Senja Anindita gadis cantik yang baru saja lulus SMA diharuskan menikah dengan Abyansyah sang kakak tiri yang merupakan seorang Dokter ahli Bedah berusia 33 tahun, bukan perbedaan usia dan status duda anak 1 yang membuat Senja ragu menjalani pernikahan ini, namun rasa benci Abyansyah yang selalu menganggapnya sebagai anak dari perusak rumah tangga kedua orang tuanya.
Bagaimana Aby dan Senja menjalani kehidupan pernikahan ini??
C
e
k
i
d
o
t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Nata kembali mendatangi Rumah Sakit namun lagi lagi ia tak bisa bertemu dengan Dokter Aby, karena pria 33 tahun itu tengah menghadiri Seminar di Semarang.
"Gak jadi periksa Bro?"Bobby menatap heran Nata yang kembali keluar dari Rumah Sakit padahal ia baru menghabiskan sebatang Rokok sembari menunggu Di Mobil.
Kini Nata sudah duduk di kursi samping Kemudi.
"Dokternya gak ada!" Tukas Nata.
"Elah, tu Dokter juga banyak gaya penyakit magh aja lo disuru bolak balik periksa, padahal tinggal minum obat magh saja pasti Sembuh, dia gak tau apa kalau pagi kayak begini tuh kita harusnya masih tidur." omel Bobby sembafi menguap lebar, yah ia memang belum tidur selepas bekerja.
Bobby membuang puntung rokoknya keluar lalu menjalankankan mobil milik mid night club tempat ia bekerja.
"Pelan pelan saja Bob, gue mau tidur" Nata menutup mata berusaha menahan agar ia tidak meringis karena rasa sakit yang tiba tiba datang menyerang area perutnya.
"Siap Boss!"
Mobil melaju Pelan dan akhirnya tiba disebuah kos kosan, Nata tak banyak bicara ia segera masuk kedalam huniannya dan menutup pintu lalu mulai menikmati rasa sakitnya sendiri. Sementara bobby juga tak ingin banyak bertanya toh ia juga sudah sangat rindu dengan bantalnya.
Bekerja mulai dari pukul 8 malam hingga subuh membuat para pekerja club menjadikan hari dimana mentari bersinar sebagai waktu paling tepat untuk istirahat.
Nata berbaring, tubuhnya meringkuk bergetar menahan nyeri yang semakin mendera, Saat lemah seperti ia biasa merengek dan menyebut nama Bunda Maryam, tapi itu dulu ketika ia masih sangat kecil. Sudah lama Sekali Nata tak punya Nama yang bisa ia ingat ketika dilanda kesakitan, Sementara untuk menyebut nama tuhan Nata terlalu malu setelah semua dosa yang ia lakukan.
Tangannya terulur meraih ponsel yang tergeletak dihadapannya mencari Nama Senja hanya untuk sekedar melakukan Panggilan Video, melihat Wajah wanita yang rasanya ingin sekali ia jadikan sebagai pusat semestanya.
Nata tahu setiap hari senin sampai jumat Suami Senja Dinas dirumah sakit mulai pagi hingga malam, Sehingga sekarang adalah kesempatan yang baik menghubungi gadis pujaannya itu.
Ah, mereka sudah seperti pasangan selingkuh saja harus mencari waktu yang tepat hanya untuk sekedar bercengkrama.
"Iya kak" Jawab Senja dengan suara parau, gadis itu tengah menangis, Pikir Nata.
Layar ponsel Nata hanya memperlihatkan langit langit kamar berwarna hijau, Tentu Senja tak ingin memperlihatkan wajahnya sekarang.
"Apa sangat sakit?" Tanya Nata Ambigu.
"Sedikit" Senja masih mencoba tersenyum dan Nata tahu itu.
Flashback.
Senja merasa harus melihat mobil Aby benar benar ninggalkan Basement, maka dari itu setelah lift yang ia tumpangi sampai di unitnya Senja buru buru untuk kembali ke lantai dasar, namun yang ia dapatkan adalah pemandangan yang membuatnya hatinya terasa diremat, Posisi Senja yang sedikit agak tersembunyi membuat siapa pun disana tidak menyadari kehadirannya.
Kondisi Basement sedikit lebih sunyi karena para empunya mobil penghuni Apartemen rata rata sudah berangkat kekantor, Sehingga Senja bisa dengan mudah melihat jika didalam Mobil ada Larasati begitu Aby membuka pintu dan mereka duduk berdampingan.
Mengapa Aby harus bertahan selama dua tahun jika sebenarnya ia bisa saja menyerah di minggu pertama pernikahan? Bahkan senja ingat pernah menawarkan hal seperti itu.
.
"Senja"
"Heem"
"Boleh aku menyebut namamu hingga tertidur?" Nata menaruh ponsel didepan wajahnya dengan bersandar pada sebuah bantal berharap wajah Senja muncul disana.
Deg.
Senja menelan salivanya kasar.
"Mengapa kakak tidur sepagi ini?" Sejenak Senja lupa akan kesedihannya, ia pun tak ingat jika Nata adalah seseorang yang mencari nafkah dimalam hari.
"Senja...." Nata tak menjawab, ia terus memanggil nama gadis itu seraya menahan nyeri disekitar perutnya.
"Iya kak"
"Senja...."
"Senja..."
hampir 10 menit panggilan berlangsung dan hanya racauan Nata menyebut namanya yang disengar Senja, Setelah terdiam cukul lama Senja yang penasaran akhirnya memunculkan wajahnya, dengan mata sembapnya ia masih bisa tersenyum menatap wajah teduh Nata yang terlihat tidak seperti biasanya.
"Kakak Sakit?" Tanya Senja.
Nata hanya mengatupkan matanya, ia terlalu lemah bahkan hanya untuk sekedar mengumpat Suami Senja didalam hati yang sudah membuat gadisnya itu menangis lagi.
"Ya sudah, kakak tidur"
Senja mengakhiri panggilannya, entah mengapa sebagai seorang wanita yang sudah menikah ia merasa bersalah membiarkan Nata terus menyebut namanya seperti tadi, meski Suaminya diluar sana mungkin melakukan sesuatu yang lebih dari pada itu. Meski begitu wajah Nata yang lemah tak bisa hilang dari kepalanya.
.
.
.
Selama 3 hari di Semarang Aby tak pernah absen melakukan panggilan video kepada putrinya melalui ponsel Senja, namun ada yang aneh setiap ia vidcall wajah Senja tak pernah nampak dilayar, hanya suara instruksi kepada Kaila yang didengarnya, Senja juga tak pernah menimpali apa yang dikatakan Aby.
Aby merasa tak tenang, bahkan materi seminarpun tak ia simak dengan baik, rasanya ia ingin segera pulang melihat Kondisi istri kecilnya yang dewasa itu.
Kegelisahan Aby bisa ditangkap oleh Laras yang selalu memperhatikan mantan suaminya itu dari kejauhan, yah Aby memberi batasan dengan selalu bersama rombongannya sesama Dokter Ahli dari kota lain sehingga Sebagai Residen Laras akan sungkan untuk bergabung, ditambah lagi Aby tak pernah membaca setiap pesan yang dikirim Laras kepadanya.
Meski begitu Laras tak kehabisan akal ia memanfaatkan demam tinggi yang tiba tiba menyerangnya di hari kepulangannya setelah berendam air dingin selama berjam jam.
Laras meminta rekannya untuk tidak menunggunya karena ia sepertinya akan menginap satu malam lagi.
Ponsel Aby terus bergetar sejak ia mulai menyusun kembali pakaian kotor yang sudah ia laundry kedalam Koper, yah Aby berusaha untuk tidak membawa pulang pakaian kotor sebagai oleh oleh istrinya meski bukan Senja juga yang akan mencucinya karena ada Bi Asih.
Aby kembali mengabaikan panggilan yang berasal dari Laras itu sampai satu notifikasi pesan masuk.
'Mas aku sakit, tolong lihat kondisi.......' Hanya itu yang dibaca Aby.
Pria itu menghela nafas panjang lalu duduk ditepi ranjang sembari melirik Jam dipergelangan tangan kirinya, Dua jam lagi jadwal penerbangannya dan Itu adalah pesawat terakhir yang hendak bertolak ke Jakarta.
Akhirnya dengan perasaan Enggan Aby terpaksa keluar dari kamar hotelnya dan menuju kamar Laras yang terletak dua lantai dibawahnya. Ia tahu itu setelah membuka pesan laras.
Aby mengetuk pintu sebentar, tak lama kemudian Laras yang masih mengenakan pakaian tidur berbahan Satin lengkap dengan luarannya nampak membuka pintu.
"Sudah minum obat?" Tanya Aby Datar.
"Aku gak bawa mas" Laras kembali berbaring ditempat tidur dan menyelimuti seluruh tubuhnya.
"Aku akan turun sebentar kalau begitu" Ujar Aby masih sambil melihat pergelangan kirinya.
Waktu berlalu begitu cepat, ia bukan takut tiketnya hangus, Aby hanya ingin cepat pulang dan bertemu anak serta istrinya.
"Mas aku gak butuh obat, aku butuh kamu mas!"
"Ras, apa belum jelas yang kukatakan mengenai menjaga jarak?"
"Mas, aku tidak bisa"
"Aku masih akan tetap membantu biaya kuliahmu Ras, Biaya Sewa apartemenmu juga akan kulunasi sampai 2 tahun kedepan" balas Aby Seakan tahu apa yang difikirkan Laras.
"Mas!!" Hentak Laras, ia tak menampik memang membutuhkan semua itu tapi harga dirinya terluka mendengar Aby mengatakannya secara gamblang.
"Ras tolong jangan membuat semuanya menjadi Sulit"
"Kamu yang membuatnya menjadi sulit Mas! kau pernah bilang Asal Senja menginginkan perceraian maka Ayahmu tak akan lagi menghalangi hubungan kita" Yah Aby pernah memberitahu itu pada Laras, itu disaat ia belum terbelenggu dengan semua sikap dewasa Senja, "Lalu apa susahnya meminta anak itu menceraikanmu!! Aku yakin Senja gadis yang penurut, tapi lihat apa yang kau lakukan padanya? Kau memeluknya, mencium keningnya bahkan didalam apartemenmu mungkin kau sudah tidur dan menanam benihmu di rahimnya!!" Mata Laras memerah, posisinya kini sudah Duduk sambil bersandar di kepala Ranjang .
"LARAS!!!" Aby tak kalah geramnya.
"Mas apa kau tidak pernah merasa bersalah padaku? Kau ingat janjimu sebelum menikahiku? Yah kita akan menunda untuk memiliki anak sampai aku juga mendapatkan gelar spesialisku, kau berjanji akan mendukung karierku. Tapi apa? Kau egois mas! Aku meninggalkan kalian karena itu satu satunya jalan untuk mewujudkan mimpiku, namun kau justru menceraikanku Mas" Laras sangat marah jika mengingat campur tangan Baruna, entah mengapa Baruna tak pernah menyukainya bahkan sejak berpacaran dengan Aby.
"Kita sudah berusaha menundanya Ras, tapi tuhan berkehendak lain, Kau yang egois karena meninggalkan Kaila demi pendidikanmu!"
"Mas!!!" Sekujur tubuh Laras bergetar menahan amarah hingga akhirnya ia jatuh dan tak sadarkan diri.
.
.
.
"Kaila sudah tidur?" Akhirnya Senja menjawab panggilannya meski sudah pukul 11 malam padahal sejak jam 8 tadi Aby terus mencoba menghubunginya.
"Sudah Mas" Sejak Aby tak ada Senja tidur dikamar suaminya menemani Kaila.
Aby mengusap wajahnya dengan gusar, ia kini duduk disebuah kursi tunggu tepat didepan ruang perawatan Laras.
"Mas tidak jadi pulang?"
"Ia ada sesuatu yang mendesak, mungkin aku akan pulang dengan penerbangan pagi esok"
"Untung aku menyediakan pakaian lebih ya mas" Senja tersenyum getir, ia yakin Aby tak pulang ada hubungannya dengan Laras. Entah meski belum bercampur dengan suaminya namun Senja sudah bisa merasakan firasat seorang istri.
Aby semakin memijat pelilisnya.
"Senja Mas merindukanmu" Entah keberanian dari mana justru kata kata itu yang terucap dibibir Aby.
Hening, hampir 1 menit, Senja hanya bisa menelan saliva, haruskah ia bahagia mendengar kata romantis pertama yang diucapkan Aby kepadanya.
"Mas baik baik saja kan?"
"Heem...." Aby sedikit kecewa karena Senja tak meresponnya.
"Mas jaga baik baik mbak Laras, jangan hawatirkan Kaila, kami disini baik baik saja, Aku pamit ya Mas, takut Kaila terbangun karena suaraku" Senja berusaha tegar dan mengukas seutas senyuman meski Aby tak bisa melihatnya.
"Apa Risya yang memberitahumu?" Tebak Aby, karena ia memang meminta agar sahabatnya itu mengecek semua pasien pasca operasinya, dan dengan keahlian mengulik Risya akhirnya Aby jujur jika hal yang menghalangi pulang adalah kondisi Laras.
"Bukan Mas, mbak laras sendiri tadi mengirim pesan padaku agar aku tidak salah paham sama Mas, katanya ia sakit dan Mas Aby harus tinggal lebih lama dari yang seharusnya" jujur Senja, gadis itu memang tak pernah berbohong.
"Sial!!" Umpat Aby yang langsung memutus panggilannya.
Brak....
"Mas" ucap Laras dengan suara lemahnya.
Aby melirik ponsel Laras diatas Nakas yang masih menyala.
Aby bukan type orang panikan maka sebelun membawa Laras ke rumah sakit dengan Ambulance ia memastikan Dompet dan Ponsel Laras juga ikut dibawa karena Rumah Sakit membutuhkan data diri pasien.
"Dari mana kau mendapatkan kontak Senja?"
"Dari Bunda Mas, maaf aku hanya tidak ingin Senja salah paham Mas"
"Kau...." Lagi lagi Aby hanya bisa meremat rambutnya sebelum berlalu dari kamar perawatan Laras.
puassss bacanya dan gak bosan.
juga gak ad yg di skip.
mantabbbb 👍👍👍👍