Hera membaca novel Fantasi yang tengah trending berjudul "Love for Ressa", novel klasik tentang Dante, seorang Duke muda yang mengejar cinta seorang gadis bernama Ressa.
Tentunya kisah ini dilengkapi oleh antagonis, Pangeran Mahkota kerajaan juga menyukai Ressa, padahal ia telah bertunangan dengan gadis bernama Thea, membuat Thea selalu berusaha menyakiti Ressa karena merebut atensi tunangannya. Tentunya Altair, Sang Putra Mahkota tak terima saat Anthea menyakiti Ressa bahkan meracuninya, Ia menyiksa tunangannya habis-habisan hingga meregang nyawa.
Bagi Hera yang telah membaca ratusan novel dengan alur seperti itu, tanggapannya tentu biasa saja, sudah takdir antagonis menderita dan fl bahagia.
Ya, biasa saja sampai ketika Hera membuka mata ia terbangun di tubuh Anthea yang masih Bayi, BAYANGKAN BAYI?!
Ia mencoba bersikap tenang, menghindari kematiannya, tapi kenapa sikap Putra Mahkota tak seperti di novel dan terus mengejarnya???
#LapakBucin
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15
...****************...
Sudah sebulan lamanya Anthea berada di akademi. Mempelajari materi-materi umum untuk para bangsawan muda, tak ada kesulitan sedikitpun yang Anthea rasakan di sini, semuanya berjalan normal.
Anthea menatap langit sore yang berwarna oranye saat kereta kuda melaju di jalan setapak menuju kediaman Duke Millard, kediamannya. Ia tidak sendirian, di sebelahnya duduk Altair, tunangannya yang dalam cerita novel dikenal sebagai pangeran yang menawan, sekaligus pembawa akhir dari hidupnya.
Setiap siswa akademi diperbolehkan pulang maksimal 3 hari ke kediaman masing-masing setiap bulannya.
Ngomong-ngomong, sejauh ini Anthea tak melihat interaksi berlebihan antara Altair dan Ressa, persis seperti di novel bahwa Altair tak menunjukkan ketertarikan nya selama mereka di akademi.
Menurut Anthea, sikap Altair juga tak berubah. Ia masih menjadi laki-laki pengertian dan penuh perhatian selama Anthea di akademi. Altair tak ragu menunjukkan kebersamaan mereka di depan semua orang, karena hampir semua siswa akademi pasti menyaksikan langsung pertunangan Pangeran dan Putri Mahkota itu.
Jadi, tak ada alasan bagi Anthea untuk langsung menjauhi Altair begitu saja, apalagi hubungan mereka yang begitu terikat seperti sekarang.
“Anthea sepertinya begitu lelah,” suara Altair mengalun lembut, penuh perhatian. Tatapan matanya yang tajam menembus keremangan sore.
Tangannya terulur menarik Anthea agar bersandar di bahunya, yang mana tadinya gadis itu menyandarkan kepala di dinding kereta.
“Sedikit,” jawab Anthea singkat, sama sekali tak keberatan.
“Tidurlah, perjalanan kita masih cukup lama,” Ujar Altair.
Anthea menggeleng kecil, “Aku tidak mengantuk, Altair.”
Perjalanan itu berlanjut dengan obrolan ringan, diselingi cerita-cerita bagaimana mereka bersama selama ini. Altair bahkan tertawa saat mengenang saat-saat ia jatuh dari kuda di depan semua orang di istana, mengakui kelemahannya dengan cara yang membuat Anthea sedikit lebih nyaman. Perlahan, tembok kewaspadaan di hatinya mulai retak. Altair yang duduk di sampingnya terasa lebih nyata, lebih manusiawi dibandingkan karakter dalam novel yang ia ingat.
Namun, setiap tawa dan senyuman yang mereka bagi disertai peringatan halus di benak Anthea. Ini bisa jadi hanyalah bagian dari permainan takdir yang lebih besar.
***
Setibanya di kediaman Duke, yang mana para pelayan sudah menyambut kedatangan nona muda mereka. Kegelapan sudah mulai merayap di langit, dan angin malam yang dingin berembus lembut, mengibarkan helai rambutnya.
Altair turun lebih dulu dari kereta, lalu mengulurkan tangan ke arahnya. Anthea menatap tangan itu sejenak, lalu meraihnya.
Begitu pintu gerbang besar kediaman Duke terbuka, sosok Duke Ervand sudah menunggu di halaman depan dengan senyum lebar dan tangan terbuka. Tanpa ragu, Anthea berlari dan menghambur ke pelukan ayahnya. Duke Ervand memeluk putrinya erat, menepuk punggungnya dengan lembut.
“Selamat datang di rumah, Anakku,” ucapnya penuh kehangatan. Matanya memancarkan kasih sayang yang tak terhingga.
Altair berdiri di belakang, memperhatikan pertemuan ayah dan anak itu dengan senyum tipis. Duke Ervand menatapnya sejenak lalu mengangguk singkat, mengundang mereka masuk ke dalam.
Di ruang bersantai mansion Millard, mereka melangkah masuk, disambut oleh cahaya lilin yang berpendar hangat dan aroma khas kayu pinus yang terbakar di perapian.
“Di mana Kak Ares, Ayah?” Tanya Anthea saat tak mendapati kehadiran kakaknya di sini.
“Saat ini dia cukup sibuk di istana dan sering pulang larut malam, tapi tenang saja Anthea, dia pasti pulang nanti,” Jawab Duke Ervand. Mana bisa Ares tak pulang saat adiknya baru kembali setelah sebulan tak bertemu.
Mereka berbincang hangat, Anthea menceritakan hari-harinya di akademi, apa yang ia pelajari, teman-temannya, dan Altair yang siap siaga untuknya.
Setelahnya, Altair dan Duke Ervand membahas masalah kerajaan, saat ini Anthea hanya menyimak obrolan keduanya.
“Aku tau, kita tidak bisa menganggap remeh wabah ini,” Ujar Altair, Duke Ervand mengangguk menyetujui.
Saat ini, hampir setengah benua yang mereka tinggali terserang wabah penyakit yang masih belum di ketahui dari mana datangnya. Wabah itu menyerang imun tubuh dan mudah menular, untungnya korban jiwa yang tercatat masih kecil.
Tapi tetap saja korban jiwa, jika tidak ditindak lanjuti akan semakin banyak rakyat yang terangkit. Saat ini wabah itu belum masuk ke Kerajaan Scarelion, namun Kerajaan tetangga seperti Kerajaan Crylic sudah terjangkit.
“Sebenarnya aku sudah membicarakan ini pada Ayah, dan aku sudah berencana akan turun langsung menanggulanginya.” Ujar Altair, Anthea dan Duke Ervand cukup terkejut.
“Kau akan menelusuri wabah ini ke Kerajaan Crylic?” Tanya Duke Ervand memastikan.
Altair mengangguk, “Benar, Duke. Bahkan, jika perlu akan aku cari tau dari tempat pertama wabah ini berasal, sampai menemukan cara menghentikannya.”
Selanjutnya, Anthea tak terlalu mendengarkan pembicaraan mereka. Anthea tau, pernah disebutkan dalam novel tentang wabah ini, walau tidak spesifik.
Awalnya wabah ini tak begitu mematikan walau mudah menyebar, namun lama-kelamaan korban jiwa akan semakin banyak. Kerajaan Scarelion diceritakan sudah terjangkit di wilayah Timur. Yang mana saat itu Raja dan Ratu turun langsung memeriksa keadaan rakyat mereka.
Dan saat itulah, Kerajaan Scarelion menerima kabar duka. Raja Dierez dan Ratu Valery ikut terserang wabah, sampai meregang nyawa.
Saat itu Altair yang masih mengenyam pendidikan di akademi pulang ke Kerajaan dan hanya dapat bertemu kedua orangtuanya yang sudah tak bernyawa.
Altair begitu terpuruk, tapi ia juga harus menenangkan adiknya dan semua warga Kerajaan, mengingat posisinya sebagai Pangeran Mahkota, menjadi orang nomor satu di Kerajaan.
Untungnya saat itu ia memiliki Anthea. Anthea lah yang menemani Altair di masa terpuruknya. Membuat Altair tetap tegar melanjutkan pendidikan dan meraih tahta Raja saat ia sudah siap.
Dalam novel, bagian ini diceritakan karena saat Altair berseteru dengan Anthea karena Ressa, bahkan sampai menyiksa gadis itu tak ada yang dapat membantu Anthea di istana karena Raja dan Ratu telah tiada.
Tapi, Anthea ingat tak disebutkan bahwa Altair akan ikut menyelidiki dan membasmi wabah sebelum wabah itu menyerang Kerajaan Scarelion.
Apa bagian ini berubah? Batin Anthea.
Jika Altair berhasil, maka Kerajaan Scarelion tidak akan terangkit. Dan yang terpenting, Raja Dierez dan Ratu Valery akan tetap hidup.
***
“Jika kau pergi untuk misi itu, kapan kau akan kembali?” Tanya Anthea.
Di malam yang semakin larut, Anthea mengantar Altair keluar Mansion Millard karena laki-laki itu akan pulang ke Istana.
Altair terdiam sebentar, lalu tersenyum tipis, “Aku tidak dapat memastikannya, Anthea, apa kau akan merindukanku?”
Tidak di sangka oleh Altair kalau Anthea akan langsung mengangguk menjawabnya, “Kira-kira akan berapa lama?” tanya gadis itu.
Altair menatap gadisnya, Cahaya bulan menyinari wajahnya yang teduh, “Entah itu satu bulan, dua bulan, satu atau dua tahun.” Jawab Altair.
Sejenak, keheningan mengisi jarak di antara mereka. Anthea menundukkan pandangannya, jari-jarinya menggenggam ujung gaunnya. “Berhati-hatilah, Altair,” katanya pelan. “Aku... tidak tahu apa yang akan terjadi jika sesuatu menimpamu.”
Pasalnya Anthea tau bahwa wabah ini tidak bisa diremehkan, walau sejauh ini yang orang-orang tau penderitanya tidak akan mengalami hal yang parah.
Altair melangkah mendekat, meraih tangan Anthea dengan lembut. “Aku berjanji akan kembali dengan cepat,” bisiknya, menatap dalam-dalam ke mata hazel Anthea. “Kau harus percaya padaku, Anthea.”
Anthea merasakan kehangatan menjalar dari tangannya yang digenggam, perasaan yang menenangkan di tengah kecemasannya. Anthea mengangkat pandangannya dan tersenyum.
“Tentu, aku percaya padamu, Altair” jawabnya,
***
Anthea bersama kakak tampannya—Ares pagi ini menikmati teh hijau mereka di rumah kaca Anthea. Ares baru dapat kembali pagi ini, semalam terlalu larut baginya untuk pulang ke Mansion, sehingga ia menginap di istana.
“Jadi, bagaimana rasanya hidup mandiri satu bulan ini, Tuan Putri?” Tanya Ares dengan wajah menyebalkan di mata Anthea.
“Tidak buruk, aku menghadapi semuanya dengan baik, tau..” Anthea menampilkan wajah songongnya.
Sebenarnya dibilang mandiri tidak juga, Anthea hanya harus terbiasa bersiap tanpa bantuan pelayan, baginya itu mudah. Lalu membereskan kamarnya sendiri, itu juga mudah karena di kehidupan sebelumnya itu hanya sepuluh persen dari kegiatannya.
Selebihnya tetap saja Anthea menerima dengan instan, bajunya akan dikirim khusus seperti laundry di asrama, makanan pun di siapkan atau beli di Rotter, jadi ia tak perlu susah-susah memasak.
“Tentu saja, namanya kan adikku.” Ujar Ares bangga, Anthea tertawa kecil.
“Menurutku pelajarannya juga tak begitu berat, Kak. Beberapa ada yang sudah di ajari para tentor di Mansion,” Ujar Anthea mulai bercerita.
Ares mengangguk mengerti mendengarnya, ia paham adiknya adalah gadis yang cerdas, sehingga belajar di akademi yang menurut sebagian nona muda bangsawan adalah hal yang sulit, akan mudah dilalui Anthea.
“Apa ada yang mau berteman denganmu?” Tanya Ares membuat Anthea mengerucutkan bibir.
“Tentu saja ada! Teman sekamarku saja sepupu jauh Altair.”
“Sepupu?” Mengingat Raja Dierez adalah anak tunggal, berarti itu jelas dari keluarga Ratu Valery
Anthea mengangguk, “Dia anak keluarga Marquess Alter, namanya Shenina. Dia cantik sekali, kakak harus bertemu dengan shenina setidaknya sekali!”
Selanjutnya Anthea membahas temannya yang lain dan teman sekelasnya, Ares menyimak dengan baik cerita adik kesayangan nya ini.
“Lalu, apa tidak ada laki-laki yang dekat denganmu?” Tanya Ares.
Anthea menyipitkan mata kesal, apa maksud kakaknya ini? “Sudah jelas Aku telah bertunangan, mana ada yang mau mendekati ku. “ jawabnya.
Ares hanya mengedikkan bahu, siapa tau kan. Adiknya ini cantik sekali, pasti ada banyak orang yang terpesona dan mana tau menyimpan rasa.
“Berarti tidak ada yang suka padamu, Ya.” Ujarnya tertawa kecil, lain di hati lain di mulut.
“Ada ya!” Tapi, memang tidak ada yang mendekati Anthea sejauh ini sih.
“Altair sering bersama ku, menurut kakak siapa yang mau bersaing dengan Putra Mahkota?!” Jelas Anthea.
Menurut Ares itu bagus, berarti Altair menjaga adiknya dengan baik saat Ares sendiri tidak berada di radar Anthea.
“Tapi, besok lusa kakak dan tunanganmu akan pergi. Kau akan sendirian di akademi tanpa kekasihmu itu,” Ucal Ares.
Anthea tak fokus mendengarkan cemooh kakaknya, terkejut mendengar kalimat pertama dari Ares, “Apa? Besok Lusa?” Besok saja Anthea sudah kembali ke Akademi.
“Kenapa secepat itu?” Tanya Anthea.
“Awalnya aku dan Raja Dierez pun sudah sepakat hanya akan memantau perkembangan wabah ini dari utusan di Kerajaan Crylic, selagi kerajaan kita belum terserang. Tapi, Altair sendiri sejak lama sudah bertekad untuk mencari cara agar wabah ini hilang, jadi kami mengikutinya.” Jelas Ares dengan wajah seirus.
Sebenarnya ia pun cukup bingung, kerajaan mereka masih baik-baik saja. Tapi Altair bersikeras ia sendiri yang akan turun tangan langsung untuk menyelesaikan wabah ini, sebagai salah satu kepala divisi prajurit, Ares pun akan ikut serta.
Sebenarnya posisi Altair yang Pangeran Mahkota tidak diperbolehkan turun langsung seperti ini, ada Alaric yang memang tugasnya menjaga Kerajaan dari serangan luar. Namun, Altair tak memperbolehkan Alaric ikut serta, entah kenapa. Raja Dierez hanya mengikuti kemauannya itu.
Menyadari adiknya yang langsung terdiam, Ares berujar, “Tenang Anthea, kami akan baik-baik saja. Aku juga akan menjaga tunanganmu dengan baik.”
Anthea hanya mengangguk, dalam hati ia berdoa semoga kedua laki-laki itu menjalani misi mereka dengan mudah.
***
tbc.
Jangan lupa tinggalkan jempol merahnya♡