Liliana Larossa tidak sengaja menemukan anak laki-laki yang berdiri di bawah hujan di depan restoran ayahnya. Karena kasihan Liliana menjaga anak tersebut dan membawanya pulang.
Namun siapa sangka kalau anak laki-laki bernama Lucas tersebut merupakan anak bos tempatnya bekerja, sang pemilik perusahaan paling terkenal dan termasyur di San Francisco bernama Rion Lorenzo. Dan sayangnya, Lucas begitu menyukai Liliana dan tidak mau dipisahkan dari gadis tersebut. Hingga Rion harus mau tidak mau meminta Liliana tinggal di rumah Rion dan mengasuh Lucas dengan bayaran Liliana dapat tetap bekerja dari rumah sebagai IT perusahaan Lorenzo.
Tapi bagaimana jika Liliana tanpa sengaja menemukan fakta siapa sebenarnya Rion Lorenzo, yang merupakan ketua dari organisasi bawah tanah, Mafia? Dan harus mengalami banyak kejadian dan teror saat ia mulai menginjakan kakinya di rumah Rion?
Ikuti kisah Liliana dalam mengasuh Lucas sekaligus menghadapi sang ketua Mafia dalam teror yang akan mereka hadapi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. LUCAS
Senin pagi, hari dimana harusnya semua orang bekerja, namun tidak untuk Lili hari ini. Ia memilih untuk mengambil cuti libur demi bocah lima tahun yang kini tinggal bersamanya.
Lili telah mendapati kalau bocah kecil tersebut bernama Lucas, dan berusia lima tahun setelah bersusah payah bertanya tentangnya semalam. Walau tidak banyak informasi yang ia dapatkan dari bocah tersebut. Masih ada keraguan dan juga keterbatasan untuk seorang anak berusia lima tahun mengingat apa saja yang orang lain butuhkan mengenai anak hilang.
"Bagaimana pancake-nya, enak?" tanya Robert yang dengan baik hati memasakan sarapan untuk putrinya dan juga bocah kecil ini.
"Enak," jawab Lucas malu-malu dengan mulut penuh akan makanan.
"Lucas, boleh aunty gigit tidak pipinya? Kenapa kau begitu menggemaskan," ujar Lili yang sejak tadi tanpa jenuh terus memandangi Lucas.
Siapa sangka setelah mandi dan bersih, ternyata Lucas merupakan anak yang tampan, bahkan kulitnya begitu terawat. Dengan mata bulat besar dengan pupil biru serta semu rona tipis di pipi gembul itu, sanggup membuat Lili yang sangat menyukai anak-anak jadi begitu gemas. Ditambah sikap Lucas yang luar biasa sopan, walau malu-malu dan kadang takut akan beberapa hal sepele, seperti ketika mendengar Robert bersin dengan suara keras.
"Berhenti menakutinya, Lilipad," ujar Robert seraya mengetukkan sendok di kepala sang gadis.
"Aku tidak menakutinya. Lihatlah bagaimana menggemaskannya Lucas. Bagaimana kalau dia menjadi anakku saja, Dad," celetuk Lili.
"Berhenti berkata yang tidak-tidak dan habiskan makananmu, masa kau kalah dengan anak kecil," perintah sang ayah.
"Baik, baik." Lili menuruti ucapan Robert, makan dengan tenang walau sesekali terus menggoda dan menatap Lucas.
Robert mengatakan kalau ia belum mendengar atau menemui orang yang berurusan dengan anak hilang kemarin. Bahkan ia tutup lebih malam restorannya, takut kalau-kalau ada yang mencari keberadaan Lucas. Namun nihil.
Dan sepertinya Lucas juga tidak banyak bicara, seakan tidak berani untuk berkata banyak selain anggukan dan gelengan kepala. Hal itu membuat Robert dan juga Lili khawatir kalau mereka berdua membawa Lucas ke kantor polisi dalam keadaan mental sang bocah belum stabil. Bisa jadi karena sendirian di luar dalam waktu lama membuat bocah itu menjadi takut untuk terbuka kepada orang lain, terutama Lili dan Robert yang masih tergambar sebagai orang asing di pikiran bocah lima tahun tersebut.
"Kau ingin mengajaknya keluar?" konfirmasi Robert setelah mendengar bahwa putrinya akan membawa Lucas keluar hari ini.
Lili menganggukan kepala seraya mengunyah sarapannya dan berkata, "Aku akan membelikannya beberapa pakaian. Dia tidak bisa terus memakai pakaianku saat kecil seperti ini. Dan dia juga butuh pakaian hangat, ini sudah masuk musim gugur, ditambah hujan sering turun. Kita juga belum tahu sampai kapan akan menemukan orang tuanya."
"Terserah kau saja, pastikan untuk tetap dekat dengan bocah itu. Jangan lengah apalagi sampai kehilangannya," kata Robert serius.
"Siap, Dad!"
Setelah selesai sarapan. Lili membawa Lucas di ruang keluarga, menonton televisi bersama di sofa dengan Lucas yang merebahkan tubuhnya pada Lili. Senyum gadis itu terukir jelas mendapati tingkah Lucas. Jujur saja ini pertama kalinya mendapati bocah seusianya yang tenang dan juga tidak banyak tingkah. Seakan bocah itu takut untuk melakukan apa yang ia inginkan. Karena bagaimanapun, insting anak-anak untuk bermain selalu ada dalam diri setiap anak. Bukankah lima tahun adalah usia dimana anak-anak mulai ingin tahu banyak hal, bereksplorasi lebih akan semua hal. Namun di mata Lili, Lucas tidak seperti itu. Dan itu cukup mengherankan.
Namun Lili tidak terlalu memusingkannya. Mungkin apa yang terjadi pada Lucas kemarin menimbulkan sedikit trauma, dimana bocah tersebut sampai duduk sendirian dalam hujan yang entah kerena kehilangan orang tuanya atau tersesat, entahlah Lucas belum mau buka suara tentang itu.
Dan seperti yang diucapkan oleh Lili pagi tadi kepada ayahnya kalau ia akan membawa Lucas keluar, kini ia lakukan.
Lili mengemudikan mobilnya ke toko pakaian terdekat. Bisa ia lihat cuaca di luar masih mendung dan gerimis, alasan kenapa ia kekeh ingin membelikan pakian untuk Lucas.
"Luca?" panggil Lili yang heran ketika bocah itu hanya diam mematung ketika berada di dalam toko.
Bisa terlihat raut ketakutan dan tidak nyaman pada diri Lucas. Netra aquamarine miliknya nanar memandangi semua orang, seolah takut akan orang-orang di dalam ruangan itu akan menerkamnya. Ia hanya memainkan ujung pakaiannya, berdiri diam dengan alis bertaut.
Tahu akan apa yang terjadi, Lili segera mengangkat tubuh bocah lima tahun tersebut dan menggendongnya. Ia menepuk punggung Lucas ketika bocah itu melingkarkan tangannya di leher Lili dan memeluk gadis itu tanpa ada niat mengendurkannya atau pun melepaskannya.
"Tidak apa-apa, ada aku di sini. Kau aman, jadi tenang, oke," ucap Lili yang lagi-lagi dengan nada lembut.
Jelas kalau Lucas takut akan kehadiran orang lain, khususnya orang dewasa yang memiliki tinggi jauh dari dirinya. Lili bahkan ingat ketika Lucas menangis ketika melihat Robert yang baru pulang ke rumah semalam. Hal itu berhasil membuat Robert kalang kabut karena tidak tahu apa yang telah ia perbuat hingga membuat bocah lugu itu menangis sedemikian rupa.
"Kita beli pakaian dulu, habis itu kita beli es krim, kau mau?" bujuk Lili yang berjalan menuju ke bagian pakaian anak-anak.
Sebuah anggukan Lucas berikan.
"Anak pintar," puji Lili.
Lili membeli beberapa pakaian untuk Lucas. Pakaian untuk keluar rumah, pakaian di rumah, pakaian tidur, dan juga jaket dan sepatu untuk sang bocah. Ia bahkan segera memakaikan pakaian baru untuk segera dikenakan oleh Lucas, membuat bocah lima tahun itu benar-benar tampak seperti model anak-anak. Hingga Lili harus bergegas pergi dari toko pakaian tersebut ketika sosok Lucas menarik perhatian semua orang di sana. Beberapa bahkan mendekat untuk melihat Lucas dari jarak yang mudah dipandang.
Dan saat itu juga Lili mendapati kalau Lucas sepertinya memiliki ketakutan berlebihan terhadap orang, khususnya orang ramai. Terlebih lagi ketika ia melihat pria yang mendekatinya. Lucas akan langsung menangis ketakutan hingga tubuhnya gemetar. Jelas kalau itu bukan respon yang bagus dan sudah pasti berhubungan dengan mental sang anak, yang entah karena apa pemicunya.
"Kita pergi ke supermarket saja dan beli apa pun yang Lucas mau, oke?" kata Lili yang berusaha membangkitkan kembali semangat Lucas, mengeluarkannya dari ketakutan yang menyelimuti diri bocah itu. Melihatnya saja membuat Lili sedih, seakan Lili tahu alasannya namun menepisnya karena tidak ingin berpikir tidak masuk akal.
Akan tetapi, sebuah tangan di pundak sang gadis menghentikan langkah gadis itu menuju ke mobilnya.
"Ya?" tanya Lili dengan wajah bingung ketika mendapati pria tinggi berpakaian rapi dengan jas, ditambah beberapa pria nyaris berpakaian serupa semua, berjas dan hitam-hitam.
"Bisa ikut bicara sebentar?" kata pria tersebut sopan.
Lili menganggukkan kepala. Ada sikap waspada pada gadis itu sekarang. Bahkan kedua tangan Lili yang menggendong Lucas kini memeluk bocah itu lebih erat, berusaha melindunginya dari segala hal yang tak diinginkan nanti.
"Tuan Lucas?" panggil pria berambut perunggu di depannya ini dengan nada lembut penuh penghormatan.
Dan sang empunya nama pun menoleh kepalanya untuk melihat ke arah pria itu, walau masih sedikit menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Lili.
"Ayah Anda sangat mengkhawatirkan Anda saat ini, Tuan Lucas. Bagaimana kalau kita pulang sekarang?" kata pria tersebut.
Lili menyipitkan matanya, dan memutar sedikit tubuhnya bahkan mengambil dua langkah mundur untuk menjaga jarak dari pria-pria di depannya ini. Waspada dengan teramat sangat, terutama ketika pria itu tahu bocah yang digendong Lili ini bernama Lucas.
"Siapa kalian? Dan mau apa dengan Lucas?" tanya Lili dengan wajah garang.
"Kami bawahan ayah Tuan Lucas. Tuan Lucas sudah menghilang sejak kemarin, dan kami telah mencari kemana-mana," jawab pria tersebut.
"Mana buktinya?" tantang Lili yang tidak begitu saja percaya.
"Bisa tanyakan sendiri langsung ke Tuan Lucas," kata pria tersebut.
Lili mengelus punggung Lucas kemudian bertanya, "Lucas, apakah kau mengenal paman ini? Apa benar dia dan yang lainnya kenal dengan ayahmu?"
Lucas melihat ke arah sang pria lalu mengangguk. "Dante," kata Lucas seraya menunjuk pria berambut perunggu tersebut.
"Jadi, Tuan Lucas, ayo kita pulang," ajak pria bernama Dante tersebut.
Kalimat itu terdengar tidak menyenangkan untuk Lili. Membayangkan harus melepaskan Lucas setelah ia mulai menyukai bocah itu, Lili tidak suka. Tapi ia tidak boleh egois jika Lucas memang ingin pulang dan kembali bersama keluarganya. Lalu kenapa Lili merasa tidak rela sekarang?