NovelToon NovelToon
Ark Of Destiny

Ark Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:962
Nilai: 5
Nama Author: Antromorphis

"Maka Jika Para Kekasih Sejati Telah Melewatinya, Cinta Tegak Berdiri sebagai Sebuah Hukum Pasti Dalam Takdir."


Sebuah novel yang mengisahkan perjalanan epik seorang pemuda dalam mengarungi samudera kehidupan, menghadirkan Hamzah sebagai tokoh utama yang akan membawa pembaca menyelami kedalaman emosional. Dengan pendalaman karakter yang cermat, alur cerita yang memikat, serta narasi yang kuat, karya ini menjanjikan pengalaman baru yang penuh makna. Rangkaian plot yang disusun bak puzzle, saling terkait dalam satu narasi, menjadikan cerita ini tak hanya menarik, tetapi juga menggugah pemikiran. Melalui setiap liku yang dilalui Hamzah, pembaca diajak untuk memahami arti sejati dari perjuangan dan harapan dalam hidup.


"Ini bukan hanya novel cinta yang menggetarkan, Ini juga sebuah novel pembangun jiwa yang akan membawa pembaca memahami apa arti cinta dan takdir yang sesungguhnya!"

More about me:
Instagram: antromorphis
Tiktok:antromorphis

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Antromorphis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sebuah Pesan

Hamzah memandangi jalanan dengan perasaan tenang.

"Dik."

Sebelum Hamzah melanjutkan pembicaraan dengan Ririn, matanya menangkap sosok Aan yang berlari mendekatinya dari kejauhan. Gerakannya yang terburu-buru membuat Hamzah menghentikan pembicaraan mereka.

“Mas Hamzaaahh!” teriak Aan, suaranya penuh semangat.

“Yaaaa…” jawab Hamzah sambil menggerakkan tangan, senyum mengembang di wajahnya.

Sesaat kemudian, Aan tiba di hadapan Hamzah, napasnya terengah-engah, seolah baru saja berlari maraton.

“Ada apa, Le?” tanya Hamzah dengan nada khawatir.

“Anu, Mas... anu. Dicariin Pak Kyai,” jawab Aan, suaranya masih tersengal-sengal.

“Astaghfirullah, Mas lupa!” Hamzah terkejut. “Untung kamu datang, Le. Tapi kok kamu bisa tahu Pak Kyai sedang mencari Mas? Apa dia datang ke rumah?”

“Tadi Aan pulang dari warung lewat depan rumah Pak Kyai. Waktu lewat, dia sedang duduk di depan rumah. Terus Aan dipanggil, dia menyuruh Aan untuk bilang ke Mas Hamzah bahwa Pak Kyai menunggu,” jelas Aan dengan penuh semangat.

Mendengar penjelasan adiknya, Hamzah segera berpamitan kepada Ririn sebelum ia melanjutkan perjalanan pulang.

“Dik, Mas minta maaf ya. Mas tidak bisa mengantar adik sampai rumah. Mas harus segera menemui Pak Kyai,” ucapnya, nada serius namun lembut. “Tadi setelah sholat subuh, Pak Kyai meminta Mas untuk datang ke rumahnya sebelum berangkat,” sambung Hamzah dengan nada penuh rasa tanggung jawab.

Ririn tersenyum lembut. “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Mas lebih baik segera ke rumah Pak Kyai; dia sudah lama menunggu.”

“Kalau begitu biar Aan yang nemenin adik pulang ya,” tawar Hamzah

“Eh, nggak usah, Mas. Ririn tidak papa pulang sendiri. Toh sebentar lagi sampai rumah,” jawab Ririn menolak dengan tegas namun ramah.

“Yasudah kalau begitu, Mas pamit dulu ya, Dik. Assalamu'alaikum,” ucap Hamzah menutup pembicaraan dengan sopan.

“Iya, Mas. Waalaikumussalam.”

Hamzah berlari meninggalkan Ririn dan segera menuju ke rumah Pak Kyai Rozi. Di belakangnya, Aan yang melihat kakaknya langsung menyusul dengan seruan penuh semangat.

“Kak tungguuu!”

......................

Letak rumah Pak Kyai tidak terlalu jauh dari tempat perpisahan Hamzah dengan Ririn. Hanya butuh waktu lima menit untuk sampai di sana, namun perjalanan itu terasa lebih singkat saat hati Hamzah dipenuhi harapan dan kerinduan. Rumah Pak Kyai berdiri megah, dikelilingi oleh halaman yang luas. Di sisi kiri, sebuah pendopo menjulang tinggi, tempat di mana suara merdu anak-anak mengaji Al-Qur'an dan kitab kuning menggema, menciptakan suasana yang damai. Di sisi kanan, garasi mobil terparkir rapi, dikelilingi tanaman bonsai yang terawat dengan baik, mencerminkan ketelitian sang pemiliknya. Di teras, Pak Kyai duduk santai di atas kursi kayu, menikmati minuman hangatnya sambil menatap jauh ke arah jalan. Ketika melihat Hamzah datang, senyumnya merekah.

“Masuklah, Nak Hamzah!” serunya dengan nada ramah.

Hamzah segera membuka gerbang dan melangkah masuk, diikuti Aan yang tak kalah antusias.

“Assalamu'alaikum Pak Kyai,” sapa Hamzah dengan suara lembut.

“Waalaikumussalam, Hamzah! Alhamdulillah kalian sudah datang. Silakan masuk,” jawab Pak Kyai sambil mempersilakan mereka duduk di ruang tamu yang nyaman.

Begitu mereka duduk berhadapan dengan Pak Kyai Rozi, suasana semakin hangat.

“Alhamdulillah,” ucap Pak Kyai sambil tersenyum lebar. “Oh iya, ini nak Hamzah dan Aan mau minum apa? Teh atau kopi?”

“Kopi saja, Pak Kyai,” jawab Hamzah dengan sedikit ragu.

“Saya teh,” sahut Aan cepat.

Pak Kyai mengangguk sambil tersenyum, lalu berdiri dan pergi ke dapur. sejurus kemudian, Pak Kayi kembali ke ruang tamu dengan membawa pesan yang ingin ia sampaikan.

“Dari mana kalian tadi?” tanyanya lembut.

“Kami baru dari sungai, Pak Kyai,” jawab Hamzah.

Mendengar jawabannya, Pak Kyai hanya tersenyum bijak.

“Mmm... Sebelumnya mohon maaf Pak Kyai. Hamzah ingin bertanya,” ucapnya dengan nada penuh harap.

“Ah, Nak Hamzah pasti ingin tahu kenapa saya memanggilmu sebelum berangkat ke luar negeri,” sahut Pak Kyai yang sudah bisa menebak pertanyaan itu.

“Iya, Pak Kyai,” jawab Hamzah pelan namun penuh rasa ingin tahu.Pertanyaan itu menggantung di udara seperti harapan yang tak pernah pudar.

“Ada dua hal penting yang ingin bapak bicarakan sama kamu, nak,” ucap Pak Kyai dengan nada tenang, seolah mengundang Hamzah untuk memasuki dunia yang lebih dalam. Dalam ruangan sederhana itu, aroma bukhur dan kasturi bercampur dengan keteduhan dari Pak Kyai, sehingga menciptakan suasana yang intim. Hamzah, dengan tatapan penuh harap, menunggu nasihat yang akan menuntun hidupnya.

“Yang pertama, jaga diri baik-baik sewaktu kamu di sana. Dan yang lebih penting, jangan sampai melupakan sholat. Sesibuk apapun nanti di sana, Nak Hamzah, jangan sampai meninggalkan sholat.” Suara Pak Kyai mengalun lembut, namun tegas. Ia tahu betul bahwa hidup di dunia ini tak pernah terlepas dari masalah. “Jika nanti kamu mengalami kesulitan, ingatlah bahwa semua ini adalah kehendak Allah. Selalu ingat Allah dan minta pertolongan serta perlindungan-Nya.”

“Baik, Pak Kyai. InsyaAllah Hamzah selalu ingat dengan pesan Pak Kyai,” jawab Hamzah dengan penuh rasa hormat. Namun, saat Pak Kyai hendak melanjutkan, suara lembut Ibu Khadijah memecah keheningan.

“Nak Hamzah,” sapa Ibu Khadijah sambil membawa nampan berisi satu gelas kopi dan satu gelas teh. Ibu Khadijah kemudian menyodorkan masing-masing gelas di depan Hamzah dan Aan, “Yuk, di minum!”. Hamzah tersenyum malu-malu ketika Ibu Khadijah menaruh nampan di atas meja dan membagikan minuman kepada dirinya dan Aan. Setelah mereka menikmati minuman hangat itu bersama-sama, suasana semakin akrab.

“Jadi begini, Nak Hamzah. Pesan pertama sudah disampaikan. Ingatlah selalu untuk berserah diri kepada Allah.” Wajah Pak Kyai berseri-seri saat melanjutkan pembicaraan. “Yang kedua, bapak ingin memberitahu, bahwa bapak memiliki teman seperjuangan di sana yang kebetulan nanti akan menjadi dosenmu. Kemarin bapak sudah menelfon beliau, supaya membimbing nak Hamzah ketika disana.” Mendengar hal itu, Hamzah merasa bahagia sekaligus sungkan karena merasa telah merepotkan Pak Kyai dan keluarganya.

“Alhamdulillah ya Allah. Terima kasih banyak Pak Kyai atas segala bantuan yang telah diberikan kepada keluarga kami. Saya juga meminta maaf karena telah merepotkan keluarga Pak Kyai selama ini. Saya berjanji akan selalu mengingat dan melaksanakan pesan-pesan Pak Kyai.”

“Oh iya, Nak Hamzah. Nanti setelah kamu berangkat, bapak akan memberikan nomor telepon teman bapak itu. Tenang saja ya!” sahut Pak Kyai sambil tersenyum.

“Baik Pak Kyai, sekali lagi terima kasih banyak Pak Kyai!” jawab Hamzah dengan tulus seraya menganggukkan kepala.

Ibu Khadijah kembali menyela dengan ceria, “Eh itu di minum lagi! Ayok habiskan!”.

“Baik Bu Nyai!” seru Hamzah dan Aan serempak sambil tertawa kecil. Setelah mereka menghabiskan minuman mereka dan merasakan kehangatan keluarga yang penuh kasih sayang itu, Hamzah meminta izin untuk berpamitan. “Pak Kyai, ini berhubung sebentar lagi jadwal keberangkatan saya, saya ingin izin pulang. Mohon doa dan restu dari Pak Kyai agar saya selalu diberikan kekuatan dan perlindungan dari Allah. Terima kasih banyak sekali lagi, Pak Kyai!”

Dengan hati penuh harap dan rasa syukur yang mendalam, Hamzah meninggalkan rumah Pak Kyai dengan langkah mantap menuju babak baru dalam hidupnya—sebuah perjalanan yang tidak hanya akan menguji ketahanan dirinya tetapi juga memperkuat iman dan keyakinannya kepada Allah SWT.

1
eterfall studio
keburu telatt
eterfall studio
menarik
Perla_Rose384
Aku tahu pasti thor punya banyak ide kreatif lagi!
Antromorphis: Hehehe, stay tune yha kk, masih banyak misteri di depan sana yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
yongobongo11:11
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
Antromorphis: Hehehe, terimakasih banyak kk, nantikan Bab selanjutnya yha, masih banyak misteri yang harus kakak pecahkan🙌🏼
total 1 replies
Heulwen
Ngerti banget, bro!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!