Gadis muda, bernama[Resa anggraini], yang haus kasih sayang dan perhatian,pertemuan dia dengan seseorang yang bernama [Hari ramadhan],berusia 32 tahun mempersatukan dua insan itu dalam sebuah ikatan di usianya yang masih 18 tahun.Konflik muncul ketika [Resa] berusaha menemukan kebahagiaan dan kasih sayang dalam pernikahan tersebut,berawal dari perkataan frontal gadis itu membawanya pada takdir yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babb 2 Kegundahan gadis remaja
"Res, mau ikut gak? Teteh disuruh bantuin panen padi ini. Sebenarnya malas sekali, tapi disuruh menyusul ke sawah," tanya Rima.
"Hehehe... Yah, udah pergi aja sana," jawab Resa.
"Ya, makanya kamu ikut yuk," pinta Rima.
"Males lah, teh, takut item aku kalau kelamaan berjemur di sawah," keluh Resa cengengesan.
Tanpa dia ketahui, di halaman ada seseorang yang sedang memperhatikan gerak-geriknya. Rima pun menyadari keberadaan pria tersebut.
"Res, gimana? Sama cerita Nenek kemarin, kamu belum jawab loh," tanya Rima.
"Jawab apa, teh?" tanya Resa.
"Itu tuh pria yang membawa pistol untuk berburu ke gunung. Dari tadi ngeliatin kamu terus. Katanya, dia suka sama Kamu." tunjuk Rima dan menjelaskan dengan senyum usilnya.
Resa pun melirik ke arah yang ditunjuk Rima, kebetulan kaca rumah Neneknya tembus pandang, jadi siapa saja yang berada di luar bisa melihat keberadaan orang di dalam maupun keluar rumah.
Dia merinding sambil mengedikan bahunya, saat mengingat perbincangan dengan neneknya kemarin, bahwa dirinya telah dilamar seseorang, namun Resa tak begitu menanggapi pernyataan dari sang nenek, dan setelah mengetahui orangnya, tambah tak suka lah dia.
"Ogah, aku. Kaya gak ada pemuda aja, harus nikah sama duda. Yang mau kan banyak, lagian aku masih kecil, belum ada rencana nikah muda," tolak Resa sambil berlalu ke arah dapur.
Ternyata Nenek menyimak perbincangan mereka, lalu menasehati cucunya.
"Is... Anak gadis gak boleh bicara frontal gitu, gak baik, pamali, bisa jadi do'a. Apa lagi kalau orangnya dengar dan tidak terima sama ucapanmu itu," kata Nenek.
Gadis remaja itu hanya acuh tak menghiraukan ucapan neneknya, meskipun dalam hati dirinya merasakan takut karena perkataannya barusan. "Ach, mending main aja, dari pada pergi ke sawah takut gatal-gatal. Kemaren kan udah janjian mau jalan-jalan," pikir Resa berlalu pergi dari rumah neneknya.
"A Jack, lagi ngapain? Jadikan kita jalan. Hayo, jangan bohong loh, aku udah mandi ini siap OTW," tanya Resa setelah menghampiri sepupunya itu.
"Ach... Ingat ajah loe, gue kan iseng ngajakin lo jalan. Biar gak jadi nangis semalam," elak Jack.
"Yah, gak asik, masa harus ikut Teh Rima ke sawah sih?" keluh Resa menatap sendu pada sepupunya.
"Ya elah, ayo. Jangan cemberut gitu. Jelek tau, kaya bebek. Tapi... cuman pergi ke tempat teman aja gimana. Mau gak?" ajak Jack sambil menghidupkan motornya.
"Iya, a, gak apa. Yang penting! Aku bisa menghindar dari si duda itu," ucap Resa sambil naik ke atas motor.
"DUDA?" tanya Jack.
"Maksud kamu apa, siapa yang kamu hindari?" tanya Jack lagi.
"Mmmmm.... Itu anu a," ucap Resa kebingungan.
"Tanya aja sama Wa Ijah nanti. Males bahas itu," Resa enggan menjawab pertanyaan kakaknya, karena merasa kesal dengan orang yang sedang ia bahas.
Ternyata berada di toko yang mereka lewati. "Jack" sapa seorang pria di seberang jalan.
"Eh, iya," saut Jack seraya memelankan motor.
"Nantilah kesana... ada perlu sebentar," teriak Jack seraya menjalankan motor kembali.
Pria itu hanya menganggukkan kepalanya sambil menatap motor yang melaju. Lain halnya dengan pria yang sedang duduk di sebelahnya, dia hanya memandang Resa penuh damba.
"Res, kamu masih ingat sama dia? Yang barusan itu kakanya teman sekolah SD mu dulu!" tanya Jack.
"Eummmm, dia? Yang dulu sering bantu ngajar mengaji di madrasah, ya?" tebak Resa.
"Iya, itu kamu masih ingat," jawab Jack.
Resa hanya menganggukkan kepala, sepertinya malas meladeni pertanyaan Jack. "Kamu kenapa, Res? Ko lesu gitu. Kayanya tadi semangat bener ngajakin jalan, kenapa sekarang BT?" tanya Jack lagi.
"Itu a, dia yang ingin aku hindari tadi berada di toko yang barusan kita lewati. Males deh aku liatnya," keluh Resa menekuk wajahnya.
"Walah,dia toh yang mau sama kamu," kata Jack sambil tersenyum usil.
"Kenapa gak mau sama dia, Res? Nanti, kamu jadi prang kaya baru kalau mau sama dia," tanya Jack.
"Ogah.." jawab Resa cepat.
"DUREN loh, duda keren. Beuh... tajir banget, Res," kata Jack.
"Ck... Udah deh, a. Jangan bahas dia mulu. Sebal aku," pinta Resa sambil memalingkan muka.
Sedangkan Jack hanya menggelengkan kepala, seraya menatap Resa dari kaca spion. Motor pun berhenti setelah sampai di tempat tujuan.
Setelah menghentikan motornya, Jack meminta sang adik untuk menunggunya. "Kamu tunggu disini bentar ya. Jangan kemana-mana," titah Jack.
"Iya, iya, cepetan sana. Jangan lama-lama," kata Resa.
Jack pun bergegas menemui temannya. "Woy... Mana bayaran gue?" pinta Jack pada teman yang sedang nangkring di halaman rumahnya.
"Eh, Jack, iya, sini..." ucap temannya sambil melambaikan tangan agar mendekat.
"Bawa siapa, bro, pacar?" tanya temannya balik.
Jack hanya menjawab dengan tawa kecil agar sepupunya tak kena usilan temannya juga.
"Ini.." sodor pria tersebut memberikan uang pada Jack.
"Gak mau ngenalin cewek yang kamu bawa itu, Jack?" tanyanya sambil menunjuk ke arah Resa yang berdiri di samping motor.
"Halah, jangan coba-coba ya. Ketahuan si Santi, bahaya loh," ucap Jack seloroh.
Berpamitan pada temannya itu, Jack kembali ke Resa. "Ayo, dek, naik. Kamu mau pergi ke perkebunan teh di Gunung Ci Maras itu, gak?"
"Nggak, a, pulang aja deh. Aku lagi gak mood main," jawab Resa.
"Beneran ini?" tanya Jack memastikan lagi.
"Bener, a. Ayo, jalan. Tapi, pulangnya jangan lewat toko yang tadi. Males aku kalau harus ketemu si duda itu," pinta Resa.
"Gak ada jalan pintas, Res. Kita hanya bisa melewati jalan yang tadi," jawab Jack.
Resa pun hanya menghembuskan napasnya dengan kasar. "Ya, udah deh, cepat jalan. Besok-besok, gak mau lagi aku pergi keluar," keluh Resa.
"Lah, kenapa? Bukannya pengen jalan-jalan? Ngapain liburan di sini, kalau hanya diam di rumah?" heran Jack sambil menjalankan motor.
Resa hanya menggelengkan kepala, malas. Jack menghentikan motor di halaman rumah. "Udah sampe. Sana, masuk. Aku mau ke tempat teman dulu," jelas Jack.
Resa turun dari motor dan berlalu masuk ke dalam rumah, gadis cantik itu duduk termenung. Pikiran nya terus berputar mengingat masa sulit yang dia lewati.
Dia senang bisa merasakan tinggal dekat bersama bapaknya, seperti yang dia inginkan. Tapi, tak bisa dipungkiri, gadis cantik itu haus akan kasih sayang yang tak ia dapatkan dari sang ibu. Sejak di usianya yang masih dini, ibunya meninggal karena penyakit paru-paru.
Apalagi saat tinggal bersama bibinya yang ringan tangan. Sekecil apapun kesalahan yang Resa lakukan, tidak ada ampun bagi dia. Resa hanya bisa pasrah dengan takdirnya.
Alih-alih mendapatkan kasih sayang dari bibi yang ia harapkan bisa menggantikan sosok ibu baginya, dia malah mendapatkan kekerasan di setiap hari yang ia lewati. Ditambah ucapan neneknya yang terngiang-ngiang waktu pagi tadi.
Dia menghembuskan napasnya berulang kali, berharap apa yang dia takutkan tidak akan terjadi di kemudian hari.
Lain hal dengan Tina yang sudah kembali ke mode periangnya, sedangkan Dian yang pendiam hanya jadi penyimak saja.
"Kang, mau tanya nih..." ujar Sabila saat kakak dan temannya menghampiri mereka.
"Boleh, tanya apa?" jawab Hasan sambil menjatuhkan bokongnya di atas kursi sebelah Sabila.
"Mmmm, singkatan dari perkedel apa, yah?" tanya Bila saat teringat pada menu sarapan nya tadi pagi.
"Persatuan kentang dan telur," jawab Hasan.
"Hahaha, iya juga, yah," imbuh Bila mentertawakan pertanyaan konyolnya, kemudian bertanya lagi.
"Kalau banjir?"
Hasan terdiam, lalu melirik pada Aceng yang di tanggapi dengan mengedik kan bahunya tak tahu.
"Mungkin... banyak njirrr," jawab Hasan.
"Ya Allah..." ucap Aceng yang mengusap tengkuknya, sedangkan Tina dan Dian sudah cekikikan di balik bekapan tangannya.
"Oh, kalau copet?" tanya Bila lagi.
"Comot dompet," jawab Aceng.
Hasan melirik pada Aceng dan berkata, "Masih musim, ya?"
Namun, di sela oleh pertanyaan Tina.
"Kalau Cuan?"
"Cari uang!" jawab Hasan.
"Wah, bisa aja jawabnya... Terus, kalau singkatan dari OTW apa?" tanya Bila lagi.
"Ok, tungguan we," jawab Hasan.
"Hahaha..." Akhirnya, tawa Tina pecah karena pertanyaan sepele dari Bila membuatnya terhibur dan melupakan kesedihannya.