Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Stibanya di ruko yang sudah di belinya, Ayana segera masuk bersama motornya lalu menutup pintu rolling door. Ayana naik ke lantai dua di mana kamarnya dan Abian berada. Hari ini ia akan membereskan pakaian dan ruko terlebih dahulu sembari memikirkan usaha apa yang akan di lakoninya.
"Syukur kita segera pergi dari sana ya, Nak. Kalau gak pasti kita bakalan berurusan juga sama Polisi," kata Ayana pada Abian yang sedang menyusu.
Tangan Ayana mengelus pipi Abian yang berwarna kemerahan. Kulit Abian memang masih kemerahan meski tak separah saat di ambilnya dari mobil kala itu.
"Hah... Sekarang kita di sini, ini lah rumah kita sekaligus akan Bunda jadikan tempat kita mencari uang. Semoga saja niat Bunda ini terwujud ya Sayang, Bunda sangat ingin memberikan segala yang terbaik untuk kamu."
Ayana mengecup kepala Abian yang dapat di raihnya. Perasaan kehilangan anak dan suami yang sempat di rasakannya kini berkurang sudah. Berkat keberadaan Abian, Ayana merasa lebih ringan dan semangat menjalani hari-harinya.
Abian adalah penyemangatnya untuk terus semakin melangkah maju.
"Jangan rewel lagi ya, Nak. Bunda mau beres-beres ruko dulu, gak lama kok Bundanya."
Ibu muda itu bergerak pelan meninggalkan Abian di kasur lalu meletakkan bantal di dua sisi. Beruntungnya Ayana kemarin sempat membeli beberapa kebutuhan untuk di kamar dengan lengkap.
Meski kasurnya hanya yang murahan saja, setidaknya sang anak bisa tidur dengan nyaman. Ayana mengambil sapu lalu menyapu seluruh lantai dan mengepel menggunakan pakaian lusuhnya yang sudah tak mungkin di pakai lagi.
Ruko kosong itu bisa di bersihkan dengan cepat karena memang belum lama kosong. Ayana menatap bagian lantai bawah yanh cukup luas dengan sekat bagian belakang yang juga pas untuk di jadikan dapur.
"Enakan jual roti dan kue atau warung makan, ya?" Ayana bergumam sembari berpikir akan yang akan di buatnya dengan lantai satu itu.
Dengan sisa tabungannya yang masih cukup, Ayana ingin memulai usaha sendiri. Ia memiliki pengalaman bekerja di toko kue sebagai pembuat kue dan sempat bekerja di restoran sebagai koki.
"Apa buka toko roti terlebih dahulu, ya walaupun kecil-kecilan saja yang penting ada pemasukan. Ya, itu saja dulu. Semoga saja berhasil," kata Ayana dengan semangat sembari menaiki tangga menuju lantai dua.
"Anak Bunda masih bobok, ya. Bunda sudah putusin buat buka toko roti saja, semoga ini menjadi awal yang baik untuk kita berdua ya sayang."
Ayana mendekap tubuh Abian dengan penuh kasih sayang.
Bermain ponsel untuk mencari seseorang yang bisa menjaga anaknya melalui jasa penyalur. Ayana melakukan itu agar Abian tak terus menerus di bawa keluar rumah.
Bagaimana pun juga Ayana akan sibuk untuk mengurus usaha yang akan di gelutinya. Dari mencari alat sampai bahan yang di butuhkan, ayana takut Abian kelelahan kalau terus di bawa pergi.
Bayi yang baru lahir itu tak mungkin tahan kalau terus di bawa bergerak meski hanya di gendongan. Setelah mendapatkan apa yang ia mau melalui jasa penyalur itu, Ayana memejamkan matanya karena merasa lelah setelah sibuk beberes.
Hingga sore hari Ayana terbangun dan mendapati Abian yang membuka matanya. Betapa terkejutnya ibu muda itu melihat hal menakjubkan itu.
"Abian, kamu sudah bisa buka mata? Kamu sudah bisa lihat Bunda, Nak? Ya Tuhan Anakku..."
Rasa haru menyeruak di hati Ayana, ibu mana yang tak akan bahagia kala melihat perkembangan anaknya.
Sore itu Ayana memandikan Abian serta menidurkan kembali bayi yang baru bisa membuka mata itu. Setelah Abian tertidur kembali, Ayana mencoba untuk memesan makanan melalui aplikasi saja.
Di tempat lain...
Andreas tiba di kantornya pagi itu dengan wajah datar seperti biasanya. Masih terlalu pagi untuk kedatangan para pekerja karena jam kerja di mulai masih 1 jam lagi.
"Bagaimana?" Tanya Andreas pada Asistennya yang bernama Bimo.
"Semua berkas yang Tuan mau ada di sini, ternyata banyak sekali kecurangan yang mereka lakukan Tuan. Maaf kalau saya lama menyerahkan laporan itu, karena permainan mereka bukan hanya satu orang saja dan saya harus memeriksa semua dengan detail."
Andreas mengangguk mendengar penjelasan Bimo. Ia memang tak searogan para CEO yang memiliki kekuasaan. Segala yang di inginkannya harus di lakukan dengan cepat tanpa memikirkan bagaimana cara melakukannya.
Memang itu sudah tugas bawahan seorang CEO perusahaan besar. Namun terkadang waktu yang di berikan tidak selalu tepat dengan apa yang di kerjakan. Karena banyak yang harus di bereskan di luar pengetahuan si atasan.
Andreas cukup fleksibel dengan tak menentukan kapan waktunya selama tak membuatnya menunggu terlalu lama.
Dan Bimo selalu bisa mengimbangi ke inginan Andreas. Kalau pekerjaan mudah, Bimo bisa mengerjakannya dengan cepat. Namun bila masalah yang di atasi bercabang-cabang, maka dua hari sudah selesai informasinya.
"Apa kompensasi yang di inginkan keluarga Meli?" Tanya Andreas yang memang membebaskan apa yang di inginkan oleh keluarga tak tahu malu itu.
Bagaimana di bilang tak tahu malu kalau meminta kompensasi atas meninggalnya sang anak kepada menantunya. Padahal anaknya meninggal juga karena kesalahan sendiri yang kabur bersama selingkuhannya.
Bahkan Andreas lah yang rugi karena harus kehilangan anaknya. Meski tak menyukai Meli, namun bayi yang di lahirkannya tetaplah darah daging Andreas.
Pria itu tetap menyayangi anaknya apapun yang terjadi. Karena bayi yang baru lahir itu suci, terlepas bagaimana dan dari siapa dia terlahir.
"Mereka meminta saham di perusahaan ini, Tuan. Selain itu Pak Dudi juga meminta kalau proyek kerja sama itu keuntungannya di serahkan semua padanya," jelas Bimo.
Andreas tersenyum sinis mendengarnya, ternyata lintah darat yang di pelihara mamanya semakin berani saja menghisap. Bagaimana tak di pelihara mamanya, karena selama ini bu Nina selalu marah pada suami dan anaknya kalau keinginan menantunya tak di turuti.
Meski itu bertentangan dengan sang suami dan anak dan harus di diamkan Andreas kalau terlalu tak masuk akan permintaan Meli. Bu Nina juga akhirnya mengalah kalau Andreas sudah bilang tidak, meski tetap merayu dengan lembut.
Kini bu Nina tak lagi bersuara apa pun mengenai keluarga Meli. Ia malu sendiri pada keluarganya karena sebelumnya terlalu membela keluarga Meli.
"Bagaimana progres pembangunannya?" Tanya Andreas lagi sembari membaca laporan di hadapannya.
"Pembangunan tetap berjalan, namun sangat lambat dan baru mulai pondasi saja. Bahan yang di gunakan juga kualitasnya rendah dan pondasi kurang baik."
"ayo ke sana tanpa memberitahu siapa pun, saya harus melihat langsung proyek yang seharusnya sudah setengah jalan itu."
Andreas berdiri dari duduknya setelah memberi beberapa tanda tangan pada laporan di mejanya.
Bimo mengikuti langkah Andreas, bekerja dengan duda baru itu memang sibuk. Namun gajinya juga tak main-main, Andreas juga tak sekejam itu membiarkan bekerja tanpa istirahat dengan melimpahkan banyak pekerjaan yang masih bisa di tangani sendiri oleh Andreas.
Ngegantung nih thor.. 😂😊
Anyway thanks a lots 👍🏼👏