NovelToon NovelToon
Chemistry Of Love

Chemistry Of Love

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Kisah cinta masa kecil / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Lily Dekranasda

Nada Azzahra, siswa baru di SMA Nusantara Mandiri, adalah gadis ceria yang mudah bergaul. Kepribadiannya yang ramah dan penuh semangat membuatnya cepat mendapatkan teman. Namun, kedatangannya di sekolah ini mempertemukannya dengan Bara Aryasatya, cowok tengil yang ternyata adalah "musuh bebuyutan"-nya semasa SMP.

Di masa SMP, Nada dan Bara bagaikan Tom & Jerry. Pertengkaran kecil hingga saling usil adalah bagian dari keseharian mereka. Kini, bertemu kembali di SMA, Bara tetap bersikap menyebalkan, hanya kepada Nada. Namun, yang tak pernah Nada sadari, di balik sikap tengilnya, Bara diam-diam menyimpan rasa cinta sejak lama.

Setiap hari ada saja momen lucu, penuh konflik, dan menguras emosi. Bara yang kikuk dalam mengungkapkan perasaannya terus membuat Nada salah sangka, mengira Bara membencinya.

Namun, seiring waktu, Nada mulai melihat sisi lain dari Bara. Apakah hubungan mereka akan tetap seperti Tom & Jerry, ataukah perasaan yang lama terpendam akan menyatukan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanya Membantumu

Bara sudah dengan nyaman duduk di sebelahnya, menggantikan tempat Rio. Nada mendengus, tapi memilih diam. Sementara Bara hanya tersenyum penuh kemenangan.

Tak lama, Pak Tono masuk kelas dengan membawa buku tebal. “Baik, anak-anak. Kita mulai pelajaran hari ini. Kita akan membahas materi Biologi, tentang sistem pernapasan manusia. Semua buka buku di halaman 45.”

Kelas pun hening sejenak, semua murid mulai membuka buku masing-masing. Pak Tono berdiri di depan kelas, menjelaskan dengan penuh semangat. Namun, di tengah suasana serius itu, Bara yang duduk di sebelah Nada mulai iseng.

Rambut panjang Nada yang tergerai rapi di bahunya menjadi sasaran Bara. Dia memutar-mutar ujung rambut Nada dengan jarinya, sambil sesekali menatapnya dengan senyum jahil. Dalam hatinya, ia berpikir, Rambutnya masih halus kayak dulu... apa dia pakai sampo yang sama ya?

Nada yang awalnya mencoba mengabaikan Bara mulai merasa terganggu. Ia menoleh cepat, menatap Bara dengan mata melotot. “Bara! Berhenti main-main!” bisiknya dengan suara pelan namun penuh amarah.

Bara hanya cengengesan, seolah-olah tidak merasa bersalah. “Kenapa sih, Nada? Gue cuma mau bantu lo ngerapihin rambut.”

“Bantu apanya?! Usil banget, deh!” Nada mendesis, menahan diri agar tidak terlalu keras bersuara.

Di belakang mereka, Rio dan Dimas yang melihat interaksi itu saling berpandangan. Rio mendekatkan wajahnya ke Dimas dan berbisik, “Baru juga masuk kelas, udah ribut lagi. Kayak tom & jerry banget.”

“Iya, tapi lucu juga sih. Gue taruhan Bara bakal kena marah lebih sering sama Nada,” balas Dimas sambil tertawa kecil.

Sementara itu, Nada kembali mencoba fokus pada pelajaran. Namun, Bara belum selesai. Kali ini, dia mengambil kotak pensil Nada yang terletak di meja, memainkannya dengan santai. Bara mengangkat kotak pensil itu ke atas, memperhatikannya seolah-olah sedang meneliti sesuatu yang sangat menarik.

Nada, yang mencoba mendengarkan penjelasan Pak Tono, menyadari aksi Bara. Kesabarannya habis. Tanpa banyak bicara, dia menggerakkan kakinya di bawah meja dan dengan keras menginjak kaki Bara.

“Aduh!” Bara tiba-tiba berseru, suaranya cukup keras hingga menarik perhatian seisi kelas.

Pak Tono menghentikan penjelasannya, menatap Bara dengan curiga. “Bara, kenapa kamu teriak begitu?”

Bara, yang kini menahan sakit di kakinya, hanya bisa tersenyum canggung. “Eh, nggak apa-apa, Pak. Saya cuma... eh... kebentur meja.”

Nada, yang duduk di sebelahnya, pura-pura tak tahu apa-apa. Dia hanya menatap lurus ke depan, menahan tawa sambil tersenyum tipis.

Pak Tono menggelengkan kepala. “Kalau begitu, fokus lagi. Jangan ganggu teman di sebelahmu.”

“Siap, Pak,” jawab Bara, menahan rasa malu sekaligus geli.

Di bawah meja, Bara melirik ke arah Nada. Nada menoleh sebentar, lalu memeletkan lidahnya dengan ekspresi puas. Bara hanya bisa menahan tawa, meski dalam hati ia bergumam, "Aduh, Nada. Marahnya lo aja tetap manis banget."

Kelas pun kembali tenang, namun tidak bagi Bara, yang kini sibuk menenangkan rasa sakit di kakinya sambil tetap tersenyum sendiri.

...----------------...

Bel pulang berbunyi nyaring, membuat suasana kelas yang semula tenang berubah menjadi riuh rendah. Para siswa mulai membereskan buku dan alat tulis mereka, bersiap untuk pulang. Nada pun ikut membereskan barang-barangnya, meskipun sesekali matanya melirik ke arah Bara yang tampak santai dan tidak terburu-buru.

Saat Nada baru saja memasukkan buku terakhir ke tasnya, Rio dan Dimas mendekatinya dengan senyum lebar.

“Eh, Nada,” panggil Rio. “Gue mau minta nomor HP lo, dong. Biar gampang kalau mau ngobrol atau nanya-nanya tugas.”

Dimas langsung menyahut, “Iya, gue juga. Kan kita teman sekelas, masa enggak punya kontak lo?”

Nada mengangkat alis, menatap mereka berdua bergantian. “Halah, kalian ini ada-ada aja. Ya udah, sini kasih HP-nya.”

Rio dan Dimas langsung mengeluarkan ponsel mereka dengan semangat. Nada mengetik nomornya di ponsel mereka satu per satu, lalu tersenyum. “Sudah, ya. Jangan gangguin gue dengan hal-hal nggak penting, ya.”

“Siap, Bos!” jawab Rio sambil terkekeh.

Namun, momen itu terganggu ketika seorang cowok tinggi dengan rambut rapi menghampiri meja Nada. Wajahnya terlihat tenang namun penuh wibawa. Dialah ketua kelas mereka, Fadli.

“Eh, Nada, ya?” sapanya dengan ramah.

Nada menoleh dan tersenyum sopan. “Iya, saya.”

Fadli mengangguk, kemudian tersenyum lebar. “Maaf baru nyapa. Gue Fadli, ketua kelas di sini. Selamat datang di kelas kita, ya. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan bilang ke gue.”

Nada mengangguk sopan. “Oh, makasih banget, Fadli. Senang bisa jadi bagian dari kelas ini.”

Fadli tersenyum lagi, lalu melanjutkan, “Oh iya, gue mau minta nomor HP lo juga. Gue mau masukin lo ke grup WhatsApp kelas, biar lo nggak ketinggalan info atau tugas.”

Nada mengeluarkan ponselnya dan menukarkan nomor dengan Fadli. “Oke, makasih udah ngurusin semuanya.”

Bara, yang sedari tadi hanya duduk diam sambil pura-pura sibuk membereskan tas, memperhatikan interaksi itu dengan tatapan yang sedikit berbeda. Ada rasa kesal yang tak bisa ia jelaskan. Dalam hati, ia bergumam, Kenapa Fadli sok akrab gitu, sih? Cuma masukin grup aja, kok gayanya kayak ngajak kenalan lebih jauh?

Namun, Bara tetap diam, tak ingin menunjukkan emosinya. Ia hanya memandang Rio dan Dimas yang tampak santai, lalu kembali menatap Nada yang kini sedang tersenyum pada Fadli.

Setelah selesai bertukar nomor, Nada berdiri dan melambaikan tangan pada Rio, Dimas, dan Fadli. “Gue duluan, ya. Sampai besok!”

Rio dan Dimas kompak menjawab, “Hati-hati, Nada!”

Sedangkan Bara, meskipun cemburu, hanya menghela napas pelan sambil bergumam pada dirinya sendiri. "Gue harus cari cara biar bisa lebih dekat lagi sama dia."

...----------------...

Nada melangkah keluar dari gerbang sekolah, menghela napas lega setelah melewati hari pertama yang penuh warna. Ia berdiri di tepi jalan, matanya mencari-cari mobil sang ayah. Tak berselang lama, sebuah sedan berwarna hitam berhenti di hadapannya.

Sang ayah membuka jendela dan tersenyum hangat. “Gimana hari pertama sekolah, Nak?” tanyanya lembut.

Nada tersenyum cerah, berlari kecil, dan memeluk ayahnya dengan penuh kasih. “Seru banget, Yah. Teman-temannya baik-baik, gurunya juga asyik.”

“Bagus, dong. Ayo, masuk. Kita pulang,” ajak ayahnya.

Nada segera masuk ke dalam mobil, melambaikan tangan singkat kepada siapa saja yang kebetulan lewat sebelum mobil itu melaju pergi.

Di sisi lain, Rio, Dimas, dan Bara berdiri di depan gerbang sekolah, memperhatikan adegan itu dari kejauhan.

Rio mengangkat alis sambil menatap Bara. “Eh, Bara. Lo beneran nggak ada apa-apa sama Nada?”

Bara, yang dari tadi terdiam, mendengus pelan. “Nggak ada apa-apa. Ngapain sih lo pada ribet?”

Dimas tertawa kecil, menyikut lengan Bara. “Kita ribet karena kita tau lo, Bara. Dari dulu lo nggak pernah dekat sama cewek mana pun. Eh, tiba-tiba sama Nada usilnya kebangetan. Aneh nggak sih?”

Bara memutar matanya, berusaha terlihat santai. “Ya ampun, gue cuma iseng doang. Lagian, itu bukan berarti gue suka sama dia.”

Rio menyilangkan tangan di dadanya, menatap Bara dengan tatapan menyelidik. “Bara, Bara. Lo pikir kita nggak ngerti lo, ya? Lo tuh kelihatan banget kalau suka sama dia. Nih, gue tanya, dari dulu kapan lo peduli sama cewek? Bahkan senyum aja jarang, apalagi ngusilin.”

Bara menghela napas, mengalihkan pandangannya. “Ya udah, terus kenapa kalau gue suka? Gue nggak bilang, kan?”

Dimas mendengus geli, lalu menepuk bahu Bara. “Makanya, daripada keduluan orang lain, cepetan ungkapin, Bara. Nada tuh menarik banget. Lo liat aja, pasti nanti banyak yang naksir dia. Jangan nyesel kalau tiba-tiba ada yang ngajak dia jalan duluan.”

Bara menatap Dimas dengan sedikit jengkel, meskipun dalam hati ia tahu perkataan temannya itu ada benarnya. Namun, egonya tak mengizinkannya untuk mengaku.

“Gue nggak butuh saran kalian,” jawab Bara singkat, meskipun suaranya terdengar kurang meyakinkan.

Rio dan Dimas saling pandang, lalu tersenyum lebar. Mereka tahu Bara sedang menyangkal perasaannya.

Dimas menepuk punggung Bara sambil tertawa. “Santai, Bara. Kita cuma bantu ngingetin, kok. Kalo lo butuh saran gimana cara deketin Nada, bilang aja. Gue sama Rio siap jadi pendukung lo.”

Bara hanya mendengus, lalu berjalan meninggalkan mereka tanpa menjawab. Rio dan Dimas hanya terkekeh, merasa mereka sudah cukup berhasil menggoda Bara hari itu.

1
aca
lnjuttt
aca
lanjut thor Q kasih bunga deh
aca
nada jd rebutan ciee
aca
seru thor
Dian Fitria N
lanjut lagi thor
Ahmad Syarif
menarik, ringan konflik jd bacanya enjoy
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!