Bukan cerita poligami... Ini cerita dua orang wanita yang tidak mau mencapai surga dengan cara berbagi suami...
Shanshan mengira, menjadi cucu dari keluarga kaya raya, dan model seksi ternama, bisa membuatnya mudah mendapatkan Emyr; pria yang dicintainya...
Rupanya tidak, karena background kehidupannya, justru menjadi masalah bagi hubungan cintanya...
Shanshan harus menyaksikan pernikahan kekasihnya bersama wanita surga pilihan orang tua Emyr...
Meski nyatanya cinta Emyr masih untuknya, tapi ia tidak rela menjadi madu dari salah satu kaumnya (perempuan). Jangan sampai ada surga tak terindu: baginya dan Adeeva.
“Sekalipun aku tidak berpikir untuk menyentuhnya, rasaku masih tulus padamu, Shan," ucap Emyr.
“Allahumma baid baini wa baina.” Berkaca-kaca Shanshan merapalnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manusia biasa
High Care Unit, lagi-lagi menjadi akhir bagi Ummi Fatimah setelah Emyr menunjukkan pembangkangannya.
Dada yang kian menyesak membuat wanita paruh baya itu terkulai dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Abah Zainy tercenung, menatap wajah istrinya dari balik kaca jendela. Di dalam sana, mungkin wanita tercintanya sedang berjuang untuk hidup lebih lama demi dia dan anaknya.
Abah berjibaku dengan riuhnya pertentangan di dalam rintihan batinnya, demi wanita itu dia rela menjadi pribadi yang arogan. Bahkan memaksakan kehendak pada putra paling disayanginya.
Dilema besar sempat terjadi, ketika terdengar gosip Emyr akan membawa wanita selain Adeeva. Bukankah istrinya begitu menginginkan Adeeva menjadi menantunya?
Sama seperti sembilan bulan yang lalu, rupanya dilema ini kembali membuatnya kacau. Dalam hening yang tercipta, Abah Zainy merapal dzikir pada-Nya, doa pun ia lantunkan, meski harus menyertakan egonya juga.
Ya Rabb..., jika bisa ditukar, biar dia saja yang sakit, jangan istri dan anaknya. Kecamuk itu masih rajin menggelayuti dirinya yang hanya manusia biasa seperti yang lainnya.
Kendati orang mengenalnya sebagai kiyai besar, tapi betapa ia manusia yang masih memiliki ketakutan tinggi. Jauh dari kata pasrah jika sudah menyangkut nyawa istrinya.
Pergi dahulu dari orang yang dicintai, mungkin akan lebih baik dari pada ditinggal lebih dahulu dan merasakan kehilangan yang mengerikan.
Sekejap ia maklum pada Emyr yang masih belum bisa merelakan Shanshan. Darinya lah Emyr memiliki kesetiaan itu berasal.
Sebab sebagai bukti nyatanya; melihat wanita tercintanya terbaring lemah di atas ranjang pasien saja ia gagu, apa lagi jika sampai dikafani, sungguh, takkan pernah sanggup ia membayangkannya.
"Kiyai." Tepukan lembut di punggung membuat laki-laki paruh baya itu menoleh.
Kiyai Abbas; ayah Adeeva memberikan tatapan menguatkan padanya. "Seng sabar," katanya. Yang sabar.
Abah Zainy menundukkan wajahnya, malu dengan sikap putranya yang baru saja menyakiti Adeeva secara terang-terangan.
Pantas saja Adeeva lari dari California. Emyr tak pernah menganggap gadis itu layaknya istri yang wajib dijaganya.
Emyr tak menganggap Adeeva bagian dari pakaiannya yang semestinya selalu lekat dengan dirinya, dalam suka mau pun duka.
"Maaf, Emyr benar-benar keterlaluan kali ini, aku minta maaf, Kiyai," ujarnya tulus.
"Sudahlah."
Kiyai Abas bisa apa, dari awal ia sendiri yang memaksakan kehendak demi bisa membuat Adeeva bahagia. Ia sampai rela membujuk adik laki-laki Ummi Fatimah untuk membantu mempromosikan putrinya.
Tak menyangka, jika Emyr yang tahu agama, akan berlaku seperti laki-laki yang tidak pernah dididik untuk menjadi suami yang baik.
Lagi, Kiayi Abas pun menjadi maklum, bahwasanya cinta terkadang membutakan segalanya; seperti cintanya pada Adeeva putri satu-satunya.
Cinta, bukankah Allah menciptakan cinta itu begitu indah. Tapi kenapa harus ada sakit yang juga menyertainya. Seperti keindahan mawar yang berduri tajam.
...{[<<
"Ini semua gara-gara kamu Gus!"
Hilman yang sedikit galak, selalu ketus pada adik bungsunya. "Kenapa sulit sekali menurut? Kenapa sulit sekali mengerti, Adeeva itu yang istri mu, Gus!"
Emyr terdiam menunduk di sudut yang jauh dari kerumunan keluarga lainnya, hanya ada Gus Hilman dan Ning Zivanna di sisinya.
Sejatinya Emyr tak pernah menganggap perbuatannya benar. Akan tetapi, ia juga sulit menerima nyata yang sangat getir ini.
Melihat Shanshan, hati kecilnya seolah berbisik untuk mendekati gadis itu. Terlebih, rindu terlaknat memaksanya melakukan hal itu.
Bertahannya dengan Adeeva, hanya karena Ummi Fatimah yang selalu berakhir di rumah sakit; jika sudah begini. Emyr kacau....
Kata Rasulullah terngiang; orang yang lebih berhak diperlakukan dengan baik, 'Ibu mu, lalu ibu mu, lalu ibu mu, kemudian ayah mu, orang yang terdekat dengan mu, dan yang terdekat dengan mu'.
Dari Abi Burdah, yang melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya.
Orang yaman itu bersenandung; sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibnu Umar. “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?”
Ibnu Umar menjawab. “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.”
Mengingat itu Emyr menitihkan air mata penyesalannya. Jika Allah maha membolak-balikkan hati manusia, Emyr sendiri yang tidak ingin beralih dari mantan kekasihnya.
Sesak...
...{[<<
Di bangku taman yang di penuhi bunga-bunga bermekaran. Haikal duduk di sisi Shanshan.
Dari kejauhan Papa Axel, Mama Liliyana, Abi Farid, dan Ummi Hilda menatap mereka.
Sepertinya dua pasang orang tua itu sudah mengetahui pembahasan apa saja yang melingkupi putra putri mereka.
Jelas tentang kejadian yang barusan tertampil di Bandara Soekarno Hatta. Jelas soal hubungan yang masih terlihat tertinggal di masa lalu keduanya.
"Kamu yakin mau melanjutkan pernikahan kita? Apa aku memaksa mu?" tanya Haikal.
Shanshan bergeming, tak satu pun kata yang mampu ia cetuskan sedari tadi. Shanshan tak ingin berbohong, tapi jujur pun menyakitkan.
Hubungan ini ia setujui, hanya karena ingin melihat Emyr melanjutkan pernikahan bahagianya bersama Adeeva. Tapi jika untuk rasa cinta kepada Haikal, Shanshan masih belum bisa memilikinya.
Tak ada cita-cita dan asa masa depan bahagia yang ia lambungkan; seperti saat Emyr mengajaknya menikah.
"Apa harus kita undur pernikahannya? Kita tunggu saja sampai lulus S2," tawar Haikal kemudian.
Shanshan menatap protes pemuda itu, jika di tunda sudah pasti kelakuan Emyr lebih kacau lagi nantinya.
"Kita lakukan saja sesuai rencana awal, kamu sendiri yang bilang, cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu."
Haikal menggeleng. "Aku hanya tidak mau memaksa mu, seperti Adeeva memaksa Emyr. Selain itu menyiksa mu, ini juga akan menyakiti orang tua kita."
"Jadi?"
"Tunda saja pernikahan kita, berusaha lah lebih keras lagi untuk mengalihkan rasa di hatimu padaku. Baru setelah itu, aku siap meminang mu," kata Haikal.
📌Thanks for reading kesayangan kooh....