Surga Tak Terindu

Surga Tak Terindu

Terpesona

Shanshan, nama populer yang telah dibangun dari masih kanak-kanak. Shanshan, bocah yang dahulu membintangi film fantasi, kini beranjak dewasa.

20 tahun usianya.

Gadis cantik dengan wajah kebarat-baratan itu memiliki manik biru, bingkai mata almond, bentuk bibir plum mungil, hidung mancung, alis melengking, pipi mulus sedikit chubby.

Yang mana jika semua goresan keindahan wajah itu disatukan, mengulas sebentuk kecantikan nyaris sempurna untuk ukuran manusia.

Body gitar Spanyol tercetak jelas dibalik balutan rok mini putih gading dan blouse merah muda berbahan lembut.

Sepatu heels yang juga merah muda, senada dengan warna tas yang ditentengnya. Surai nan lurus warisan ibunya, tergerai jatuh sepanjang liukan punggung bawahnya.

Untuk make up, semua yakin, Shanshan tak banyak mengenakan goresan make up. Gadis itu, lebih menyukai perawatan kulit saja.

Sedikit sentuhan warna peach di bibir, cukup membuatnya menjadi wanita super istimewa.

Indah ayunan kakinya meliuk seirama pinggul terbentuknya, semua mata tertuju pada raga setinggi 167 cm itu.

Shanshan duduk pada kursi cafe yang telah lama menunggunya.

Wangi dari kopi sedu yang terkucur dengan asap yang masih mengepul, juga roti yang baru keluar dari pemanggang.

Aroma menyenangkan yang menguar dari kedai ini cukup merelaksasi pikiran.

Sapaan akrab dia tujukan teruntuk Farah, Berg, dan satu temannya lagi bernama Aruna.

Bukan tanpa alasan mereka berkumpul di sini, Shanshan harus mendiskusikan praktikum mikrobiologi yang kemarin tak jadi ia ikuti.

Kedokteran menjadi universitas pilihannya; dan sudah akan memasuki semester tujuh.

Di lain sisi Shanshan juga memiliki profesi sebagai aktris dan model beberapa brand ternama.

Mata kuliah yang tertinggal, Shanshan ulik kembali dari teman-teman terbaiknya.

Di California sini, Shanshan tinggal bersama Caroline ibu tirinya dan Alex sang ayah kandung.

Sementara di Indonesia negara kelahiran, Shanshan memiliki Lilyana Bachir Ibu kandung dan Axel: ayah tiri yang kasih sayangnya sudah melebihi ayahnya sendiri.

"Ini tas siapa?" Shanshan menatap ransel hitam yang ditumpuki buku-buku tebal, juga se-juntai tasbih yang me-lungkrah di atasnya.

"Emyr," jawab Berg. Dengan bahasa Inggris kebanyakan mereka berbicara.

"Ke mana orangnya?"

"Shalat," sahut Farah. Dari sekian banyak teman dekatnya di California, hanya Farah dan Aruna yang se-muslim.

"Oh." Shanshan manggut-manggut. Emyr juga muslim, tapi tidak dekat bahkan terkesan tidak pernah bertegur sapa.

"Far, Berg, Run. Aku pulang dulu."

Pandangan Shanshan beralih pada lelaki yang tergesa-gesa mengemasi buku-buku dan tasbih ke dalam tasnya.

Ke tiga temannya di-ucapi kata pamit, sedang ia sama sekali tidak dipandangnya.

"Shanshan baru datang dan kau langsung pulang," tegur Farah. Berg dan Aruna mengangguk. "Iya, kopi mu juga belum datang kan?"

"Aku banyak urusan," sahut Emyr. Ia sedikit melirik ke arah Shanshan lalu berpaling sinis kembali.

Shanshan mendengus kasar, ia bangkit dari duduk setelah Emyr bergerak keluar dengan langkah terburu-buru.

Bagaimana bisa, ada pria dewasa yang terus menghindari dirinya. Dan perilaku buruk Emyr yang ini cukup kentara baginya.

"Heh, siapa, Emyr!" Sebenarnya Shanshan tahu benar nama pemuda itu, tapi gengsi membuat dirinya tak ingin terlihat akrab.

Tiba di mobil miliknya, lelaki berkulit kuning langsat itu menoleh. Lirikannya sedikit mengenai wajah Shanshan, namun dibuang kembali beberapa detik kemudian.

"Kau ini kenapa sih?"

"Ada masalah?"

"Kau membenciku?" cecar Shanshan. Berapa kali saja Emyr membuang pandangan darinya, dan itu lumayan membuatnya tersinggung.

"Tidak," jawab Emyr. Tak acuh, Emyr membuka pintu mobilnya, lantas masuk dan duduk di jok kemudi.

"Lalu?" Shanshan menahan pintu itu supaya tak bisa tertutup. "Kenapa setiap kali ada aku, kau pergi begitu saja?"

Emyr menghela tampa menatap. "Kau berlebihan kalau menganggap ku punya masalah dengan mu," sanggahnya.

"Bullshitz," gelak sumbang Shanshan, sudut bibirnya menarik seringai kesal. "Kamu yakin tidak mau menatap ku hah?"

"Astaghfirullah!" Emyr menyebut ketika gadis cantik itu meraih pipinya untuk dihadapkan pada bagian dadanya.

Sejurus kemudian, pandangan kembali Emyr alihkan ke sembarang arah. Dan itu membuat Shanshan berdecak lidah.

"Kau pikir aku setan?" ketusnya. "Aku bahkan dinobatkan sebagai Miss berlian, kau tahu, semua anggota tubuh ku, aset mahal!"

Emyr terkekeh seperti mencibir. "Bongkahan berlian wajib mahal, tapi kebanyakan wanita justru bangga saat dipandang setara dengan kerikil yang tiada harganya."

"What?" Shanshan tercenung. Pintu mobil itu akhirnya tertutup tanpa ia sadari. Ia terdiam dengan seribu bahasa ketus dan umpatan kasar di dalam batinnya.

"Shan." Tepukan Farah mengenai pundaknya.

"Lihatlah dia ini!" Shanshan menunjuk geram mobil Emyr yang telah berlalu. "Sopan sekali bicaranya!"

"Sudah lah." Berg menengahi, ia tahu kekesalan Shanshan tidak berdasar, toh nyatanya selama ini Emyr baik-baik saja.

Yah, tapi mungkin berlebihan bagi Shanshan, sebab setiap kali Shanshan datang Emyr selalu tiba-tiba pergi tanpa alasan yang jelas.

Bahkan ucapan Emyr yang barusan, lumayan membekas bagi hati Shanshan. Apa maksud dari kata-kata Emyr?

"Kerikil?"

Kali ini Shanshan harus mendatangi tempat tinggal pemuda dingin itu. Ia harus mengklarifikasi, bahwa ia tidak sama dengan kerikil di jalanan.

Kendati pekerjaannya seorang model, tapi tak sekalipun kulit-kulit Shanshan tersentuh oleh tangan nakal laki-laki.

Jangan hanya karena pakaian yang terbuka, ia disamakan dengan kerikil jalanan yang terinjak injak kaki penuh dosa.

"Kasih aku alamatnya!"

"Ngapain sih?" Farah menyahut heran.

"Udah kasih ajah, aku mau datengin dia malam ini juga!"

...{[<<>>]}...

Seperti rencana awal, Shanshan mendatangi apartemen milik Emyr. Tepat di depan pintu; berjam-jam Shanshan mengalut, gelisah ia membolak-balik ayunan kakinya.

Sesekali menatap ke arah lift, mungkin akan ada sosok yang keluar dari sana. Namun tidak, tiga jam berlalu Emyr tak kunjung pulang.

Farah dan Aruna yang mengabarkan, Emyr masih di luar; mengurus para lansia yang membutuhkan bantuan medis.

Emyr memang memiliki kegiatan yang lumayan padat. Selain rajin beribadah, pemuda yang kerap dipanggil Gus itu, tak sungkan memberikan bantuan pada orang yang membutuhkan.

Sampai tiba saatnya, lift itu terbuka, dan benar saja, sosok tampan dengan tinggi 180 keluar menenteng tas ransel di sebelah pundaknya.

Shanshan menatap wajah Emyr lekat, jika dilihat secara keseluruhan, tak ada minus dari laki-laki itu.

Rahang yang bagus, bibir tak merokok cukup segar dipandang, sorot mata yang tajam, alis kerang tegas, juga batang hidung yang ter-ulas nyata.

Dalam pikiran waras-nya Shanshan mengakui, ia sedang terpesona pada ketampanan milik pria dingin ini.

Bukannya menyapa, Emyr justru acuh melanjutkan langkah dan masuk ke dalam apartemen tanpa sedikitpun menegurnya.

Yang bahkan sudah sangat lama membuang waktu berharganya untuk hal yang tidak penting.

Shanshan mengepal geram tangan mungilnya, ternyata dirinya benar-benar terlihat seperti hantu di mata pria sombong itu.

Terpopuler

Comments

Fitriana Refan Rafisqi

Fitriana Refan Rafisqi

aku suka,kata2nya mudah dpahami,lanjuuuut

2024-11-08

0

Kasacans 5924

Kasacans 5924

cerita ibu tiri sansha ap judulny ya

2024-10-29

0

Hani Ekawati

Hani Ekawati

Thor, aku jadi candu baca novelmu.🥰

2024-10-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!