Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
"Ayo cepat. Jalannya kok lambat sekali." ujar Ruddin pada Hasna. Tinggal mereka berdua yang belum masuk, masih di teras rumah.
"Iya." jawab Hasna singkat lalu dia masuk ke dalam rumah. Semua sudah berada di ruang tamu meski sebagian melantai.
"Sudah masuk semua?" tanya pak Jamal. Dia harus memandu semua mahasiswa yang datang kesana.
"Sudah pak." jawab Ruddin tegas. Pak Jamal sudah menyerahkan restauran pada wakilnya. Jadi semua aman terkendali.
"Baik, mohon pengertiannya karena kalian banyak dan disini hanya ada dua kamar kosong. Jadi satu kamar untuk laki-laki dan satu kamar lagi untuk perempuan." ujar Pak Jamal.
Pak Jamal memang terlihat masih muda makanya Ocha sempat memanggilnya kakak. "Tidak masalah pak. Terima kasih sudah menyambut kami dengan baik." ucap Kor-des Posko A.
Akhirnya mereka istirahat, meski perempuan banyak dan satu kamar tetapi kamarnya cukup luas. Delapan laki-laki dan dua belas perempuan.
"Bapak-bapak bisa ke rumah saya saja, bermalam disana. Tidak jauh dari sini pak! Sekitar lima menit saja." ajak pak Jamal.
Mereka saling pandang lalu mengangguk setuju. "Apakah tidak merepotkan pak Jamal?" tanya pak Takdir. Pak Jamal hanya tersenyum.
"Jangan sampai anak dan isteri bapak nanti malah terganggu." sahut pak Takwa sambil tertawa. Begitu juga yang lain tertawa membenarkan. Mereka bercanda!
"Gak kok, karena memang saya masih tinggal sendiri pak." jawab pak Jamal. Mereka tahu namanya pak Jamal karena beliau menggunakan name tag.
"Oh maaf pak, tidak bermaksud meledek. Tapi kami benar-benar tidak tahu." ujar pak Takdir merasa tidak enak hati. "Jadi keluarga bapak di kampung?" tanyanya lagi.
"Betul pak, jadi kedua orang tua di Kampung B yang akan di tempati mahasiswa. Kalau saya disini sendiri dan itu juga rumah hasil kerja disini pak." jelasnya bangga.
Mereka bertiga hanya mengangguk saja mendengarkan penjelasannya. Mereka menuju rumah pak Jamal. Sedang mahasiswa di dalam sibuk masing-masing.
"Hasna, sana masuk kamar mandi. Nanti lama loh!" Ujar Ocha, dia sudah mandi malam supaya segar. Hasna mengangguk saja lalu menuju kamar mandi.
"Aku duluan ke kamar mandi ya!" Serunya sambil masuk ke dalam kamar mandi. Yang sudah langsung mandi Santika dan Ocha. Yang lainnya langsung rebahan.
"Kalian sudah pada sholat?" Tanya Ocha sok alim. Dia menatap temannya satu persatu. Meski tidak mengenal semuanya tapi mereka satu almamater.
"Kami sudah jamak sholat tadi, saya mau tidur duluan ya!" Jawab teman Posko A. Mereka memilih tidur di atas karpet. Yang di atas kasur Hasna, Ocha dan Santika.
Santika kalem, dia dewasa dan bijaksana! Menurut teman kelasnya. "Kita bertiga nih di atas kasur begini! Mereka gak apa-apakah?" Tanyanya pada Ocha.
"Gak apa-apa kok, sudah biasa juga." Jawab Ocha santai. Dia gak mau ambil pusing seperti kata sahabatnya. "Biar saja, itu kan urusan mereka." Kata Hasna.
Selesai Hasna mandi lalu sholat di ruang tamu karena di kamar penuh muatan. Apalagi temannya sebagian sudah pada tidur.
"Kamu dari mana Hasna?" Tanya Ocha mencari Hasna di kamar dan kamar mandi tidak ada. Saat melihat ke ruang tamu juga Hasna tidak terlihat.
"Sholat di ruang tamu." Jawab Hasna santai, dia melipat alat sholatnya lalu duduk ditepian kasur. "Mereka di bawah semua?" Tanya Hasna menatap temannya yang masih duduk.
"Gak apa! Kalian disitu saja." Jawab teman Posko A. Dia sibuk membersihkan wajahnya, meski KKN tidak lupa perawatan.
"Baiklah. Terima kasih." Ujar Hasna tulus. Itu memang yang dia mau, tidur nyaman di atas kasur. Tapi dengan izin yang lainnya supaya tidak ada yang saling iri.
"Hasna, kamu tadi beneran di ruang tamu? Tadi aku cari gak ada!" Tanya Ocha masih penasaran.
"Oh, mungkin pas aku ke teras! Sempat cek-cek situasi saja." Jawabnya tidak sepenuhnya bohong. Tanpa sengaja ada Ruddin di teras minum kopi sendiri.
"Kamu pemalu atau gimana sih Na?" Tanya Ruddin jujur penasaran. Hasna menatap Ruddin yang menurutnya pertanyaannya aneh.
"Memang kenapa sih? Kita loh gak seakrab itu." Jawab Hasna ketus. Dia kembali menatap luar yang gelap.
"Kan kita akan jadi keluarga, satu atap, satu dapur." Jawab Ruddin ambigu. Hasna kembali menatapnya heran.
"Maksudmu?" Tanyanya. Hasan geleng kepala merasa aneh dengan satu temannya ini.
"Kan kita satu posko Hasna." Jawab Ruddin santai. Hasna hanya menatapnya dengan perasaan entah lalu masuk ke dalam rumah kembali. Saat itulah Ocha mencarinya sehingga tidak bertemu.
"Oh." Jawab Ocha sebelum akhirnya menutup mata karena sudah sangat mengantuk.
Keesokan harinya semua sudah bangun pada pukul 06.00. Hasna dan Ocha sudah di dapur membantu pelayan memasak. Pelayan di rumah jabatan bukan lagi pak Jamal.
"Ibu sudah lama kerja disini?" Tanya Hasna dengan lembut, dia membantu memotong wortel karena mau buat sop.
"Sudah nak. Sekitar lima belas tahunan." Jawabnya jujur. Namanya Mbok Ijah, dia sudah berusia sekitar empat puluh tahun.
"Wah lama sekali Bu." Sahut Ocha kaget. Dia pikir lama paling lima atau enam tahunan.
"Panggil Mbok Ijah saja ya nak. Iya sudah lama disini, sudah beberapa kali ganti Bupati juga. Semua cocok dengan masakan Mbok." Jawabnya jujur.
"Wah mantap Mbok, gajinya berapa Mbok?" Tanya Ocha lagi. Hasna menyenggol lengan Ocha supaya jangan terlalu bertanya privasi. "Maaf Mbok keceplosan." Sesalnya.
"Gak apa nak. Mbok sudah biasa ditanya akan hal itu. Untuk gaji tidak terlalu banyak tapi Alhamdulillah cukup buat kehidupan kami. Apalagi Mbok sedang menyekolahkan cucu Mbok." Jelasnya.
"Emang anak dan menantu Mbok kemana?" Tanya Ocha sudah seperti wartawan. Dua orang lagi datang membantu dari Posko A. Yang lain ada yang menyapu lantai dan membersihkan kamar.
"Mereka sudah tenang di alam sana nak, mereka kecelakaan saat berangkat kerja. Jadi Mbok yang merawat cucu Mbok. Dia sudah SMP sekarang." Ucap Mbok Ijah.
"Maaf Mbok kalau aku membuat Mbok sedih." Sesal Ocha, yang lain mendengarkan.
"Sudah jangan tanya aneh-aneh." Bisik Hasna pada Ocha, dia hanya mengedikkan kedua bahunya tanda tidak pasti. Usai masak-masak, mereka semua sarapan bersama.
Ada lauk ayam dan ikan goreng, ada nasi goreng, nasi putih, dan sop kentang wortel. Tinggal pilih menu yang mana! Pagi ini sarapan dengan tenang, ada juga kedua dosennya dan asistennya.
"Setelah ini kita akan bertemu pak Bupati di kantor Camat." Ucap pak Takwa memberikan informasi. Mereka semua mendengarkan dengan seksama.
Usai makan, semua mengambil barangnya masing-masing. Yang bawa mobil bus adalah mahasiswa, bergantian dengan asisten sang dosen.
Setibanya di kantor camat mereka semua disambut baik oleh pak Camat dan seluruh jajarannya. Usai dengan penyambutan, mereka diantar ke desa masing-masing.
"Akhirnya kita ke desa deh!" Ujar Ocha, mereka hanya diantar mobil karena busnya berhenti di rumah jabatan Bupati.
"Iya, semoga nyaman disana." Sahut Hasna, dia fokus menatap ke depan. Setelah tidak di tempat tujuan, mereka di tempatkan di rumah keluarga pak Desa yang kosong tapi lengkap alat rumah tangga.
"Untung alat dapur lengkap!" Ujar Ocha keluar dari dapur. Sedang Hasna dia mengemasi pakaiannya ke dalam lemari yang disediakan. Membersihkan kamar, ada juga yang membersihkan ruang tamu.
Semua kerja, membagi tugas dengan adil. Ruddin selaku kor-des harus adil pada semua anggotanya. Dilarang pilih kasih!
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/