Lunara Ayzel Devran Zekai seorang mahasiswi S2 jurusan Guidance Psicology and Conseling Universitas Bogazici Istanbul Turki. Selain sibuk kuliah dia juga di sibukkan kerja magang di sebuah perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI.
Ayzel yang tidak pernah merasa di cintai secara ugal-ugalan oleh siapapun, yang selalu mengalami cinta sepihak. Memutuskan untuk memilih Istanbul sebagai tempat pelarian sekaligus melanjutkan pendidikan S2, meninggalkan semua luka, mengunci hatinya dan berfokus mengupgrade dirinya. Hari-hari nya semakin sibuk semenjak bertemu dengan CEO yang membuatnya pusing dengan kelakuannya.
Dia Kaivan Alvaro Jajiero CEO perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI. Kelakuannya yang random tidak hanya membuat Ayzel ketar ketir tapi juga penuh kejutan mengisi hari-harinya.
Bagaimana hari-hari Ayzel berikutnya? apakah dia akan menemukan banyak hal baru selepas pertemuannya dengan atasannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22. Deeptalk Alvaro x Humey & Ayzel x Kim Roan
Ayzel meregangkan ke dua tangannya keatas, memijat pelan tengkuk lehernya yang tertutup dalam balutan hijab berwarna hitam. Di lihatnya jam dinding yang menunjukkan sudah jam lima pagi, dia bangkit dari sofa menghampiri Humey lebih dulu. Di sentuhnya kening adik sepupunya tersebut, dia lega demamnya sudah mulai turun.
“Humey bangun dulu yuk,” dengan lembut Ayzel menyentuh puncak surai adik sepupunya yang tertutup hijab.
“Jam berapa kak?” Humey mengerjap melihat seisi ruangan.
“Jam lima pagi. Aku ambilkan air hangat dulu buatmu,” Ayzel mulai menyeka beberapa bagian tubuh Humey dengan air hangat agar lebih segar.
“Terimakasih. Kak boleh peluk?” ujarnya kemudian pada Ayzel.
“Ya ampun umur berapa sih kamu,” Ayzel menggelengkan kepalanya, namun tetap mengulurkan tangan untuk memeluk Humey.
“Tubuh kakak hangat. Rasanya nyaman,” kalau Humey bilang aroma tubuh Ayzel itu seperti aroma terapi yang menenangkan. Itulah kenapa dia suka berlama-lama bersandar pada lengan Ayzel.
“Halah. Nanti kalau sudah nikah gak mungkin ingat lagi sama aku,” Ayzel menggoda Humey.
“Enggak ya. Kakak tetap jadi favoritku,” Humey mengurai pelukannya.
“Aku lihat toddler satunya dulu. Kamu istirahat lagi,” Humey mengangkat sebelah alisnya heran.
“Siapa?”
“Pak Alvaro,” ucap Ayzel.
Ayzel berjalan menuju ranjang Alvaro, dia masih berpikir siapa yang akan membantunya menyeka tubuh Alvaro. Tepat saat itu Kim Roan mengiriminya pesan.
“Ayzel saya sudah sampai Istanbul. Kirimkan saya lokasinya,” Ayzel menarik napas lega mendapati pak Kim sudah berada di Istanbul.
“Pak bisa saya minta tolong?” Ayzel sedikit ragu, tapi tidak punya pilihan lain.
“Bagaimana?”
“Saya minta tolong pak Kim bertemu teman saya. Dia mengambilkan baju ganti untuk saya,” Ayzel mengirimkan lokasi rumah sakit tempat Alvaro di rawat.
“Boleh. Kirimkan kontaknya pada saya,” balas pak Kim yang langsung Ayzel kirimkan nomor Naira.
Ayzel melakukan hal yang sama pada Alvaro, dia membangunkan Alvaro dengan lembut. Dia duduk pada kursi yang ada di samping ranjang Alvaro.
“Pak Alvaro bangun dulu ya,” Ayzel ragu untuk menyentuh lengan Alvaro karena itu dia memilih memanggilnya berulang sampai pria itu terbangun.
“Pasti pagi saya sangat damai kalau setiap hari di bangunkan dengan suara seperti ini,” ucap Alvaro yang mulai membuka matanya.
“Ehemm,” Ayzel hanya berdehem tidak ingin menanggapi ke randoman Alvaro.
Dia sedikit menaikkan posisi ranjang Alvaro, agar bosnya tersebut merasa lebih nyaman. Ayzel sedikit ragu untuk mengatakan pada Alvaro, dia tahu pasti tubuhnya terasa tidak nyaman.
“Kenapa?” Alvaro melihat sedikit keresahan dari mimik wajah Ayzel.
“Tunggu pak Kim sebentar. Biar nanti pak Kim bantu pak Alvaro menyeka beberapa bagian tubuh,” Ayzel memalingkan mukanya karena malu mengucapkan hal tersebut.
“Menggemaskan sekali. Bisa tidak sih kamu cepat-cepat jadi istri saya Ze?” Kim Roan pun tidak akan percaya jika melihat Alvaro yang terkenal dingin pada siapapun terutama perempuan, bisa mengatakan hal seperti itu.
“Cie ... pede banget bakal di terima sama kak Ze,” penasaran Humey membuatnya turun dari ranjang dan mengintip dengar percakapan antara kakaknya dan Alvaro.
“Humey balik ke tempat tidur!!” titah Ayzel dengan tatapan tajam yang cukup membuat Humey mendelik takut dan kembali ke tempat tidur.
“Ok ... gara-gara kak Alvaro nih,” kesal Humey mencebik kearah Alvaro.
“Kok saya?” protes Alvaro pada Ayzel, dan hanya di jawab Ayzel dengan mengangkat sebelah bahunya sambil tersenyum smirk pada Alvaro.
Alvaro dan Humey kembali diam dan istirahat, mereka tidak ingin mengusik lagi singa betina yang sedang lelah. Ayzel kembali duduk di sofa dengan menyandarkan kepalanya pada bahu sofa, kali ini dia berusaha memejamkan mata setelah memastikan kondisi Alvaro dan Humey sudah lebih baik dari pada semalam.
“Ceklek”
Tak berapa lama Kim Roan datang dengan membawa totebag juga beberapa paperbag berisi makanan. Baru beberapa menit Ayzel tertidur karena mendengar suara pintu di buka mebuatnya terbangun.
“Sorry Ay, jadi membangunkanmu” ucap pak Kim yang di tatap tajam oleh seseorang yang berada di ranjang rumah sakit.
“Tidak apa-apa pak Kim,” Ayzel membenarkan posisi duduknya.
“Aku menirukan Naira saat memanggil Ayzel,” jelas Kim Roan pada Alvaro yang menatapnya tajam seolah siap menerkam.
Ayzel menahan tawa melihat interaksi dua atasannya tersebut.
“Sudah bertemu Naira pak?” tanya Ayzel pada Kim Roan.
“Suadah ... ini titipan dari Naira,” Kim Roan menyerahkan totebag yang tadi dititipkan Naira padanya.
“Terimakasih pak,” jawabnya sambil menerima totebag dari Kim Roan.
“Sama-sama. Oh ya ini ada sarapan buat kamu Ay,” Alvaro menatap tajam kembali kearah Kim Roan.
"Naira bilang saya harus belikan sarapan buatmu dan buat merak berdua. Dia bilang kamu dari semalam belum makan,” Kim Roan mengencangkan suaranya agar di dengar Alvaro. Humey ikut terkekeh dari ruang sebelah, sementara Ayzel hanya tersenyum sambil berlalu masuk ke kamar mandi yang ada tak jauh dari ranjang Humey.
Kim Roan duduk di samping Alvaro sambil terkekeh, meskipun dia adalah asistennya tapi tetap saja kedekatan mereka membuat hubungan mereka lebih santai.
“Semua sudah beres. Tenang saja tidak usah stress,” goda Kim Roan pada Alvaro.
“Aku tidak stress. Aku hanya kelelahan,” kilah Alvaro.
Ayzel keluar dari kamar mandi, dia telihat lebih segar dari sebelumnya meskipun kantung matanya masih terlihat. Dia sudah mandi dan berganti baju dengan long dress berwarna coklat dipadu dengan sweater bernuansa cream dengan hijab pasmina menutup dada warna coklat.
“Wooaaa kak Ze cantik banget,” ucap Humey yang melihat Ayzel keluar dari kamar mandi. Alvaro memandang Kim Roan saat mendengar ucapan Humey, Kim Roan paham maksud tatapan Alvaro.
“Bukan tipeku,” jawab Kim Roan pada Alvaro.
“Semua perempuan di dunia cantik dengan versi mereka masing-masing Humey,” Ayzel membenarkan hijabnya dan mulai mengoleskan pelembab muka dan lip cream warna nude pada bibirnya.
“Hehe iya ... semua cantik. Softlens kakak kemana?” tanya Humey yang melihat Ayzel mengambil kaca matanya dari dalam tas. Ayzel lebih sering menggunakan softlens dari pada kacamata, softlens yang dia gunakan pun sesuai dengan warna matanya. Jadi tidak akan ada yang sadar kalau dia pakai softlens.
“Kotor. Aku tidak bawa pencucinya, lagi pula mataku sudah mulai bengkak” Ayzel memperlihatkan kondisi kelopak matanya pada Humey. Memang sudah terlihat membengkak, entah karena kurang tidur juga atau karena mulai alergi karena terlalu lama memakai softlens.
“Kakak lebih natural dan cantik kalau pakai kacamata,” Humey lebih suka melihat Ayzel menggunakan kacamata di bandingkan dengan softlens.
Ayzel merapikan rambut Humey dan memakaikannya hijab bergo karena lebih mudah untuknya dari pada harus memakai pasmina. Sementara Kim Roan membantu Alvaro menyeka beberapa bagian luar tubuhnya setelah tadi Ayzel sempat memberitahunya.
“Pak Alvaro makan dulu,” Ayzel memberikan bubur yang tadi di beli Kim Roan setelah menyuapi Humey beberapa sendok bubur.
Alvaro dan Kim Roan sama-sama tercengang melihat penampilan Ayzel saat ini, mereka memang tidak pernah melihatnya menggunakan kacamata selama bekerja. Dia terlihat sangat fresh dan cantik dalam balutan longdress dan sweaternya, perpaduan perempuan Indo-Turki-China yang menawan.
“Pak Alvaro,” panggilan Ayzel membuyarkan lamunan Alvaro. Sementara Kim Roan lagi-lagi terkekeh melihat ekspresi sahabatnya.
“Ini buat pak Kim,” Ayzel juga memberikan sarapan pada Kim Roan. Alvaro dan Humey sebenarnya mendapat jatah makan dari rumah sakit, tapi mereka memilih sarapan bubur dulu.
Dokter masuk untuk melihat kondisi Alvaro dan Humey, penjelasan yang di berikan dokterpun sama dengan diagnosa sementara dokter jaga semalam. Kondisi mereka berdua sudah jauh lebih baik dari semala, lusa mereka bisa pulang jika kondisinya semakin membaik.
“Pak Kim minta tolong tebus obat pak Alvaro. Saya harus mengambil obat Humey,” pinta Ayzel pada Kim Roan.
Ayzel berlalu pergi menuju apotik rumah sakit, Alvaro sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari Ayzel sampai dia benar-benar sudah menghilang dari balik pintu.
“Aku pergi date dulu dengan Ayzel,” goda Kim Roan yang mendapat lemparan bantal dari Alvaro. Kim Roan menggeleng dan terkekeh sambil menyusul Ayzel menuju apotik.
Humey turun dari tempat tidurnya, dia mengintip Alvaro dari balik dinding ruangannya.
“Apa?” jutek Alvaro melihat Humey.
“Dih ... niat hati bantuin kak Alvaro dapetin kak Ze. Ogah deh kalau gitu,” ucap Humey.
Alvaro memanggil Humey saat dia hendak kembali ke ranjangnya. “Ok sorry,” ucap Alvaro.
Humey tertawa mendengar ucapan Alvaro, namun dia akhirnya berjalan ke tempat Alvaro dan duduk di sofa yang di pakai Ayzel untuk duduk menjaga mereka berdua semalaman.
“Kak Ze tidak suka minuman panas dan terlalu manis. Dia selalu minum dingin,” ucap Humey.
“Bagaimana soal Nathan?” kepo Alvaro tentang pria yang menjadi penyebab Ayzel menutup hatinya.
Humey menghela napas panjang sebelum akhirnya bercerita tentang Nathan.
“Jangan membahas dia dihadapan kak Ze. Dia adalah salah satu sumber luka terbesarnya, mereka adalah teman satu sekolah dari SMP dan SMA. Kak Ze sudah meyukainya sejak awal mereka kelas satu, sampai suatu saat dia mengatakan pada Nathan tentang perasaannya. Suratnya sampai akhir tidak pernah mendapatkan jawaban, tapi kak Ze selalu menantinya dan berharap hati Nathan akan terbuka. Beberpa kali mereka punya kesempatan cukup dekat dan itu membuat kak Ze sangat berharap padanya. Sampai suatu saat, kak Alvaro sudah baca kan bukunya kak Ze?” Humey tidak bisa melanjutkan ucapannya.
“Malvin benar. Humey selalu berkaca-kaca menahan air mata saat menceritakan tentang Ayzel,” batin Alvaro.
Humey menceritakan hal-hal kecil yang di sukai Ayzel, apa yang tidak di sukai kakaknya. Tempat-tempat yang sering dia datangi saat suasana hatinya buruk, Humey juga bercerita tentang cafe yang di miliki Ayzel.
Sementara Humey dan Alvaro saling berbagi cerita tentang Ayzel, lain halnya dengan Kim Roan dan Ayzel. Ayzel menanyakan beberapa hal pada Kim Roan tentang Alvaro sambil menunggu antrian mereka mengambil resep.
“Pak Kim. Sejak kapan pak Alvaro punya insomnia?” Ayzel membuka pembicaraan.
“Sudah sejak muda Ay,” Awalnya Kim Roan ragu untuk menceritakan tentang Alvaro. Tapi dia ingat bahwa Ayzel adalah seorang psikolong, berbohong padanya tak ada gunanya.
“Sudah berobat?” Ayzel pikir untuk seorang Alvaro tidak mungkin hanya membiarkan saja insomnia yang dialaminya.
“Sudah. Beberapa dokter bahkan psikiatri dan psikolog terbaik kami datangi, tapi” Kim Roan menarik napas panjang.
“Tapi?” Ayzel menanti ucapan Kim Roan selanjutnya.
“Seperti yang kamu tahu, dia masih mengalai insomnia parah sampai saat ini” lanjut Kim Roan.
Pembicaraan mereka terhenti saat petugas memanggil nama Alvaro dan Humey untuk menerima obat, mereka kemudian kembali menuju ke ruangan.
“Ayzel,” panggil Kim Roan saat mereka berjalan menuju ruang rawat Alvaro dan Humey.
“Iya pak?”
“Apa yang Alvaro lakukan padamu dia serius. Hanya kamu yang sedari awal bisa membuat Alvaro mengalihkan semua atensinya sejak pertama kali kalian bertemu. Kamu sendiri tahu, bahkan pada semua karyawan yang dia jumpai di kantor dia bersikap dingin. Tapi padamu dia seperti anak kecil yang mencari perhatian, saya harap kamu dapat memikirkannya” ucap Kim Roan sebelum dia berjalan lebih dulu dari pada Ayzel. Alvaro bisa tantrum jika tahu dia dan Ayzel berjalan bersama-sama.
Ayzel memikirkan ucapan Kim Roan, dia sangat paham tentang apa yang diucapkan Kim Roan tadi. Ayzel bahkan ingat ucapannya pada Alvaro tentang dia yang siap kapanpun jika Alvaro sudah mendapatkan ijin dan restu keluarganya. Tapi ada satu hal yang masih membuat Ayzel ragu pada Alvaro yang mungkin tidak terlihat oleh orang lain. Sekalipun itu Kim Roan yang sudah lebih dulu mengenal keseharian Alvaro, namun Ayzel bisa melihat itu dari sorot mata Alvaro.