Misteri Rumah Kosong.
Kisah seorang ibu dan putrinya yang mendapat teror makhluk halus saat pindah ke rumah nenek di desa. Sukma menyadari bahwa teror yang menimpa dia dan sang putri selama ini bukanlah kebetulan semata, ada rahasia besar yang terpendam di baliknya. Rahasia yang berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Bagaimana usaha Sukma melindungi putrinya dari makhluk yang menyimpan dendam bertahun-tahun lamanya itu? Simak kisahnya disini.
Kisah ini adalah spin off dari kisah sebelumnya yang berjudul, "Keturunan Terakhir."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MRK 22
Kedatangan Kyai Usman rupanya tak sendirian, melainkan ada Bu nyai Hasna dan Maria yang mengikuti beliau. Tokoh masyarakat itu kini sedang membaca doa disamping tubuh Nadira, sementara Rendra dan Indra diperintahkan beliau untuk adzan di setiap sudut rumah.
Suasana malam itu begitu mencekam, apalagi saat Nadira tiba-tiba terbangun dengan mata melotot ke arah Sukma, mengeram lantas menjerit-jerit. Mbah Sani yang mengintip di samping pintu tak berhenti bergumam jika Nadira saat ini sedang kesurupan.
Seno dan Wijaya membantu kyai memegang kedua tangan dan kaki Nadira, sebab tenaga gadis itu mendadak naik berkali-kali lipat dari seharusnya. Dua lelaki dewasa itu bahkan kewalahan, beberapa kali tangan Nadira terlepas dan berusaha memukul juga mencakar kyai Usman.
Di luar rumah beberapa tetangga mengintip dari balik jendela nako, mereka semua penasaran dengan apa yang terjadi. Apalagi suara jeritan Nadira melengking kuat dan menyeramkan, hingga berbondong-bondong masyarakat mencari dari mana sebenarnya suara itu berasal. Indra kesal melihat Nadira menjadi tontonan seperti ini, ia lantas mengajak Rendra menutup gorden.
Sementara Kyai Usman masih terus berusaha memegang kepala Nadira, masih belum berhasil sebab gadis itu terus menggeleng sembarang arah. Semua orang di dalam rumah mulai kelelahan, peluh bercucuran dari tubuh mereka, sementara suasana semakin tegang.
Setelah beberapa kali mengalami kegagalan pada akhirnya kyai Usman berhasil memegang kepala Nadira dengan kedua tangan, beliau lantas bergegas membaca beberapa doa dan meniup ubun-ubun gadis itu, saat itulah kekuatan Nadira perlahan sirna.
Gadis itu duduk lemas dengan kepala menunduk, semua orang berkumpul di sekitarnya. Maria sengaja bersembunyi di belakang bu nyai Hasna, ia ketakutan melihat temannya kerasukan seperti ini, sementara Sukma dan nenek Ratih tak henti menangis menyaksikan gadis malang itu.
Perlahan Wijaya dan Seno merenggangkan pegangannya pada tangan dan kaki Nadira saat tiba-tiba saja gadis itu menangis. Tangisan yang membuat bulu kuduk seisi ruangan merinding, sebab suara itu jelas bukan suara Nadira yang dikenalnya.
Tangisan yang terdengar mirip tawa itu semakin lama semakin keras, bersamaan dengan itu Nadira mengangkat kepala. Menatap satu persatu wajah di depannya dengan seringai menyeramkan, Kyai Usman meminta semua orang yang tak berkepentingan untuk keluar rumah, menyisakan Sukma, nenek Ratih, Seno dan Wijaya, beliau juga meminta Rendra menutup pintu.
“Sebenarnya kamu siapa? kenapa ada di tubuh Nadira? ada urusan apa kamu dengan gadis ini?” tanya kyai Usman tegas.
Makhluk dalam tubuh Nadira tertawa cekikikan, Wijaya dan Seno kembali mengeratkan pegangan pada tangan dan kaki Nadira, khawatir jika gadis ini tiba-tiba melukai kyai lagi.
“SIAPA AKU BUKAN URUSANMU!!”
“Tentu saja urusanku, Nadira itu putriku, kamu nggak bisa menempati tubuhnya seenaknya sendiri!”
“SEBENTAR LAGI TUBUHNYA AKAN MENJADI MILIKKU!”
“Siapa bilang kamu bisa memilikinya? aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Pulanglah! ini bukan duniamu.” Kyai Usman menjawab semuanya dengan begitu tenang, meskipun gadis di depannya terlihat sangat marah.
“KAMU YANG PERGI TUA BANGKA! WANITA INI, MEREKA MENGHANCURKAN HIDUPKU!”
Mata Nadira melotot menatap ibu dan neneknya, Sukma terkejut mendengar hal ini, ia melirik ibu mertuanya yang hanya diam menunduk. Sukma yakin kejadian ini pasti berhubungan dengan rahasia yang selama ini berusaha ditutupi nenek Ratih dari mereka.
Kyai Usman terkekeh pelan, diam menatap Nadira dengan wajah serius. “Jangan menipu kami, kamu hanya jin kurang kerjaan. Tapi karena kamu memaksa maka terima saja.” Kyai Usman berdiri, kembali menyentuh kepala Nadira dengan dua tangan. “Semua bersiap, saya akan mengeluarkan makhluk durjana ini dari tubuh Nadira,” ucap Kyai memberi aba-aba.
Beliau mulai membasahi bibirnya dengan ayat-ayat suci al-quran, hingga jin dalam tubuh Nadira menjerit kuat dan meronta, Wijaya dan Seno hampir tak mampu menahan amarahnya. Nadira terus menendang dan memukul, tenaga gadis itu benar-benar di luar nalar.
Terpaksa Sukma memanggil Indra dan Rendra untuk membantu, kini 4 orang masing-masing memegang satu dari tangan dan kaki Nadira.
Cukup lama proses mengeluarkan jin dari tubuh gadis itu, kyai Usman sempat terbatuk-batuk sebentar. Tapi pada akhirnya beliau berhasil mengalahkannya, jin itu berhasil keluar setelah menjerit sangat kuat. Setelah itu Nadira sadar, Sukma segera mengambil alih tubuh putrinya yang semakin lemas.
Ia menangis menatap pergelangan tangan dan kaki Nadira yang memerah, memeluk dan menciumi pipi putrinya yang juga berlinang air mata.
“Ibu…,” ucap Nadira lirih.
“Iya Nak, ibu disini. Abah kyai juga disini, semuanya disini temenin kamu, jangan takut lagi ya.”
Nadira mengangguk, tapi ia tak berani memandang sekitar tatkala ekor matanya tak sengaja menangkap wajah Rendra juga berada disana. Kyai Usman meminta Wijaya memberikan minum untuk Nadira, air doa yang dibawa beliau dari ndalem.
Gadis itu kini sudah jauh lebih tenang, ibunya membantu mengenakan kembali hijab yang sempat terlepas, lantas duduk di kursi bersama ibu dan neneknya. Kyai Usman ingin berbincang dengan keluarga inti, dengan begitu Seno, Indra dan Rendra bergegas keluar rumah, berkumpul bersama tetangga lain yang sudah sangat penasaran dengan keributan yang terjadi malam-malam di rumah mantan kepala desa itu.
“Ehm… maaf mbah Ratih, kalau mungkin pertanyaan saya ini terlalu privasi. Tapi saya tetap harus bertanya untuk memastikan keselamatan keluarga kedepannya.”
Nenek Ratih mengangguk, ia sudah pasrah jika rahasia yang dipegang teguh selama ini akhirnya terbongkar juga. Melihat kejadian yang menimpa sang cucu melunakkan hatinya, membuka pikirannya. Jika memang itu bisa menyelamatkan keluarga, maka ia akan mengalah.
“Ibu, tolong katakan saja. Jangan ada yang ditutupi lagi, sudah cukup Wijaya dan Nadira yang menjadi korban, dan beruntung ada kyai yang menyelamatkan mereka,” kata Sukma sengit, ia sudah sangat kesal pada ibu mertuanya yang masih terlihat ragu-ragu.
“Mbak Sukma… Jangan seperti itu, yang menyelamatkan itu Allah, saya hanya perantara." Kyai Usman meminta Sukma bersabar, juga mengoreksi ucapannya yang salah, sementara itu Wijaya mendekati budenya. Memeluk pundak wanita sepuh itu seolah memberikan kekuatan.
“Baiklah Kyai, sebelumnya maafkan saya, maafkan ibu, Sukma. Maafkan nenek, Nadira. Saya akan menceritakan segalanya, setelah itu saya akan serahkan pada kalian segalanya, saya pasrah.”
“Tidak apa-apa Mbah, pelan-pelan saja. Saya yakin mbak Sukma dan Nadira, juga mas Jaya akan memahami dan memaklumi mbah Ratih, karena kalian adalah keluarga."
Nenek Ratih menatap langit-langit rumah, mata tua itu berkaca-kaca, sesekali menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Seolah apa yang disampaikannya ini adalah beban yang sangat berat.
“Jadi, dulu….”
.
Tbc