Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhutang Budi Pada Sang Penyelamat
Alina yang masih dalam keadaan syok, perlahan bangkit dan sama sekali dirinya tidak merasakan sakit. Padahal kondisinya saat itu cukup parah.
“Tolong bawa saya pergi menuju taksi itu,” pinta Alina seraya menunjuk ke arah taksi yang sebelumnya dipesan oleh Alina.
“Mbak mau ke mana?” tanya Fatimah.
“Saya ingin segera pergi ke rumah sakit,” jawab Alina lirih.
Fatimah menawarkan diri untuk ikut mengantarkan Alina, sekaligus bertanggungjawab atas apa yang telah terjadi kepada Alina. Namun, Alina menolak apapun yang ingin Fatimah lakukan padanya.
Karena Alina bersikeras, Fatimah akhirnya mengantarkan Alina menuju taksi.
“Nama mbak siapa?” tanya Fatimah.
Alina tersenyum kecil, ia merasa Fatimah tidak perlu mengetahui siapa dirinya.
“Jalan Pak!” pinta Alina yang telah masuk ke dalam mobil.
Fatimah menyalahkan dirinya sendiri yang tak tahu malu, tidak seharusnya ia diam saja ketika melihat penyelamat nya pergi begitu saja dalam keadaan terluka karena telah menyelamatkan dirinya.
Tak berselang lama, polisi datang mendatangkan TKP yang saat itu benar-benar menghebohkan.
1 jam kemudian.
Alina tidak bisa membendung air matanya ketika merasa perih di wajahnya. Ia bersyukur karena Allah masih menyelamatkannya setelah apa yang terjadi.
“Mbak Alina sebaiknya tetap berada di sini untuk pemulihan,” ucap Dokter wanita bernama Sisca.
“Tidak perlu, bu dokter. Saya harus cepat kembali,” balas Alina.
Dengan tangan kiri yang diperban dan juga wajah yang bagian separuhnya ikut diperban, Alina memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Alina tidak ingin bila kedua mertuanya melihat betapa jelek wajahnya.
Setelah melakukan administrasi, Alina bergegas kembali ke rumah.
“Assalamu'alaikum,” ucap Alina yang ternyata pulang di temani salah satu perawat rumah sakit.
“Wa'alaikumsalam, Ya Allah. Alina, kamu kenapa?” Ibu Desi syok berat melihat keadaan Alina yang cukup memperihatinkan.
Ibu Desi lemas tak berdaya dan tiba-tiba tak sadarkan diri. Untungnya ada Ayah Bahri yang dengan sigap menggendong istrinya.
“Ibu!” Alina berteriak panik melihat Ibunya yang telah sadarkan diri.
Ayah Bahri meminta Alina untuk tetap tenang dan membawa Ibu Desi masuk kamar.
“Ayah.” Alina menangis merasa bersalah karena Ibu Desi pingsan setelah melihat dirinya.
“Sayang, kamu yang tenang ya. Ibumu hanya kelelahan saja dan mungkin sebentar lagi Ibu bangun,” ujar Ayah Bahri.
Ayah Bahri meminta Alina untuk berbicara di ruang tamu sekaligus ingin menanyakan apa yang sebenarnya telah terjadi kepada putri kesayangannya.
Melihat wajah Sang Ayah, Alina tidak sanggup menceritakan alasan mengapa dirinya bisa terluka seperti ini. Ia pun menceritakan bahwa apa yang telah terjadi padanya murni kesalahannya yang asal menyebrang jalan raya.
“Kita ke rumah sakit ya,” tutur Ayah Bahri mengajak Alina untuk pemeriksaan lanjutan.
“Tidak usaha, Ayah. Alina hanya ingin banyak beristirahat di rumah ini. Lagipula, Alina hanya perlu minum obat secara rutin agar bisa segera pulih,” pungkas Alina.
“Kamu ke sini sendirian? Lalu, bagaimana dengan suamimu? Apakah dia tidak tahu dengan kondisimu, Alina sayang?” tanya Ayah Bahri.
“Alina mohon dengan sangat, Mas Hafiz tidak boleh tahu soal ini. Alina tidak ingin Mas Hafiz melihat wajah Alina dan kondisi Alina yang terluka seperti ini, Ayah,“ jawab Alina memohon pada Sang Ayah untuk merahasiakan nasib yang menimpa Alina.
“Bagaimana mungkin Ayah diam dan tidak memberitahu suamimu, Alina. Hafiz berhak tahu,” ucap Ayah Bahri seraya mengeluarkan ponselnya hendak menghubungi menantunya.
Di sisi lain.
Hafiz mendapat kabar kalau Fatimah hampir saja celaka karena ada truk kayu yang terguling. Tanpa pikir panjang, Hafiz segera menemui Fatimah untuk melihat kondisi dari kekasihnya itu.
Hafiz turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah Fatimah yang kebetulan pintu rumah Fatimah terbuka lebar.
“Fatimah!” Hafiz datang dan memeluk Fatimah dengan erat. “Apa yang terluka, Imah?” tanya Hafiz panik.
“Fiz, ada Ibuku,” ucap Fatimah menyadarkan Hafiz agar segera melepas pelukannya.
“Oh, maaf.” Hafiz melepaskan pelukannya dan sedikit menjauh dari Fatimah.
Ibu Nunuk yang tak lain adalah Ibu kandung Fatimah, mempersilakan keduanya untuk mengobrol. Sementara dirinya pergi ke dapur untuk menyuguhkan kopi.
“Apa ada yang terluka, Im? Kita ke rumah sekarang ya,” ucap Hafiz mengajak Fatimah pergi ke rumah sakit.
“Tidak usah, Fiz. Aku sama sekali tidak terluka dan baik-baik saja. Tetapi, gadis yang menyelamatkan ku dia terluka parah,” terang Fatimah.
“Maksudmu?” tanya Hafiz penasaran.
“Gadis yang menyelamatkan dia sangat cantik, Fiz. Tanpa rasa takut berlari kearahku dan menyelamatkan hidupku. Entah apa jadinya kalau tidak ada dia, mungkin aku telah kehilangan nyawaku untuk selamanya di lokasi itu,” ungkap Fatimah.
“Lalu, di mana dia dirawat? Kita harus segera menemui dan mengucapkan terima kasih secara langsung,” ujar Hafiz mengajak Fatimah untuk pergi menemui Sang penyelamat.
Fatimah geleng-geleng kepala, ia menunduk sedih karena tidak tahu nama dan di mana gadis cantik itu tinggal.
“Ada apa, Im?” Hafiz mendekat seraya menyentuh pipi Fatimah.
“Aku berhutang nyawa padanya, Fiz. Tapi, justru aku yang malah tidak tahu diri. Aku bahkan tidak tahu namanya maupun tempat tinggalnya,” jawab Fatimah sedih.
“Benarkah? Kalau begitu, apakah kamu ingat wajahnya?” tanya Hafiz semakin penasaran.
“Dia sangat cantik, Fiz. Aku belum pernah melihat gadis secantik dia. Tapi, wajahnya terluka karena terkena aspal ketika menyelamatkan ku dan tangan kirinya terluka hingga mengeluarkan darah,” jelas Hafiz.
“Siapapun dia, semoga kita segera bisa bertemu dengannya. Dia adalah gadis baik yang telah menyelamatkan kekasihku ini,” ucap Hafiz yang justru malah merayu Fatimah.
Ibu Nunuk datang dengan membawa secangkir kopi untuk Hafiz pria yang ia ketahui adalah kekasih putrinya sekaligus calon menantunya.
“Silakan diminum, Nak Hafiz,” ujar Ibu Nunuk kepada calon menantunya.
“Terima kasih, Ibu. Maaf merepotkan,” balas Hafiz.
“Sama sekali tidak merepotkan, Nak Hafiz Sering-seringlah main ke sini.” Ibu Nunuk menatap Hafiz dengan penuh kebahagiaan, wanita paruh baya itu sangat berharap Fatimah dan Hafiz segera menikah.
Hafiz hanya tersenyum mendengar perkataan Ibu Nunuk yang meminta untuk sering main ke rumah itu.
“Kalian mengobrol lah, Ibu harus pergi ke rumah Bu Santoso,” ucap Ibu Nunuk yang bekerja di rumah keluarga Santoso.
“Ibu masih bekerja di rumah keluarga Pak Santoso? Bukankah Fatimah sudah meminta Ibu untuk diam di rumah saja?” tanya Fatimah sedikit kecewa.
“Ibu sudah terbiasa bekerja, Fatimah. Kalau kamu meminta Ibu untuk diam di rumah, Ibu tentu saja tidak bisa,” jawab Ibu Nunuk yang sudah terbiasa bekerja.
Ibu Nunuk pun pamit karena masih banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan dan meninggalkan keduanya yang sepertinya masih banyak hal yang ingin mereka bicarakan.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.