Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nonton di bioskop
Lampu theater dua sudah mulai di padamkan, tandanya film akan dimulai. Arkana sengaja duduk di antara Tania dan Kia, buat jadi tameng kalau para wanita nanti ketakutan, maklumlah film yang mereka tonton judulnya Kuntilanak Nyasar, sebenarnya bukan pilihan mereka bertiga, tapi kesukaan Tania yang hobi banget sama nonton film horror. Hidupnya sudah horor di tambah tontonannya juga horor.
“Ingat ya kalian berdua tidak boleh mencakar lengan aku ya!” Arkana sudah wanti-wanti takut Tania dan Kia mencakar lengan kekarnya, seperti tempo hari.
“Tenang aja aku gak bakal cakar, paling gigit doang,” timpal Tania terkekeh, sambil menunjukkan taring giginya.
“Itu sama aja, lebih parah dari cakar...oneng,” balas Arkana, sambil menarik kedua lengannya dari sisi sandaran tangan. Ngeri kalau beneran sampai di gigit sama Tania, pasti kayak drakula.
Di saat mereka bertiga mulai fokus dengan layar lebar yang mulai menayangkan film horornya, tiba-tiba ada seorang pria melewati mereka bertiga, dan duduk di bangku kosong pas sekali di samping Tania.
Merasa orang yang baru saja lewat duduk di sebelah kirinya. “Dikiraiin bangku di sebelah aku kosong, ternyata ada isinya,” bisik Tania ke telinga Arkana, maklum kalau film udah tayang pasti suara sound terdengar kencang, maka kalau mau bicara harus mendekati telinga lawan bicaranya. Kalau di lihat dari belakang bangku, pasti terkesan lagi ciuman, padahal sedang berbisik.
Arkana tidak melirik ke samping Tania, hanya melirik ke Tania. “Untung di isi orang, dari pada di isi sama kuntilanak, bisa berabeh,” celetuk Arkana, sambil terkekeh.
Tania mendesis jengkel, dan kembali memasukkan berondong asin manis pedes ke bibir ranumnya.
Orang yang duduk di samping Tania, sepertinya sedang memperbaikinya posisi duduknya, sesekali mengibaskan jas yang di kenakannya, kemudian kedua kakinya sedikit terbuka. Hingga aroma maskulin, antara wangi musk dan wood bercampur, sungguh aromanya menguar sampai indra penciuman Tania menghirupnya dalam-dalam.
Kayak pernah cium parfum ini deh....ah di mana-mana pasti ada wangi parfum yang sama...
Kepala Tania tampak ragu untuk menoleh ke samping sebelah kirinya, tapi ada rasa ingin tahu siapa yang memakai parfum tersebut. Berbekal cahaya dari layar lebar, akhirnya Tania menoleh dan melihat samar-samar wajah orangnya tersebut.
“HAH!”
“Ck...ternyata dia, ikutan nonton juga rupanya,” gumam Tania sendiri, melihat Albert sedang menatap layar lebar.
Tania mendengkus kesal, sepertinya alam semesta tidak memberikan dia ruang untuk bernapas sejenak, agar bisa menghirup oksigen sebanyak mungkin sebelum dirinya pulang ke mansion Albert. Dari pagi hingga malam ini sudah berapa kali dia harus bertemu dengan Albert.
Wanita itu mencolek lengan Arkana, membuat pria itu menoleh. “Mas Arkana, ternyata yang duduk di sampingku ternyata Pak Albert,” bisik Tania pas di daun telinga Arkana, sungguh terlihat intim rasanya. Dan sudah tentu Albert untuk kedua kalinya melihat dengan kedua netranya, namun pria itu terlihat biasa saja, tapi entah dengan isi hatinya.
“What! Ada Pak Albert!” seru Arkana dan Kia sama-sama kaget.
“Udah biasa aja jangan kaget begitu,” balas Tania, berusaha menenangkan rasa keterkejutan kedua temannya.
Mau bagaimana lagi, pria itu sudah duduk di samping nya, dan tak mungkin mengusir pria itu agar keluar dari theater, semua orang berhak nonton film yang sama. Tapi tidak mesti duduk di sebelahnya, namun terserahlah mau ngapain pria itu, namun kenapa Marsha tidak turut dengan Albert, bukankah tadi mereka terlihat bersama...ah kenapa juga harus memikirkannya, lebih baik tidak peduli.
Albert dengan sengaja menyenggol bahu Tania, hingga refleks wanita itu menjauhkan bahunya dari pria itu, agar tidak tersentuh lagi atau saling bergesekan. Namun kali ini pria itu mencondongkan dirinya ke samping. “Sepertinya kamu sangat mesra sekali dengan pria yang ada di samping mu,” bisik Albert pas di daun telinga Tania.
DEG!
Kepala Tania langsung berputar arah, dan menatap datar wajah pria itu, percuma juga kalau melotot tidak akan kelihatan oleh Albert, karena suasana gelap di dalam.
Harus menjawabkah pertanyaan Albert? Tentu tidak di jawab oleh Tania, wanita itu kembali memalingkan wajahnya. Tidak ada urusan dengan pria itu, jika dia dekat dengan Arkana!
Albert sepertinya menunggu jawaban dari Tania, namun rupanya tidak di indahkan oleh wanita itu, andaikan lampu theater sudah menyala mungkin Tania bisa melihat kembali wajah pria itu yang mulai terlihat garang, namun untungnya gelap jadi tidak terlihat.
Pria itu sangat tidak suka di acuhkan, ingin menegur Tania kembali rasanya tidak mungkin, karena Arkana meminta Tania tukar posisi duduknya, jadi sekarang Arkana ada di samping Albert.
Satu jam dua puluh menit durasi film horor yang di tonton, walau wanita itu merasa tidak nyaman karena kehadiran Albert, tapi paling tidak masih bisa menikmati hiburan yang di tonton, yaitu berteriak histeris jika ada adegan yang menyeramkan.
Akhirnya film telah usai, lampu theater kembali menerangi ruangan, Arkana langsung menyapa dengan sopannya kepada Albert, sedangkan Tania segera menarik lengan Kia agar mereka bergegas keluar. Sorot mata Albert sudah tertuju ke arah Tania ketika lampu mulai menyala, namun sayangnya wanita itu mengacuhkannya, justru Tania sudah beranjak dari duduknya. Pria itu hanya bisa mengetatkan rahangnya, menahan emosinya sendiri. Kenapa harus emosi?
“Tania, jangan buru-buru dong jalannya. Ada Pak Albert, gue mau dong deketin Pak Albert,” pinta Kia ketika lengannya sudah di tarik oleh Tania.
Lidah Tania berdecak kesal, kemudian melepaskan pegangannya. “Makan tuh Bos,” jawab Tania pelan, biar tidak terdengar Albert yang tak jauh di belakang mereka bertiga.
Andaikan kamu tahu, pria yang kamu sukai ... Pria bejat, ingin rasanya Tania bilang seperti itu ke teman dekatnya.
Kia hanya bisa senyum sendiri kemudian memperlambat langkah kakinya agar bisa menyamai langkah Albert, namun sayangnya pria itu mendahului langkah kaki Kia, Arkana dan Tania, pria itu kini sudah berada di depan Tania.
Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulut Albert, begitu juga Tania. Mereka sama-sama keluar dari pintu theater dua, lalu Tania langsung berbelok arah menuju toilet, ujung ekor mata Albert ternyata mengikuti arah Tania.
Salah satu bodyguard Albert yang masih menunggu, langsung menghampiri Tuannya.
“Suruh dia menyusul ke restoran tempat biasa,” perintah Albert, datar.
“Baik Tuan.”
Albert keluar lebih dahulu dari XXI, lalu bergegas ke restoran yang ada di lantai 3, tempat dia biasa makan dengan Marsha. Sedangkan Bodyguard masih menunggu Tania.
Sementara di kamar mandi...
“Tania, kok tumben ya Pak Albert nonton, tapi kenapa sendirian ya? Bukannya tadi ada istrinya?” tanya Kia.
Tania yang sedang mencuci tangannya, mengedikkan bahunya lalu merapikan rambutnya di depan cermin. “Mana gue tahu Kia, kenapa tadi loe gak tanya aja pas ada Pak Albert.”
“Ya...kali aja loe tahu jawabannya, tadi kan Pak Albert duduk di samping loe.”
“Gak tahu, emang gue bi—“ ni nya sambung di batin Tania.
“Udah yuk jangan lama-lama, kasihan mas Arkana nungguin kita berdua di luar,” lanjut kata Tania, melihat Kia yang masih membetulkan make up-nya.
“Oke.”
Baru saja Tania keluar dari kamar mandi, wanita itu sudah di hadang oleh pria yang tubuh tegap dan besar.
“Non Tania, silakan ikuti saya,” ucap pria itu dengan nada pelan. Melihat dari penampilannya, Tania langsung tahu jika pria itu bodyguard Albert.
Kia menyolek Tania, merasa aneh dan takut dengan pria yang menghadang mereka berdua. “Tania, loe kenal sama nih cowok?”
“Gak kenal,” jawabnya sambil menggelengkan kepalanya.
“Silakan Non,” pinta sang bodyguard tersebut.
“Saya bisa pulang sendiri,” jawab Tania menolak ajakkan pria itu. Sebelum Tania kembali melangkah, pria itu berani mencekal lengan Tania. “Ini perintah Bos, jika Non tidak mematuhinya, maka jangan salahkan saya untuk berbuat kasar!” ancam sang bodyguard.
Kia kembali melirik Tania agak merasa aneh. Tania sudah merasa gregetan dengan bodyguard Albert, kenapa harus mengganggu hidupnya di luar mansion, bukankah dia sudah menjalankan tugasnya! Menyerahkan dirinya, tapi bukan menyerahkan kebebasannya!
*bersambung....
Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya 😊😊*