal rem kuat-kuat. Bahkan tubuh Debora sampai terhuyung ke depan.
“Woi! Bisa nyetir nggak sih!” teriak Debora memekakkan telinga.
Richard hanya diam saja tak menanggapi umpatan Debora. Matanya fokus ke depan, memperhatikan beberapa orang berpakaian rapi yang menghampirinya.
Bersambung~
Assalamu'alaikum, Besti 🙏💋 Selamat datang di karya baru saya. Jangan lupa subcribe, like, komen dan rate nya ya. Semoga syuka 🤗😘