Perasaan Bisma yang begitu besar kepada Karenina seketika berubah menjadi benci saat Karenina tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan yang jelas.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Akankan Bisma dan Karenina bisa bersatu kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33 Karma Untuk Nadira
Ketiga wanita kesayangan Bisma itu menunggu di depan ruangan operasi. Wajah ketiganya sangat khawatir, begitu pun dengan Nina selain dia khawatir dengan keadaan suaminya, dia juga masih penasaran kenapa Bisma bisa bersama Nadira. Nina beberapa kali menghembuskan napasnya untuk menetralkan rasa khawatir dalam dirinya.
"Bagaimana keadaan Bisma?" suara Nino menyadarkan ketiga wanita itu dari lamunan masing-masing.
"Masih di ruangan operasi, Kak," sahut Nina sedih.
"Kenapa Bisma bisa kecelakaan?" tanya Nino penasaran.
"Kami belum tahu apa penyebabnya, satu-satunya jawaban pasti ya, nanti kita tanyakan langsung kepada Bisma jika Bisma sudah sembuh," sahut Mama Venna.
Mereka harap-harap cemas menunggu kabar dari dokter. Di tempat yang berbeda, kedua orang tua Nadira pun sedang menunggu hasil operasi anaknya. Mereka pun sama seperti Nina, merasa bingung kenapa Nadira bisa sampai bersama Bisma dalam satu mobil.
"Kalau sampai terjadi kenapa-napa kepada putri kita, Papa tidak akan memaafkan keluarga Bisma," geram Papa Nadira.
"Sabar Pa, nanti kita tanyakan kepada Nadira apa yang sebenarnya sudah terjadi. Sekarang kita do'akan saja semuanya baik-baik dan Nadira bisa sehat kembali," sahut Mama Nadira.
Beberapa jam kemudian, dokter yang menangani Nadira pun keluar. Kedua orang tua Nadira segera menghampiri dokter itu. "Bagaimana keadaan putri kita, Dok?" tanya Papa Nadira khawatir.
"Saat ini kondisi putri Bapak dan Ibu sangat kritis, kaki pasien terjepit badan mobil sangat keras membuat tulang-tulang kakinya hancur karena takut infeksi dan membahayakan nyawa pasien, jadi saya ingin meminta izin kepada Bapak dan Ibu untuk mengamputasi kedua kaki pasien," jelas Dokter.
"Apa? diamputasi?" Kedua orang tua Nadira sangat terkejut dengan penjelasan dokter.
"Apa tidak ada cara lain dokter, selain diamputasi? putri kita pasti tidak akan mau jika itu terjadi. Tolong dokter obati anak kita dengan cara apa pun, jangan khawatir dengan biaya, kita akan membayarnya berapa pun biayanya," ucap Papa Nadira.
"Amputasi adalah jalan satu-satunya yang bisa kami ambil, kalau tidak segera dilakukan lukanya akan infeksi dan membahayakan nyawa putri kalian," sahut Dokter.
Kedua orang tua Nadira saling pandang satu sama lain dengan tatapan sedih. Apalagi Mamanya Nadira sudah menangis terisak mendengar penjelasan dokter. Begitu juga dengan Papa Nadira yang beberapa kali harus mengusap wajahnya dengan kasar.
"Bagaimana Pak, Bu?" tanya Dokter.
Kedua orang tua Nadira terdiam sejenak, hingga beberapa menit kemudian Papa Nadira pun menganggukkan kepalanya lemah. "Lakukan saja apa yang terbaik untuk putri kita, nyawa dia lebih berharga untuk kita dan kita tidak siap jika harus kehilangan putri kita satu-satunya," lirih Papa Nadira.
"Baiklah kalau begitu, kami akan segera melakukannya. Kami harap, Bapak dan Ibu jangan berhenti berdo'a. Kalau begitu, saya kembali masuk," ucap Dokter.
Dokter pun kembali masuk ke dalam ruangan operasi. Mama Nadira terduduk lemas, dia menangis sejadi-jadinya dan Papa Nadira hanya bisa memeluk istrinya untuk menguatkan. Mereka tidak menyangka jika nasib putrinya akan setragis itu.
Papa Nadira mengepalkan tangannya. "Kalau sampai kamu sehat, saya tidak akan membuat hidup kamu dan keluarga kamu tenang, Bisma," batin Papa Nadira dengan geramnya.
Setelah dua jam menunggu, akhirnya dokter yang menangani Bisma pun keluar. "Bagaimana keadaan suami saya, dok?" tanya Nina tidak sabaran.
"Alhamdulillah, operasinya berjalan dengan lancar dan pasien juga sudah melewati masa kritisnya, sekarang pasien akan dipindahkan ke ruangan rawat inap," sahut Dokter.
"Alhamdulillah." Semua orang serempak mengucapkan Hamdallah sebagai bentuk rasa syukur.
Di ruangan rawat inap, Nina tidak henti-hentinya menangis. Dia takut sekali ditinggalkan oleh Bisma. "Nak, kamu makan dulu ya, nanti kamu sakit," bujuk Mommy Rani.
"Nina tidak lapar, Mommy," sahut Nina.
"Jangan gitu, Bisma itu paling tidak suka melihat kamu sakit kalau kamu gak makan dan nanti sakit, terus siapa yang akan jaga Bisma." Rani terus membujuk Nina supaya mau makan.
Nina terdiam, hingga akhirnya Nina pun luluh juga dan mau makan. Di rumah sakit hanya ada Nina dan juga Rani, sedangkan Nino dan Venna pulang karena ingin mengurus toko Bisma dan Nina yang sudah hancur sebagian. Baru saja beberapa suap, tiba-tiba terlihat Bisma menggerakkan tubuhnya.
"Ni---na----" lirih Bisma.
Nina tersentak dan langsung berlari menghampiri Bisma. "Ini aku, sayang."
"Kamu baik-baik saja 'kan?" lirih Bisma.
"Kamu itu lucu banget, kamu yang sakit malah nanya keadaan ke aku. Aku baik-baik saja, sudah ya, jangan banyak bicara dulu biar kamu cepat sembuh," sahut Nina dengan senyumannya.
Nina kembali meneteskan air mata bahagia. "Kenapa kamu menangis?" tanya Bisma lemah.
"Aku bahagia akhirnya kamu sadar juga, aku takut kamu kenapa-napa, aku belum siap jika harus kehilangan kamu," sahut Nina dengan deraian air matanya.
Bisma menggenggam tangan Nina dan tersenyum. "Aku tidak akan pernah ninggalin kamu, sayang. Aku sudah janji akan selalu menjaga dan membahagiakan kamu," ucap Bisma dengan senyumannya.
Malam pun tiba....
Nadira sudah menjalani operasi dan kakinya harus diamputasi kedua-duanya. Sampai saat ini Nadira belum sadarkan diri dan kedua orang tuanya dengan setia menjaga Nadira dan selalu berada di sampingnya. "Pa, Mama tidak tahu bagaimana reaksi Nadira jika nanti dia sudah sadar, pasti dia akan merasa terpukul sekali," sedih Mama Nadira.
"Kalau itu sudah pasti, tapi mau bagaimana lagi nyawa Nadira dipertaruhkan. Kalau masalah kaki, kita bisa membeli kaki palsu yang mirip dengan kaki asli," sahut Papa Nadira lemah.
***
Keesokan harinya...
Perlahan Nadira mulai membuka mata. "Ma, Pa," lirih Nadira.
Kedua orang tua Nadira bergegas mendekat. "Iya, sayang, ini Mama dan Papa," ucap Mama Nadira dengan menggenggam tangan Nadira.
"Nadira ada di mana?"
"Kamu ada di rumah sakit sayang, kemarin kamu mengalami kecelakaan," sahut Papa Nadira.
"Bagaimana dengan keadaan Bisma? kemarin Nadira bersama Bisma," lirih Nadira.
"Jangan pikirkan dia sayang, sekarang lebih baik kamu istirahat saja biar kamu cepat sehat dan bisa pulang ke rumah," sahut Mama Nadira.
Nadira menggerakkan tubuhnya, dia berniat ingin bangun dan duduk. Tapi seketika Nadira merasakan hal yang aneh. "Ma, Pap, kenapa dengan kaki Nadira? kenapa Nadira tidak bisa merasakan apa-apa?" tanya Nadira panik.
"Tidak apa-apa sayang, mungkin karena kamu masih merasa kaku habis mengalami kecelakaan," sahut Mama Nadira dengan pura-pura bahagia.
Nadira pun duduk dibantu oleh kedua orang tuanya. "Tidak, kaki Nadira benar-benar tidak merasakan apa-apa," ucap Nadira dengan wajah pucatnya.
"Kaki kamu tidak apa-apa kok, kamu tenang saja," ucap Papa Nadira sembari mengusap kepala Nadira dengan penuh kasih sayang.
Walaupun kedua orang tuanya mengatakan tidak apa-apa, tapi perasaan Nadira mengatakan hal lain. Dengan secepat kilat, Nadira pun menyingkap selimutnya dan berapa terkejutnya Nadira saat melihat jika kedua kakinya sudah tidak ada. Nadira membelalakkan matanya, begitu pun dengan kedua orang tuanya yang merasa kaget dengan sikap Nadira yang tiba-tiba menyingkap selimutnya.