Hyuna Isvara, seorang wanita berusia 29 tahun yang bekerja sebagai seorang koki di salah satu restoran.
4 tahun menjalani biduk rumah tangga bersama dengan Aksa Dharmendra, tidak juga diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki anak.
Namun, kehidupan rumah tangga mereka tetap bahagia karena Aksa tidak pernah menuntut tentang anak dari Hyuna.
Akan tetapi, kebahagiaan mereka sedikit demi sedikit menghilang sejak Aksa mengenalkan seorang wanita kepada Hyuna tepat di hari annyversary mereka.
Siapakah wanita yang Aksa kenalkan pada Hyuna?
Bagaimanakah rumah tangga mereka selanjutnya?
Yuk, ikuti kisah Hyuna yang penuh dengan perjuangan dan air mata!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Andila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 2. Berhentilah Dari Pekerjaan.
"Ibu!"
Aksa mengusap wajahnya dengan kasar. Entah harus seperti apa lagi dia bicara dengan sang ibu untuk memahami keadaan saat ini. Perihal anak, tentu saja menjadi urusan Tuhan. Sementara mereka, hanya bisa berusaha saja.
Hyuna yang mendengar suara keributan tentu saja terbangun dari tidurnya. Dia beranjak keluar dari kamar untuk melihat apa yang terjadi, dan dia mendengar semua ucapan yang dilontarkan oleh sang mertua.
Aksa yang akan kembali ke dalam kamar terkejut saat melihat keberadaan Hyuna di ujung tangga. "D-Dek? Kau sudah bangun?"
Hyuna tersenyum ke arah Aksa yang berjalan ke arahnya, sementara Mona yang melihatnya langsung memalingkan wajah.
"Kenapa sudah bangun? Tidur saja lagi," ucap Aksa sambil menyandarkan tubuhnya ke dinding.
"Berisik gitu, emang siapa yang bisa tidur, Mas." Hyuna beranjak menuruni anak tangga membuat Aksa kembali mengikutinya.
Hyuna bukannya tidak peduli atau pun tidak sakit hati dengan apa yang mertuanya katakan. Hanya saja dia sudah kebal dengan ucapan seperti itu, karena setiap datang mertunya selalu membahas tentang anak dan anak tidak ada habisnya. Memangnya siapa sih, wanita yang tidak ingin punya anak?
Mona melirik Hyuna dengan sinis. "Bangun juga, kau?"
Hyuna tersenyum manis lalu duduk di hadapan sang mertua. "Ya, Ibu. Ada yang bisa saya bantu?" Dia menyilangkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain seperti seorang bos.
"Istri macam apa kamu, yang jam segini baru bangun?" ucap Mona dengan ketus dan juga pedas.
"Bu!" Aksa kembali menegur ibunya agar tidak mencari keributan. Ingin sekali dia mengusir wanita paruh baya itu saat ini juga, tetapi nanti dianggap durhaka dan dikutuk menjadi batu.
"Istri yang lelah karena sudah seharian bekerja, Ibu."
"Halah. Selalu itu saja yang kau jadikan alasan untuk kemalasanmu, dasar tidak tau diri!"
Hyuna mengepalkan tangannya dengan erat. Dia bukan wanita lemah yang selalu bisa ditindas, tetapi jika lawannya sang mertua. Dia juga tidak bisa melawannya dengan keras.
"Pokoknya ibu tidak mau tau, Hyuna. Berhenti dari pekerjaanmu atau cerai dari Aksa."
"Apa?"
Baik Aksa maupun Hyuna sama-sama terkejut dengan apa yang Mona katakan. "Ibu bicara apa, sih?" Aksa menatap ibunya dengan tajam.
"Ibu bicara apa kau bilang? Ibu bicara demi kebaikanmu, Aksa. Mau jadi apa kalian jika tidak punya keturunan, hah?"
"Ini masih 4 tahun, Bu. Bukannya 10 tahun atau 20 tahun. Kami masih punya banyak waktu untuk-"
"Diam kamu!" Mona menunjuk ke arah Hyuna membuat ucapannya terpaksa berhenti. "Pokoknya berhenti dari pekerjaanmu dan diam di rumah, fokus saja pada program kehamilan. Apa kau paham?"
Hyuna menghela napas kasar dengan penuh kesal. Sudah bertahun-tahun dia menjadi seorang koki, masa harus berhenti begitu saja?
"Menurut Mas apa yang ibu katakan itu benar, Dek."
Hyuna langsung menatap Aksa dengan tajam. "Maksudmu apa, Mas? Kau menyuruhku untuk berhenti kerja juga, hah?" Dia benar-benar tidak percaya.
"Bukan begitu, Sayang. Aku cuma kasihan melihatmu terlalu lelah, tubuhmu kan juga butuh istirahat. Jadi, lebih baik kau di rumah saja."
"Tapi aku tidak apa-apa, Mas. Aku bisa-"
"Lihat, wanita keras kepala ini memang tidak mau mendengar siapapun. Jangankan mendengarkan ibu, mendengarkan kau aja dia tidak mau, Aksa. Untuk apa lagi wanita seperti dia kau pertahankan."
Hyuna beranjak pergi dari tempat itu sebelum kesabarannya benar-benar habis. Bukankah mereka sudah sangat keterlaluan sekali padanya?
"Hyuna, tunggu-"
"Mau ke mana kau, Aksa. Ibu belum selesai bicara."
Aksa yang sudah berbalik dan hendak mengikuti Hyuna terpaksa menahan langkahnya, dia lalu kembali menoleh ke arah samg ibu. "Cukup, Bu. Ibu sudah keterlaluan. Lebih baik Ibu pulang sekarang juga, sebelum keributan semakin besar."
"Kau mengusir ibu?" Mona menatap putranya dengan sayu. Dia tidak menyangka jika putranya sendiri tega mengusirnya.
"Bukan seperti itu, Bu."
Aksa menjambak rambutnya dengan frustasi. Dia jadi merasa serba salah. Dia tahu jika tidak seharusnya ibunya berkata seperti itu pada Hyuna, tetapi wanita itu juga terlalu keras kepala.
"Ibu tidak menyangka kalau putra ibu satu-satunya tega mengusir ibunya sendiri." Mona memulai drama dan terisak pilu.
Aksa mendekati sang ibu lalu memeluknya. "Maafkan aku, Bu. Tadi aku tidak bermaksud untuk mengusir Ibu, aku hanya terbawa emosi."
Mona menganggukkan kepalanya. "Ibu tau jika anak ibu tidak seperti itu. Tapi, kau bisakan menuruti apa kata Ibu?" Dia menatap Aksa dengan mata berkaca-kaca.
Aksa kembali terdiam dengan helaan napas kesal. "Baiklah. Nanti aku akan membicarakannya dengan Hyuna."
Mona mengangguk senang dengan bibir melengkung bak bulan sabit. Kemudian dia beranjak kembali ke rumahnya setelah melakukan apa yang dia inginkan.
Setelah melihat ibunya pergi, Aksa beranjak untuk kembali menemui Hyuna yang berada di dalam kamar.
"Dek!" panggil Aksa sambil melangkah masuk ke dalam kamar.
Hyuna yang berada di atas ranjang bergeming dan tidak menghiraukan kedatangan sang suami.
"Dek, mengertilah dengan kekhawatiran kami. Ibu juga sangat mengkhawatirkanmu, makanya dia jadi seperti itu. Tidak ada salahnya 'kan, jika kau berhenti kerja?"
Hyuna tetap diam sambil menenggelamkan kepalanya di bantal, tentu saja hatinya sakit dengan apa yang mereka katakan.
"Dek, bicaralah." Aksa menggoyangkan tubuh Hyuna sampai akhirnya wanita itu beranjak duduk.
"Aku juga ingin punya anak, Mas. Memangnya ini salahku, jika sampai sekarang aku tidak punya anak? Kenapa ibu selalu mengatakan kalau aku mandul?" Air mata Hyuna keluar juga, padahal sejak tadi dia mencoba untuk bertahan.
Aksa memeluk tubuh Hyuna dengan erat. "Itu sebabnya ikuti saja apa yang ibu katakan, Dek. Mungkin dengan istirahat akan baik untuk kesehatanmu, sehingga peluang untuk punya anak semakin besar. Bukannya Dokter menyuruhmu untuk banyak istirahat?"
Hyuna terdiam. Apa yang Aksa katakan itu benar, tapi tidak rela rasanya jika harus keluar dari pekerjaan yang sudah bertahun-tahun di jalani.
"Aku mohon, hem?"
Hyuna menghela napas kasar. "Baiklah, Mas. Aku akan mengundurkan diri."
•
•
•
Tbc.