Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Waktu sudah kembali pagi. Lasya walau dengan raga yang rapuh, dia tetap melakukan kewajibannya menyiapkan sarapan. Langkahnya berjalan dengan sedikit kesusahan, dia merasa di bagian intinya sedikit kram. Dia tidak tahu bagaimana cara Andrian tadi malam menjamahnya. Yang jelas sensasi dan caranya berbeda dengan sebelumnya.
Lasya merintih dengan memegangi pinggangnya yang perih. Sabetan tali membekas dengan begitu jelas di kulitnya. Ada beberapa bekas, terlihat tak cukup empat bekas.
Pukul setengah 8 pagi.
Sarapan yang di buat Lasya sudah selesai. Dia hendak memanggil Andrian. Tapi langkahnya seketika berhenti saat melihat Bianka turun dari lantai dua.
" Mas, kenapa dia bisa ada di sini?"
Andrian terlihat sangat tenang. Dia dengan santai membenarkan dasinya.
" Ehm tadi malam itu aku ketakutan. Di apartemen ku, aku ngrasa kayak ada yang ngintai aku. Jadi aku bilang ke Andrian, kata Andrian aku di suruh menginap ke sini." Saut Bianka.
Lasya sungguh tercengang dan tak habis pikir. Dia terus menatap Andrian dengan harapan Andrian mau menjelaskan.
" Kamu sudah selesai ya masaknya. Maaf ya, aku nggak bantuin kamu. Aku benar-benar terlelap." Ucap Bianka lagi. Dia menyatukan ke dua tangannya di depan, menggoyangkan pelan badannya seolah dia adalah wanita imut.
" Ayo sarapan."
" Mas, tunggu!"
Lasya memegang lengan Andrian. Dia mencegah Andrian yang hendak ke meja makan.
" Kita harus bicara mas."
Andrian menghela napasnya lirih. " Hem.." jawabnya dengan amat sangat singkat.
Lasya menarik lengan Andrian. Membawanya masuk ke salah satu kamar tamu di sana.
" Mas, tolong jelasin ke aku. Apa maksut kamu bawa Bianka ke sini?"
" Cih, bukannya tadi dia sudah menjelaskannya. Terus kenapa kamu masih tanya! Telinga mu tidak tuli kan!"
" Mas, itu tidak cukup mas. Kapan dia datang? Dan kenapa dia ada di kamar lantai dua? Itu kan kamar kita mas."
Andrian mengorek telinganya. Dia terlihat tidak nyaman dan malas mendengarkan kata-kata Lasya.
" Jawab aku mas!"
" Kamu cerewet sekali ya. Aku harus jawab apa?! Kamu dengar sendiri dia bilang apa kan."
" Tapi kenapa dia tidur di lantai dua mas! Itu kamar kita mas."
" Kamu lupa apa yang terjadi dengan mu tadi malam. Apa kamu mau aku biarkan Bianka mendengar suaramu. Pikir otak mu ini buat mikir."
Andrian menonyor dahi Lasya.
Lasya terdiam. Dia seketika tidak mengatakan apa-apa lagi.
Melihat ini, Andrian menoleh menatap Lasya sesaat. Hingga akhirnya dia berdecak kesal dan pergi dari sana.
Bianka bergegas bediri. Dia menarik satu kursi untuk Andrian duduk.
Apa yang di lakukan Bianka, tak luput dari pandangan Lasya. Dia mengeratkan gigi nya lalu ikut mendekati meja makan.
Andrian duduk di tengah. Sebelah kiri ada Bianka, sebelah kanan ada Lasya.
" Kamu mau makan apa An. Aku ambilkan ya."
Bianka tanpa rasa malu mengambilkan makanan untuk Andrian. Dia menuangkan nasi ini ke piring Andrian.
Lasya mengeratkan gigi-giginya. Hatinya sangat sesak. Ingin sekali dia mengusir wanita ini sebenarnya.
" Makan yang banyak. Kamu itu kan pekerja keras. Harus makan yang banyak dan makan-makanan yang bergizi."
" Lasya, kupasin apel buat Andrian dong. Gimana sih kamu ini, seharusnya sebagai istri yang baik tanpa Andrian minta kamu harus nyiapin dong!"
Bianka sedari tadi terus saja mengoceh.
" Kalau tante tahu, dia pasti bakalan marahin kamu. Andrian ini anak kesayangan tante Frida tahu."
Bianka tersenyum, memamerkannya ke depan Andrian.
Lasya jengah. Dia jengah melihat sikap menjijikkan Bianka.
Mereka sarapan dengan tenang. Tapi Bianka dari tadi terus melirik Andrian.
Terlihat sekali kalau Bianka memiliki rasa.
Andrian mengelap bibirnya. Dia berdiri dan...
" Aku berangkat." Dia berpamitan.
Lasya bergegas mengambil tas Andrian. Namun siapa sangka, Bianka sudah berdiri di sebelah Andrian. Dia menggandeng tangan Andrian dan terus berjalan di sampingnya.
Layaknya upik abu. Lasya yang notabene sebagai istri malah terlihat sebagai mide.
" Andrian, aku berangkat sama kamu ya. Aku mau ke apartemen."
" Iya."
Kening Lasya langsung berkerut. Dia melihat kedua orang ini dengan tatapan tak menyangka.
" Mas, kamu mau mengantar dia ke apartemennya?" Ucap Lasya.
" Memangnya kenapa? Apartemen ku di lewati oleh Andrian kok. Ya kan An!"
Lagi-lagi Bianka bergelenjotan di lengan Andrian tanpa rasa sungkan. Dia seolah menganggap Lasya hanya sebagai abu belaka.
Andrian tidak menjawab. Dia malah mengambil tas yang di pegang Lasya. Dia lalu berbalik dan masuk ke dalam mobil.
" Jaga rumah baik-baik ya."
Bianka menepuk sebelah bahu Lasya sebelum akhirnya dia juga masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Andrian.
Lasya hanya diam. Dia menatap lurus ke depan. Membiarkan mobil ini pergi begitu saja.
•
" Sayang.."
" Jangan panggil aku sayang." Ketus Andrian lirih.
Bianka berdecih, dia tetap menyandarkan kepalanya ke bahu Andrian.
" Nggak mau di panggil sayang, tapi kamu manja terus ke aku."
" Diam, jangan banyak bicara."
" Oke, aku bakalan diam! Oh ya An. Apa istrimu hanya akan terus berada di rumah saat kamu tinggal?" Bianka bertanya, dia menggerakkan satu jarinya memberikan lukisan abstrak di dada Andrian.
" Hem."
" Apa kamu yakin dia bisa setia."
" Apa maksut mu." Nada Andrian seketika menjadi tegas.
" Aku nggak mau bicara macam-macam sih sama kamu sebenarnya. Tapi menurut mu apa ada sih wanita yang tahan di kurung di rumah seharian penuh. Dia pasti punya penghibur di sana."
" Apa sebenarnya maksutmu." Ketus Andrian lagi.
" Ehm.. sebenarnya aku rasa Lasya punya hubungan yang lain deh. Dia pasti punya hubungan dengan penjaga di rumah mu. Kamu tahu kan kalau satpam di rumah mu itu masih muda."
" Maksutmu Lasya suka dengan satpam?! Cih... pemikiran gila macam apa ini."
Mendengar jawaban Andrian yang seperti ini. Bianka seketika menegakkan tubuhnya. Dia memegang paha Andrian.
" Sekarang aku tanya deh sama kamu. Menurut mu di dunia ini apa ada wanita yang rela hidup kesepian. Nggak ada kan An! Dia pasti punya penghibur di sana."
Andrian terdiam.
" Coba deh kamu pikir. Nggak mungkin Lasya mau kamu bodohin."
Bak sebuah kayu yang menambah di percikan api. Bianka, dia terus berusaha supaya Andrian membenci Lasya lalu mereka bercerai.
Di sisi lain.
" Non..." bibi kepala pelayan menyapa.
" Iya ada apa bi?"
Lasya menyeka air yang ada di sudut mata.
" Ada telepon dari tuan Hendrik. Beliau mencari anda."
" Papa Hendrik?"
Lasya sedikit terkejut.
" Iya nona. Tuan besar bilang katanya nona di telepon tidak di angkat."
" Ah ya, ponsel ku aku silent."
Pelayan ini menyerahkan teleponnya ke depan Lasya.
Bibi pelayan ini langsung undur diri dan pergi.
" Hallo." Sapa Lasya dengan masih kaku. Ya, setelah menikah, ini adalah percakapan pertama kalinya dia dengan sang mertua.
" Dimana dia Nak!"