Bagaimana jika perawan tua dan seorang duda tampan dipertemukan dalam perjodohan?
Megan Berlian yang tajir melintir harus mengakhiri kebebasanya di usia 34 tahun dengan menikahi Morgan Erlangga, seorang dokter bedah tulang
yang sudah berusia 42 tahun dan memiliki dua anak remaja laki-laki.
Megan, gadis itu tidak membutuhkan sebuah pernikahan dikarenakan tidak ingin hamil dan melahirkan anak. Sama dengan itu, Morgan juga tidak mau menambah anak lagi.
Tidak hanya mereka, kedua anak Morgan yang tidak menyambut baik kehadiran ibu sambungnya juga melarang keras pasangan itu menghasilkan anak.
Megan yang serakah rupanya menginginkan kedua anak Morgan untuk menjadi penerusnya kelak. Tidak peduli jika keduanya tidak menganggapnya sama sekali.
Ikuti kisah mereka, semoga kalian suka ya...🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Menghilang
Seorang Megan Berlian tetaplah tidak sepolos apa yang dibayangkan oleh si nenek. Istriku ini bahkan berani menggodaku dengan kata-katanya.
"Hei, jangan membuang wajahmu. Lihat saja aku."
Morgan memposisikan tubuhnya berada di atas istrinya. Dibuatnya palingan wajah itu kembali ke posisi seharusnya.
Bertatapan dengan Morgan dalam posisi ini membuat Megan tidak tahan. Ia turunkan pandangannya. Sungguh meresahkan jika harus tatap-tatapan dengan pria ini.
"Apa yang kau lihat di bawah sana? Apa kau ingin merasakan kehebatanku yang lain?"
Degh!
Megan terkejut. Otaknya tidaklah terlalu polos sehingga tak mengerti apa maksud Morgan.
"Dok,"
"Jawab dulu pertanyaanku. Apa kau mau merasakan kehebatanku yang lainnya?"
"Pak Dokter, aku gugup kalau sedekat ini."
"Aku suka dengar detak jantungmu, Nona Megan. Terima kasih selalu berdetak seperti ini saat di dekatku."
"Kalau aku tidak salah, apa Pak Dokter sedang ingin melakukan itu denganku?"
"Apa kau sudah meminum pil-mu?"
Megan menggeleng.
"Aku sedang datang bulan."
Megan menggigit bibirnya, rasanya ini memalukan.
"Akhir-akhir ini kau suka menggigit bibir. Apa mau aku bantu menggigitnya?"
Makin kesini, rasanya Megan maupun Morgan semakin terbawa oleh suasana. Keduanya terlibat saling menggoda dibalik kalimat yang keluar dari mulut mereka.
"Kalau begitu ... kita lakukan saat bulan yang mendatangimu sudah pulang, hmm?" Morgan bebisik dengan suara seraknya yang, entahlah.
Megan mengangguk sangat pelan seraya mengulum senyum kecil.
Lelah menahan tubuhnya sendiri, Morgan kembali ke posisi berbaring, tapi kali ini dia membawa tubuh istrinya kedalam pelukan.
"Setiap malam kita akan tidur seperti ini. Aku akan memelukmu sepanjang malam."
Istri mana yang tidak senang mendengar pengakuan dan perlakuan seperti ini? Menjadi milik Morgan saja? Sudah pasti Megan bersedia dan itulah kondisinya saat ini.
Morgan yang pernah mengatakan tidak ingin menikah lagi, Megan yang pernah bilang tidak butuh seorang suami, kemana perginya dua orang itu? Nyatanya, saat ini Megan dan Morgan sedang menikmati tengah malam dengan perasaan hangat. Morgan yang memberi pelukan dan Megan yang menerima pelukan.
Kedua tangan Morgan melingkar di perut istrinya. Seperti ini saja sudah sangat membahagiakan.
"Dok,..."
"Em...."
"Apa mungkin. .. Kau mulai mencintai aku?"
Hening...
Hening ...
"Aku sudah lupa apa itu cinta untuk wanita. Cinta tidaklah penting. Tapi ... aku bisa memperlakukanmu layaknya seorang istri. Apa itu saja tidak cukup?"
Kembali hening.
"Baiklah, kita tidak perlu bahas soal kata cinta, Dok." Megan mengusap tangan yang masih melingkar di perutnya.
"Nona Megan,"
"Emm?"
"Ayo kembali tidur."
"Tidur, Dok? Kau serius?"
"Lalu mau apa? Ingin aku buktikan kehebatanku?"
"Aku tahu Kau hebat, Dok. Ayolah tidur lagi saja."
Cinta memang tidak harus selalu dikatakan. Cukup dengan menunjukkan rasa sayang, itu adalah pembuktian cinta yang sesungguhnya. Mendapat pelukan seperti ini membuat Megan senang bukan kepalang. Morgan bahkan berjanji akan memeluknya hingga pagi. Megan mengakui, nenek tidak keliru menempatkan pria ini di sisinya.
Yes! Aku sudah mendapatkan hatinya. Seperti kata nenek, dua anak itu akan mengikuti pilihan ayah mereka.
Morgan tidak lagi merasakan jantung istrinya yang berdebar seenaknya sejak tadi.
Aku akan membuatmu semakin nyaman berada di sampingku. Aku akan menjagamu, Megan. Pemilik mataku ini akan tersenyum dari surga saat melihat kau hidup bahagia denganku. Sedikitpun aku tidak akan membiarkan hatimu bergeser kepada pria lain.
.
.
Pagi datang membawa kesejukan. Sejuknya pagi ini memberi kesegaran bagi jiwa dan raga David meskipun dia belum mandi.
David tengah menikmati saat-saat bersejarah dalam hidupnya. Dirinya yang sedang menjadi perbincangan oleh satu sekolah karena berhasil meraih juara umum dalam sebuah ujian akhir, membuat dirinya seakan terbang kemana-mana.
Si tampan yang menjadi juara.
Itulah julukan yang beredar dalam komunitas sekolahnya saat ini. Meski sedang berada di negara yang jauh, tapi David merasakan kemenangannya begitu nyata dan sangat dekat.
Sikap diam David selama ini membuatnya tidak begitu dikenal, kecuali oleh teman-teman sekelasnya. Di kelas pun dia hanya mampu mendapat ranking 3, tidak pernah satu kali pun mengalami penurunan apa lagi peningkatan.
"Wah wah wah, si juara umum kita rupanya sudah bangun."
Megan melangkah ke dalam kamar si bungsu dan mendapati anak itu sedang senyam senyum tidak jelas. Namun, begitu menyadari kehadiran dirinya, senyuman itu hilang seketika, seolah melebur termakan rayap.
Sepertinya mood wanita ini sedang baik. Apa tidak ada lagi pertengkaran dengan ayah di pagi hari?
"Tante, dimana ayahku?" tanyanya acuh.
"Ayah sedang olah raga. Oia, bunda mau izin bawa ayahmu pergi hari ini dan pulangnya lima hari kemudian. Apakah boleh?"
Remaja itu menggerakkan kepalanya seperti hendak mengatakan sesuatu.
"Terserah saja," jawabnya, tetap acuh.
"Baik, terima kasih atas pengertianmu. Bunda mau ke kamar Erick. Kau tidak ingin ikut?"
Remaja itu menghembus napas panjangnya.
"Baiklah, ayo ke kamar kakak."
Keduanya mendatangi kamar Erick bersamaan, dan berhasil menuai sorotan aneh.
"Kenapa kalian datang bersama?"
Menoleh sekilas dua orang yang mendatanginya.
"Kami hanya kebetulan bertemu di depan kamarmu, Kak." bohong David.
"Bagaimana kabarmu hari ini? Apakah masih sulit menggerakkan kaki?"
"Seperti yang terlihat." jawab Erick, datar.
Pelayan datang membawakan sarapan untuk Erick, seperti keinginannya.
Megan berinisiatif menyambut nampan di tangan pelayan dan membawanya mendekat ke arah si sulung.
"Bunda suap ya ... a ..."
"Aku bisa makan sendiri. Tanganku sudah sembuh."
Erick merasa curiga apa maksud wanita ini berbaik hati menyuapinya.
Megan yang keras kepala tidak mudah untuk menyerah begitu saja. Sampai akhirnya Erick membuka mulut menerima suapan.
Melihat itu David tertawa dalam diam.
"Jadi kalian bertiga berkumpul disini rupanya?"
Morgan datang, lalu duduk di sisi istrinya.
"Ayah, aku tidak minta disuap tapi kakak memaksa." lapor Erick tanpa ditanya mengapa dirinya menerima suapan.
"Dia ibumu, bukan kakakmu."
Bukannya menanggapi perihal suapan, Morgan malah mengoreksi cara Erick menyebut mama barunya.
Erick memandang sekilas wajah Megan. Jelas sekali wanita ini terlihat senang mendapatkan dukungan dari ayah, pikirnya.
"Erick, bunda mau minta izin bawa pergi ayahmu selama lima hari, apakah boleh?"
Sudah Erick duga, wanita ini pasti ada maunya.
"Tidak perlu minta izin ke anak-anak. Mereka pasti setuju." sela Morgan menanggapi.
"Kalian berpergian untuk apa?" tanya Erick sedangkan Daniel hanya menyimak. Dirinya menebak bahwa ayah dan bundanya ini ingin pergi berbulan madu.
"Bunda ada beberapa pekerjaan. Ayah ingin menemaninya untuk menjaganya."
"Apa orang dewasa perlu dijaga? Kenapa jadi manja setelah ayah di sini,"
Sedikit banyak, Erick cukup mengenal karakter mama barunya ini. Orang yang mandiri, cukup berani dalam bertindak dan berkata-kata.
"Jadi tidak boleh ya? Baiklah, ayahmu tidak perlu menemani bunda."
"Pergilah Ayah, asalkan kalian pulang dengan selamat. Jangan menghilang seperti mama."
.
.
Bersambung... semangat yuk guys... bisa yuk kirim dukungannya🥰