Setelah sepuluh tahun, suamiku kembali pulang ke rumah. Dia ingin kembali hidup bersama denganku, padahal dia yang telah pergi selama sepuluh tahun dan menikah lagi karena menuduhku mandul.
Namun, setelah Petra pergi aku justru hamil. Aku merahasiakan kehamilanku hingga putriku lahir. Selama sepuluh tahun aku merawat Bella seorang diri.
Apa yang akan terjadi bila Petra mengetahui kalau Bella adalah darah dagingnya. Apakah aku harus menerima kembali kehadirannnya setelah sepuluh tahun.
Yuk! ikuti kisah dan perjuangan Kayla dalam cerita, Di Ujung Sesal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Ulah Petra.
Aku sedang memasang payet pada kebaya pesanan salah satu customerku. Ketika aku mendengar suara sepeda motor berhenti di depan rumah. Juga derit pintu pagar yang didorong. Saat kedua netraku berpaling ke arah pintu sesosok tubuh berjalan memasuki teras.
Petra!
Ada urusan apa dia datang siang-siang begini disaat jam kerja? Dari raut wajahnya yang terlihat keruh, pasti ada hal penting yang hendak dia bicarakan.
"Kay, boleh aku masuk?" ucapnya. Pintu memang terbuka lebar, tapi karena ada penyekat pintu besi tentu saja dia tidak bisa masuk begitu saja. Sejenak aku ragu untuk membukakan pintu. Apalagi saat ini hanya aku sendiri di rumah. Devi minta izin tidak masuk karena ibunya sakit.
Kutepis keraguanku itu lalu membuka pintu penyekat.
"Ada perlu apa? Bella masih di sekolah," kataku karena kupikir kedatangannya berhubungan dengan Bella.
"Aku mau bicara denganmu, Kay." Petra duduk di atas sofa.
"Soal apa?" ucapku heran melihat wajah Petra yang nampak tegang.
"Ada hubungan apa kamu dengan, Bram?" tatapan Petra begitu tajam seolah mau mengelupas kulit wajahku.
"Bram? Kamu mau bicara soal, Bram?" ucapku balik tanya.
"Iya, jawablah yang sejujurnya, Kay."
"Kau tidak berhak mencampuri urusan pribadiku," dengusku tidak suka karena Petra membahas masalah pribadiku.
"Kay, aku tidak pernah menceraikan kamu. Aku masih berhak atas dirimu." Hentaknya mulai kesal.
"Cukup Petra. Sepuluh tahun kita sudah berpisah dan kamu juga sudah menikah lagi. Masih berani juga kamu ngomong seperti itu!" Hardikku tidak mau kalah.
"Aku masih mencintai kamu, Kay. Mari kita mulai lagi dari awal beri aku kesempatan, aku janji akan melakukan apa saja untuk kebahagian kamu dan Bella." Petra berpindah duduk kesisiku meraih tanganku, berusaha membujukku agar aku mau rujuk lagi.
"Tidak Petra! Aku muak setiap kali kamu membicarakan soal kita. Jangan ganggu lagi kehidupkanku." Aku menepis kasar tangan Petra. Wajah Petra berubah merah karena tepisan ku itu. Sinar matanya agak aneh saat melihatku.
"Pulanglah Petra, aku capek setiap kali membicarakan masalah ini.Sebaiknya kau segera urus perceraian kita atau aku yang akan melakukannya." Aku membuka lebar-lebar pintu agar Petra segera keluar. Tapi Petra diam tak bergeming. Pandangannya semakin tajam kala menatapku.
Petra melangkah perlahan mendekatiku. Dia mengungkungku dengan sinar matanya yang semakin aneh. Aku was-was jika Petra bertindak nekad. Aku menghindari tatapannya itu.
Sekali sentak Petra menarik lenganku dan menekan tubuhku ke tembok. Punggungku terasa sakit saat membentur tembok.
"Apa-apan kamu, Petra. Lepaskan!" Aku berusaha meronta tapi cekalan Petra makin kuat, " aku akan berteriak jika kamu macam-macam," ancamku. Petra malah semakin mendekatkan wajahnya, aku menutup kedua mataku dan berusaha meronta dari kungkungannya.
"Aku tidak akan melepaskanmu pada siapa pun, Kay." hembusan nafas Petra menelusuri wajahku. Aku mencium aroma khas dari mulutnya. Sepertinya Petra dipengaruhi alkohol. Ya, Tuhan, tolong aku, teriakku dalam hati aku begitu ketakutan jika Petra nekad berbuat sesuatu.
Aku berusaha mendorong tubuh Petra yang sudah dikuasai nafsu. Tapi, semakin aku berontak semakin kasar Petra memperlakukan ku.
"Tol ... long," teriakku. Tangan kokohnya membekap mulutku sehingga aku sulit bernapas. Petra menyeretku ke kamar, mati-matian aku berusaha bertahan. Namun, segala usahaku tampaknya sia-sia. Petra makin beringas saja karena dibawah kendali alkohol.
Aku terhempas diatas tempat tidur saat Petra, mendorongku. Rasa sakit di punggungku tidak kupedulikan lagi. Aku meronta sejadinya saat Petra menindihku.
"Petra, tolong lepaskan aku. Jangan lakukan itu." Pintaku dengan air mata berurai. Semua usahaku sia-sia, tenagaku tidak sebanding dengan kekuatannya terlebih dalam keadaan mabuk
"Srek ...." kemeja yang aku kenakan robek saat Petra membuka paksa.
Disaat aku sudah pasrah dengan apa yang akan menimpaku. Tiba-tiba aku mendengar pintu kamarku di dobrak. Sekali tendang tubuh Petra berguling dari atas tubuhku.
"Bram!" seruku kaget saat mengetahui siapa yang datang menolongku.
"Bajingan kamu, Petra! Buk! Buk!" beberapa pukulan mendarat di tubuh, Petra saat Bram menghajarnya. Aku menjerit ketakutan melihat baku hantam itu.
Petra, meski dibawah pengaruh alkohol tetap memberi perlawanan secara maksimal. Tubuh Bram sempat jatuh terjengkang kena pukulan, Petra. Bahkan sudut bibir Bram berdarah kena bogem.
Karena mendengar jeritan dan suara gaduh dari rumahku, para tetangga muncul melerai perkelahian itu. Mereka berhasil mengamankan Petra dan membawanya ke luar rumah. Sementara aku menangis di sudut tempat tidur. Aku shok dengan apa yang barusan terjadi.
Bram mendekatiku membuka jas nya dan menutupi tubuhku bagian atas yang sudah terbuka. Aku menangis dalam pelukan, Bram.
"Sudah, kamu sudah aman, Kay." Bram mengusap air mata di pipiku yang tidak berhenti mengalir. Tubuhku masih menggigil ketakutan. Kejadian barusan sungguh membuatku terpukul.
"Kay, kenapa Petra mau menyakiti kamu. Ada apa sebenarnya antara kalian?" ucap Bram merasa bingung.
"Petra adalah mantan suami aku."
"Apa?" Bram terkejut mendengar ucapanku.
"Jadi, Petra adalah Papanya, Bella? Kenapa kamu gak cerita selama ini Kay?"ujarnya.
"Maafkan aku. Sebenarnya aku tidak bermaksud merahasiakan itu. Hanya saja aku belum siap."
"Ya, sudah. Yang penting sekarang kamu sudah aman. Untung saja aku segera datang. Entah kenapa aku mencemaskan kamu tiba- tiba, ternyata firasatku benar. Beberapa hari ini aku memang merasa aneh melihat tingkah, Petra. Tapi aku tidak menyangka ada hubungannya dengan kamu, sayang." Bram menyuruhku mengganti pakaianku yang robek.
" Bu Kayla, ibu tidak apa-apa 'kan?" Bu Reny tetanggaku tiba-tiba masuk ke dalam kamar dan memelukku.
"Aku tidak apa-apa, Bu Reny."
"Syukurlah, Bu. Tadi aku curiga saat mendengar suara ribut dari rumah Ibu, itu sebabnya aku hendak melapor kerumah Pak Rt, untung saja Pak Bram keburu datang."
"Terima kasih, Bu." ucapku .
Aku melihat wajah Bram yang lecet dan sudut bibirnya berdarah. Beberapa kali tadi aku melihat Petra memukul wajah Bram.
"Bram, wajahmu berdarah, aku ambilkan obat ya?" aku berdiri hendak mengambilkan kotak obat. Tapi dicegah Bram.
"Sudah Kay, jangan pedulikan lukaku. Aku masih tidak percaya kenapa Petra sampai hati lakukan itu padamu. Setauku Petra memang sudah berpisah dengan istrinya, Wulan. Karena dia memergokinya selingkuh. Tapi aku tidak pernah tau kalau kamu adalah mantan istrinya. Aku kenal Petra, baru lima tahun terakhir ini. Dia awalnya adalah karyawan Pamanku. Paman yang merekomendasikannya padaku, hingga aku percaya dan mengangkatnya jadi manajerku dan membuka cabang usaha di kota ini." jelas Bram panjang lebar.
"Dia dan keluarganya menghianatiku. Petra menikah lagi karena aku dianggap mandul. Aku tidak menduga disaat proses perceraian aku ternyata hamil.
Aku merahasiakan kehamilanku dan memutuskan pergi sebelum sempat menerima surat cerai. Itulah sebabnya dia.masih menganggapku sebagai istrinya. Lalu tiga bulan lalu aku bertemu lagi dengannya dan mengetahui keberadaan, Bella. Dia meminta rujuk tapi aku tolak. Menurutku dia sudah tidak berhak apa-apa denganku, tadi dia datang tiba-tiba dan menanyakan hubunganku dengan kamu dan nekad mau menodaiku." Aku kembali menangis saat menceritakan kejadian tadi. Hatiku sangat terguncang atas perlakuan Petra yang nyaris merudapaksaku.
"Sekarang kamu sudah aman, sayang. Aku akan menjaga dan melindungimu." ***