SEMUA GARA-GARA PARIJI
Ini Novel harusnya horor, tapi kenapa malah komedi, saya yang nulis juga bingung, tapi pasti hororlah.
KOK dengan huruf yang terbalik, ya semua serba terbalik di dalam novel ini, tidak ada yang sesuai dengan semestinya, dan jangan berpikir dengan nalar, karena nggak akan masuk di otak kita.
Jangan dipikir dengan otak normal, karena akan bikin kram otak.
kebalikan adalah keasikan, ingat baliklah hidup kalian agar mengalami sesuatu yang luar biasa!
KOK,
Kalok dibilang time travel kok rasanya nggak jugak, tapi ada yang hilang dan bertambah di dalam diriku.
KOK gini rasanya, KOK aku ada disini, KOK aku diginiin, KOK aku harus ada di sini, KOK sakit gini, KOK KOK KOK KOK semua harus KOK.
Jangan takot, gitu kata orang yang aku temui, tapi KOK rasanya takot tapi enak dan menyenangkan..
Itulah KOK yang dibalik
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Bashi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. SAYA BASUKI TAPI PANGGIL SAYA WILDAN
“Kalian berdua ke arah sini cepat!” bisik samar suara yang ada di belakangku lagi
“Kalian sedang dalam bahaya besar disana” lanjut suara itu lagi
Setelah kucari asal suara itu, ternyata di pinggir kuburan ada seseorang dengan pakaian serba hitam yang sedang berdiri dan melambai ke arah kami berdua.
Ya, aku tau keadaanku tadi memang berbahaya ketika bersama dengan Wito, dan memang aku tau juga tadi aku tidak bisa melarikan diri, karena aku nggak tau ada dimana, tapi saat ini ada orang yang memanggilku untuk menyelamatkan kami.
“Ayo Ji kita ikuti orang itu saja”
“Kamu yakin Lenk?”
Celeng tidak menjawab pertanyaanku, dia langsung lari menghampiri orang yang sedang berdiri di pinggir kuburan.
Kuikuti juga apa yang dilakukan Celenk, dengan setengah berlari dan menjaga langkah kaki agar tidak terdengar oleh si mbah Wito aku menuju ke orang yang tadi memanggil kami berdua.
“Jangan banyak tanya dulu, ikuti saya dan jangan berisik!” kata orang dengan pakaian serba hitam
Dengan setengah berlari ku ikuti orang yang tidak aku kenal itu melewati semak belukar yang agak rimbun hingga akhirnya kami tiba di sebuah hutan.
Keadaan di sekitar sini memang gelap, tapi cahaya bulan purnama lumayan memberikan penerangan di sekitar sini.
Hingga pada akhirnya laki-laki dengan pakaian serba hitam itu berhenti berjalan setelah mungkin sekitar sepuluh menitan kami setengah berlari tadi.
“Kalian pasti korban berikutnya dari si sontoloyo WIto atau Burhan itu…… oh iya perkenalkan nama saya Basuki atau panggil saya Wildan saja”
“Eh mas, itu mbah WIto apa nggak ngejar kita mas?”
“Nggak, dia sedang sibuk bercinta dengan mayat yang tadi kalian bersihkan itu, dia tidak akan menghiraukan keadaan sekitar ketika sedang melepaskan birahinya”
Orang yang ada di depanku ini tidak tua seperti si Wito eh Burhan, dia mungkin seumur dengan aku dan Celenk, pakaian dia seperti khas orang desa dengan celana model selutut.
Orang yang memperkenalkan diri sebagai Basuki itu membawa sebuah cangkul, sebenarnya aneh juga malam-malam gini ada orang dengan sebuah cangkul di tangannya.
“Maksud mas Basuki korban dari Wito itu apa ya mas?” tanya Celenk
“Jangan panggil saya Basuki, panggil saya Wildan. Nama Basuki hanya untuk keluarga besar saya saja, untuk saat ini nama saya Wildan”
“Ikuti saya dulu, kalian belum aman…. nanti kita bisa ngobrol banyak setelah di tempat saya. Oh iya kamu yang berkalung fenish, jangan kalungkan fenish di leher atau kamu akan tercekik apabila ngatjeng”
Kami bertiga berjalan kaki menembus hutan dengan pohon jati yang diameternya besar-besar, aku nggak yakin sedang ada di duniaku kalau melihat ukuran pohon jati yang ada di sekitar sini,
Setahuku diameter pohon jati paling besar yang aku tahu hanya lima puluh centimeter saja, tetapi yang ada disini mungkin berdiameter sekitar satu meteran.
Sesuai yang diomongkan orang yang minta dipanggil Wildan, padahal nama aslinya hanya Basuki, komtila aku sampirkan ke bahuku saja.
Setelah sekitar satu jam berjalan kaki, akhirnya kami keluar dari hutan, dan di kejauhan aku bisa melihat cahaya yang berkelip kelip.
“Di desa sana kalian akan aman” tunjuk basuki atau Wildan
Setelah berjalan sekitar setengah jam, akhirnya kami sampai juga di desa yang tadi ditunjuk oleh Wildan. Tapi karena malam hari, desa ini sangat sepi, desa yang belum ada aliran listrik ini terlihat nyaman dengan tanaman berbunga yang ada di depan tiap rumah.
Akhirnya kami sampai di sebuah rumah yang sederhana namun nampak asri dengan tanaman yang sedang berbunga. Penerangan di sini memakai obor yang diletakan di depan pagar tiap rumah.
“Ayo masuk, istirahatlah kalian berdua, karena besok pagi kalian harus mulai menyelesaikan urusan fenish itu hingga selesai”
Si Wildan menyalakan dua lampu teplok, sehingga keadaan di dalam rumahnya tidak gelap gulita.
Di dalam rumah sederhana ini ada satu set meja kursi yang sederhana, ada juga seperti bufet berkaca yang berisi gelas, piring, dan beberapa alat masak.
Rumah ini sama dengan yang dimiliki mbah Wito atau Burhan, tetapi disini bisa dikatakan lebih rumah dari pada tempat Wito yang hanya ada selembar tikar busuk.
“Silahkan duduk, saya mau bikin kopi dulu. Saya disini tinggal sendirian, jadi buatlah diri kalian santai”
Wildan atau Basuki masuk ke bagian belakang rumah, yang kayaknya menuju ke area dapur, jadi meskipun rumah ini terbuat dari gedek, tapi ada bagian dapurnya juga. Sekitar sepuluh menit Wildan akhirnya membawa nampan dengan tiga gelas kopi yang aduhai aromanya.
“Coba ceritakan awal mula kalian hingga bisa sampai di pemakaman aneh itu” tanya Wildan
Aku bercerita tentang keadaan kuntila dan syeletku yang berdarah, ditambah keterangan Celenk juga, anehnya Wildan sepertinya nggak heran dengan cerita kami berdua, dia mendengarkan dengan serius.
“Untung kamu mas, eh kamu mas siapa namanya?”
“Saya Fariji, atau parijik mas Wil”
“Iya mas Parijik, untung kamu belum menyentuhkan ujung fenishmu ke tubuh mayat itu, eh mayat itu katamu gurumu ya”
“Kalau ujung fenish sudah bertemu dengan tubuh mayat, maka selamanya kamu akan jadi budak segnya si homok Burhan”
“Maaf mas Wildan, saya potong dulu, sebenarnya kami ini ada di mana mas, eh nama saya Hendrik mas, tapi panggil saja dengan sebutan Celenk” kata Celenk
“Lhooo waktu bertemu dengan Wito atau Burhan mas Celenk bagaimana lho”
“Ya seperti yang tadi saya ceritakan mas Wil, ketika itu kan Parijik sedang terlilit kuntila, nah kemudian si Wito datang, dia bantu dengan cara yang …. Asyudahlah mas, pokoknya Wito datang membantu”
“Kemudian saya merasa aneh ketika bahu saya ditepuk Wito, tau-tau saya udah ada di rumahnya tertidur di sebelah si butak Pariji ini mas”
“Hehehe kalau kalian lihat keadaan rumah dan keadaan di sekitar sini, kira-kira kalian ada dimana?”
“Dan yang dikatakan si WIto tentang asbak berbentuk fenish itu memang benar, tetapi tidak serta merta bisa ada di tangan kalian, benda itu memang sudah direncanakan si WIto agar ada di tangan mas Parijik, entah bagaimana caranya”
“Monggo diminum dulu itu kopinya. Oh iya, mohon jangan berkata kasar atau memaki atau kata-kata yang tidak pantas di desa ini, desa ini desa suci yang tidak terjamah oleh kemaksiatan dan kekotoran, sehingga orang macam Wito tidak akan bisa masuk ke sini”
seru ,...
mimpi yang sangat panjang ya ji.... mimpi yang nggak pernah bangun-bangun...
Hendrik dalam bahaya dong....
asal nebak hhhhh😁
operasi dimana bisa nyembul gede sana sini...???🤣