Gadis manis bernama Rania Baskara, usia 17 tahun. Baskara sendiri diambil dari nama belakang Putra Baskara yang tak lain adalah Ayah angkatnya sendiri.
Rania ditolong oleh Putra, ketika masih berusia 8 tahun. Putra yang notabenenya sebagai Polisi yang menjadi seorang ajudan telah mengabdi pada Jendral bernama Agung sedari ia masih muda.
Semenjak itu, Rania diasuh dan dibesarkan langsung oleh tangan Putra sendiri.
Hingga Rania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan manis.
Seiring berjalannya waktu, cinta tumbuh pada diri Rania terhadap Putra, begitu juga Putra merasakan hal yang sama, namun ia tidak ingin mengakuinya..
Bagaimana kelanjutannya? ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meluangkan Waktu Dengan Yang Lain
"Aku akan mengutus pengawal untuk mengawal kalian dari kejauhan. Khawatir anak buah Chandra akan mengintai kalian berdua! Jaga diri baik-baik!" Ujar Putra.
"Siap, laksanakan!"
Dicky memberikan salam hormat dengan kemudian pergi meninggalkan Putra.
drrrtttt...
Suara ponsel Putra berdering. Terpampang jelas nama Siska sedang memanggilnya.
Putra segera menerimanya.
"Hallo, ada apa, Siska?" Tanya Putra dengan nada dinginnya.
"Putra, apakah kamu nanti malam ada acara?" Tanya Siska dari panggilan diseberang.
"Tidak, kenapa?" Jawab Putra.
"Bisakah kamu menemaniku sebentar saja?" Tanya Siska kembali.
"Hmm, bisa." Jawab Putra.
"Baiklah, sampai nanti malam ya. Nanti aku akan share location." Suara Siska tampak ceria.
Putra memutuskan panggilan suaranya.
Ia milirik jam pada pergelangan tangannya.
***
"Kak, kita menonton film apa?" Tanya Rania sesampainya di bioskop.
Dicky mengedarkan pandangannya untuk melihat film yang saat ini sedang on going.
"Lebih banyak horornya ya, Ran. Terserah kamu saja deh. Aku ikut saja." Jawab Dicky.
Rania mengangguk, dan tampak memilih film yang akan ia tonton.
"Aku pesan tiket dulu ya, Kak." Ucap Rania.
"Baiklah, aku pesan makanan dan minumannya. Mumpung belum mengantri." Jawab Dicky.
Rania berjalan menuju loket pembelian karcis Bioskop.
Disaat Rania tengah mengantri, ada seorang pria menepuk bahu Rania.
"Rania?" Tanyanya.
Rania menoleh dan sumringah ketika melihat pria yang tengah berdiri dibelakangnya.
"Eh, Aldo? Kamu mau nonton juga? Sama siapa?" Tanya Rania dengan wajah cerianya.
"Hmm.. Sama gebetan aku, Ran. Kalau kamu sama siapa, Ran?" Tanya balik pria yang bernama Aldo.
"Aku sama kakakku. Itu lagi beli makanan dan minuman." Tunjuk Rania mengarah pada Dicky.
Aldo tersenyum kepada Rania. Tampaknya ia begitu senang bisa bertemu kembali dengan Rania.
"Rania, kamu semakin cantik saja. Apakah sudah memiliki kekasih?" Bisik Aldo didekat telinga Rania.
Rania dan Aldo masih saja mengantri, membuat keduanya dapat mengobrol lebih lama lagi.
"Hmm, belum. Ayahku terlalu sakit!" Jawab Rania ngasal.
Aldo mengerutkan dahinya.
"Hah? Sakit? Sakit jiwa?" Tanya Aldo begitu polos.
"Hahaha, bukan. Ayahku terlalu mengekangku, begini begitu tidak dibolehkan. Malas aku, Do." Ungkap Rania.
Aldo mengangguk.
"Oh, wajarlah. Namanya juga orang tua. Eh, kamu kuliah dimana?" Tanya Aldo kembali.
"Aku tidak kuliah, Do. Aku akan masuk pendidikan Bintara."
"Wah, mau jadi Polwan dong?" Ucap Aldo.
"Hehehe, iya nih."
"Oh iya, aku boleh minta nomor whatsapp kamu?" Bisik Aldo kembali.
"Boleh." Rania meraih ponsel Aldo dan mengetikkan nomornya pada ponsel Aldo.
"Thanks, Rania."
"Sama-sama, Do. Kita lanjutkan nanti via whatsapp saja ya. Kamu hubungi aku duluan." Ucap Rania berjalan menjauh dari Aldo karena sudah giliran Rania berdiri didepan loket.
Aldo adalah teman sekolah Rania semasa SMA. Dulu keduanya sempat dekat, hanya dekat saja. Tapi, tidak saling mengungkapkan jika ternyata keduanya saling menyukai.
Sosok Aldo memang tampan. Tinggi besar, berkulit putih mirip-mirip oppa korea. Rambutnya cepak dan terlihat layaknya aktor film action.
***
"Tirta, aku akan pergi dulu malam ini. Kalau Dicky menanyakan kemana aku pergi, jawab saja aku sedang pergi bersaman dengan Siska. Tapi, kalau yang bertanya Rania, jangan pernah memberitahu jika aku sedang pergi bersama Siska. Bilang saja tidak tahu ya, Tirta!" Ucap Putra kepada Tirta seraya hendak masuk kedalam mobil sedan mewahnya yang berwarna hitam metalic.
"Baik, Tuan!" Jawab Tirta.
Tidak membutuhkan waktu lama, Putra telah melajukan mobilnya.
Sepeninggal Putra, datanglah mobil Dicky memasuki halaman rumah dengan gerbang yang menjulang tinggi.
Dicky keluar dari mobil disusul oleh Rania yang tengah sibuk mengeluarkan banyak jinjingan.
"Kok gerbangnya terbuka lebar, Bang Tirta? Mobil Komandan kemana?" Tanya Dicky menyelidiki.
"Baru saja Tuan Putra keluar rumah." Jawab Tirta seraya menutup pintu gerbang rumah.
"Pergi kemana komandan?" Tanya Dicky membantu Rania mengeluarkan barang-barang bawaannya.
Tirta langsung melirik kearah Rania. Namun, tampaknya Rania sedang tidak memperhatikan obrolan antara dirinya dan Dicky.
"Tuan sedang pergi bersama Nona Siska." Bisik Tirta kepada Dicky dengan mata masih melirik kearah Rania.
Rupanya Rania telah masuk kedalam rumah.
"Kenapa bisik-bisik begitu?" Tanya Dicky penasaran.
"Pesan Tuan, kalau kamu yang bertanya, aku harus menjawab Tuan sedang pergi dengan Nona Siska. Namun, jika Nona Rania yang bertanya, bilang saja tidak tahu." Jelas Tirta.
Dicky mengangguk tanda mengerti.
"Ya sudah, aku masuk ya. Ingin bersih-bersih dulu." Ucap Dicky seraya melangkahkan kakinya meninggalkan Tirta.
***
"Hai, Putra. Akhirnya kita bisa pergi bersama kembali. Wah, kamu tampan sekali. Hmm.. Aku suka sekali dengan parfummu. Begitu menggoda." Ucap Siska ketika bercipika-cipiki dengan Putra.
Putra sedikit terkejut ketika Siska share location mengarah pada sebuah club malam.
"Tidak salah kamu mengajakku ketempat ini?" Tanya Putra dengan perasaan tidak suka.
"Ada apa, Putra? Kamu tidak menyukainya ya? Ayo lah kita have fun. Jangan hidup terlalu serius. Kita juga butuh bersenang-senang, Putra." Siska menarik tangan Putra seraya memasuki club malam tersebut.
Sesampainya didalam, Putra begitu pusing melihat lampu berwarna-warni dan bergerak memutar.
"Putra, kamu mau minum apa?" Tanya Siska yang bergelayutan dilengan Putra.
Putra mengedarkan pandangannya. Alih-alih jika ada sesuatu yang mengganjal, ia bisa sekaligus bertugas.
"Apa saja, Siska." Jawab Putra.
Siska mengajak Putra ke meja bartender.
"Wine satu ya!" Ucap Siska pada seorang barista.
Putra terkejut tatkala Siska memesan wine.
"Siska, mengapa kamu pesan wine? Itu akan membuat kamu mabuk!" Protes Putra menarik tangan Siska.
Tubuh Siska merapat pada tubuh Putra.
"Putra, tidak apa-apa. Sedikit saja tidak akan membuat mabuk kok. Coba sedikit saja ya!" Bisik Siska didekat telinga Putra.
Putra bergeming dengan mata terus mengedarkan pandangan.
Tidak lama kemudian, barista membawakan dua gelas wine untuk Siska dan Putra.
"Putra, mari kita bersulang!" Ucap Siska yang tengah menaikan gelas di udara.
Putra menuruti ajakan Siska.
Siska dan Putra meminum wine dengan sedikit memicingkan kedua bola matanya akibat rasa pahit yang mencekat lidahnya.
"Aku cukup segelas saja, Siska. Aku nanti menyetir mobil." Cegah Putra tatkala Siska ingin menuangkan kembali wine kedalam gelas.
Siska tersenyum manis pada Putra.
"Dua gelas lagi ya. Please, demi aku. Aku minta maaf telah meninggalkan kamu ke Paris!" Pinta Siska seolah merengek seperti anak kecil yang tengah merayu ayahnya.
Putra menuruti Siska tanpa penolakan. Ia akhirnya minum tiga gelas, dan lumayan membuat dirinya sedikit oleng dan semakin pusing.
"Cukup, Siska. Cukup. Aku tidak bisa melanjutkannya lagi." Tolak Putra ketika Siska hendak menuangkan wine ke gelas milik Putra.
"Hmm.. Ya sudah, kalau begitu. Aku saja yang melanjutkan. Cukup kamu temani aku saja disini." Pinta Siska dengan melemparkan senyuman kepada Putra.
Putra sangat tidak nyaman berada ditempat seperti itu. Seumur hidupnya, ia tidak pernah masuk kedalam sebuah club malam. Apalagi, untuk membuang-buang waktu hanya demi menikmati isi didalam club malam yang membuatnya sakit kepala.
"Bagaimana jika kita menikah saja, Putra? Kita bisa memulainya dari nol!" Ucap Siska yang sudah mulai oleng akibat pengaruh alkohol.
Putra mencegah Siska untuk meminum wine yang sudah hampir enam gelas. Cukup kuat juga Siska bertahan menikmati wine.
"Sudah cukup, Siska! Kamu sudah mabuk. Ayo kita pulang!" Ucap Putra.
Rupanya, wine yang mereka minum dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Minum sedikit saja sudah dipastikan akan segera oleng.
"Aku tidak mabuk, Putra. Hehehehe..." Jawab Siska seraya hendak meminum kembali gelas berikutnya.
Namun, tangannya segera dicegah oleh Putra.
Putra langsung meraih tubuh Siska yang sudah terhuyung dan hampir saja jatuh ke lantai.
"Siska! Ayo kita pulang!" Ajak Putra pada Siska.
Siska hampir menolak ajakan Putra, namun Putra tidak menghiraukannya.
Ia tetap membawa Siska pergi dari tempat yang memusingkan menurut Putra.
Putra membawa Siska masuk kedalam mobilnya.
Siska bersandar di bangku mobil dengan keadaan begitu lemah tidak berdaya akibat pengaruh wine.
"Aku tidak tahu rumahnya dimana sekarang. Tidak mungkin juga aku bawa ke rumahku. Apa sebaiknya aku bawa saja Siska ke Hotel?"