Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
"Minggu depan datang ke pernikahan Azizah sama Yura ya nak! Mamah nggak bisa datang soalnya mau ke bandung"
"Minggu depannya tanggal berapa, mah?" Juna yang tengah membaca majalah langsung menoleh memindai wajah Jazil.
"Sekitar tanggal dua satu kalau tidak salah, nanti di kasih tahu lagi deh"
"Nggak janji ya mah, soalnya sekitar tanggal itu aku harus ke lanud buat pembekalan, sekaligus penempatan, dua hari setelahnya aku harus berangkat dinas"
"Begitu, ya? Semoga saja belum berangkat ya nak supaya bisa temani adekmu"
"Kok cepet banget, mah. Baru tunangan langsung nikah"
"Ya nggak cepet lah, udah normal kalau habis tunangan jedanya cuma dua minggu buat nikah" Sahut Jazil sambil memilah-milah pakaian yang akan di promokan. "Lagi pula untuk apa lama-lama, lebih cepat kan lebih baik"
Lalu hening, Juna hanya mengangguk paham dan kembali menunduk melihat fashion yang ada di tiap lembaran majalah.
"Kira-kira kamu dapat tugas di mana, ya Jun?"
"Antara tiga pulau, mah" Jawab Juna tanpa melihat sang mama.
"Dimana saja itu?"
"Kalimantan, Papua, dan Sumatra"
"Jangan di Papua deh sayang, kata mas Angga situasi di sana seringnya tegang"
"Nggak bisa protes mah"
"Terus berapa lama?" Tanya Jazil setelah menghela napas pasrah.
"Satu setengah tahun"
"Satu setengah tahun?" Jazil terhenyak, lalu berjalan menghampiri Juna yang duduk di sofa.
"Hmm"
"Kok lama banget si?"
"Namanya juga tugas negara"
"Terus Yura? nanti kalau dia ta'aruf lagi sama pria lain gimana, Jun?"
"Loh ya nggak apa-apa, memangnya kenapa?"
"Aduh jangan deh, kan mama maunya kalian nikah. Kemarin saja ada CV datang lagi, untung saja dia nolak"
Seketika Juna menutup majalahnya kemudian menoleh ke samping kiri di mana Jazil duduk.
"Nolak, mah?"
"Hem" Sahut Jazil mengerutkan bibir.
"Ta'aruf yang dari Sidiq Nugroho itu, mah?"
"Mamah nggak tahu itu CV dari siapa, tapi Yura bilang mau stop ta'aruf dulu, mau fokus ke sidang skripsi, katanya"
"Bagus kalau gitu" Kata Juna spontan.
"Bagus??" Sang mama sedikit heran dengan respon Juna, ia pun menatap putranya penuh selidik. "Kamu senang juga kalau Yura stop ta'aruf?"
"Ya maksudnya bagus kalau_" Juna tampak gugup dengan raut langsung memerah. "Bagus kalau mau fokus ke sidang skripsi. Lama-lama kuliah kalau nggak lulus kan sayang" Lanjutnya sambil kembali membuka lembaran majalah dengan asal.
"Oh.. Kirain"
"Kirain apa? Kirain aku mau nikah sama Yura, gitu?" Ucap Juna mencebik.
"Ya kan nggak apa-apa, Jun. Kalian nikah aja habis kamu pulang tugas, iya!"
"Mamah ini maksa banget si. Kalaupun aku mau, kan belum tentu juga Yura mau, mah. Jangan maksa deh"
"Tapi serius kamu mau, Jun?" Jazil melirik ke arah luar. Berharap Yura yang sedang membeli bakso masih lama-lama.
"Ish, ya enggak, lah"
"Mamah serius ini Jun, kalau kamu mau, nanti mamah lamarkan Yura buat kamu, mama bantu bujuk dia supaya bersedia nikah sama kamu"
"Jangan maksa, mah"
"Maksa buat kebaikan nggak apa-apa sayang"
"Ya kan aku sama Yura nggak saling cinta, mana bisa nikah"
"Urusan cinta gampang, lah. Kalian hanya perlu me time berdua, nanti benih-benih cinta akan tumbuh dengan sendirinya"
"Pacaran setelah menikah itu lebih indah loh nak" Imbuh Jazil. "Kayak Zizah. Ta'aruf, tunangan, terus nikah"
"Ada Yura, tuh.. Nggak usah bahas nikah dan maksa-maksa dia buat nikah sama aku. Biarkan Yura menentukan pilihannya sendiri"
"Ah, mamah mau buat Yura milih kamu"
"Ish, mama" Juna berdecak.
Pintu kaca pun di geser oleh Yura.
"Lama banget sayang" Tanya Jazil.
"Antri mah"
"Mamah ambil mangkok, ya"
"Biar aku saja, mah" Cegah Yura.
"Nggak usah, biar aku saja" Sambar Juna seraya berdiri. Detik berikutnya pria itu melangkah ke area dapur.
Butiqnya lumayan besar, ada tiga lantai dan di lengkapi dengan kamar mandi, satu ruang tidur, dan juga dapur yang ada di lantai dasar.
"Ra, sebentar lagi mas Juna mau pergi lagi lho" Kata Jazil setelah Juna pergi.
"Kemana mah?"
"Dinas di luar pulau"
"Ya nggak apa-apa, mah. Sudah tuntutan pekerjaan, kan"
"Ya tapi lama"
"Berapa bulan?" Tanya Yura menatap Jazil.
"Satu setengah tahun"
"Lama juga ya mah"
"Iya, makannya mamah sedih. Apalagi kalau kamu berencana nikah, mamah kan jadi sendirian sama papa doang di rumah"
"Kalau gitu aku nggak akan nikah dulu sebelum mas Juna pulang"
"Kamu serius, sayang?"
Yura mengangguk dengan seulas senyum."Lagi pula aku mau kerja dulu paling tidak satu tahun, mah"
"Nggak usah cari kerja ke sana-sana deh sayang, nih urus butiq mamah aja"
"Ya nggak bisa lah mah"
"Ya bisa lah sayang"
"Bisa apa?" Tanya Juna, dengan membawa nampan berisi mangkok, sendok juga mug untuk minum.
"Ini, mama minta Yura buat nggak cari kerja dan urus butiq mamah saja"
"Bagus juga ide mama, Ra"
Yura terpaku, sorotnya fokus menatap tangan Juna yang tengah menuang seplastik bakso ke piring Jazil. Benar-benar tak mengira kalau Juna akan sependapat dengan mamahnya.
Biasanya dia akan menentang keputusan Jazil jika itu menguntungkan Yura, tapi ini? Yang terjadi justru sebaliknya.
Kemana perginya rasa iri dan cemburu yang selama ini ada dalam diri pria berambut gondrong itu?
Mengatupkan bibir, Yura berfikir ada sesuatu yang aneh pada Juna.
Tapi apa?
Bersambung
Malik ntar poligami
tp sy msh gregetan sm yura yg ga peka sm keinginan orang tuay dan juna jg ga trs terang sm yura klu dia suka...klu yura sdh tunangan sdh ga ada harapan buat juna...s.g aja ga jd khitbahy
ayo Thor lanjut lagi
ntar lama2 jd cinta..
lanjut mbak ane
yura kurang peka terhadap keinginan jazil, kurang peka dg perubahan juna dan kurang peka sama perasaan sendiri
yuk kak lanjut lagi
thanks author semangat ya berkarya