ILY

"Dasar jalang!"

"Dasar tukang bully!"

"Aliza sialan!"

"Enyah lo dari sini!"

Cemoohan itu terus menggema di aula sekolah. Aliza, yang berdiri di tengah kerumunan siswa, menatap mereka dengan tatapan terluka. Dia mencoba menutup telinganya, namun hinaan itu terus menembus pertahanannya. Tiba-tiba, seorang siswa bernama Jingga maju mendekati Aliza dan melemparinya dengan air pel dan telur busuk.

"Sialan!!!"

Teriak Aliza tiba-tiba sambil menjambak rambut Jingga dengan kuat. Jingga menjerit kesakitan, tapi Aliza tidak peduli.

"Berani lo kayak gini sama gue, hah?! Mana buktinya kalau gue tidur sama om-om, hah?! Kalau mau hina orang, kasih bukti yang jelas, jangan asal ngomong sialan!" Bentaknya penuh emosi sambil mendorong Jingga hingga terjatuh ke lantai.

Tiba-tiba, Zia, sahabat Aliza, datang dan mencoba menenangkan temannya.

"Aliza, sudah, hentikan..." Zia memegang bahu Aliza, tetapi Aliza dengan kasar menepis tangan sahabatnya.

"Dengerin gue baik-baik!" Aliza berteriak sambil menatap kerumunan siswa. "Kalau lo semua terus hina gue atau gue dengar ada yang menyebar foto itu, jangan harap lo hidup tenang! Paham gak, lo?!"

Kerumunan itu terdiam, tidak ada yang berani menjawab. Aliza akhirnya pergi, diikuti Zia yang tetap mencoba menenangkan sahabatnya. Namun, langkah Aliza terhenti ketika mendengar teriakan lantang dari arah belakang.

"LO HAMIL, ALIZA!!!"

Suara itu datang dari Dania, salah satu siswa yang paling sering menyebarkan gosip. Aliza berhenti, lalu berbalik perlahan. Dia berjalan mendekati Dania dengan langkah santai, tapi matanya menyiratkan kemarahan yang membara.

"Gue hamil?" Aliza bertanya dengan nada tenang, tapi penuh ancaman. Dania hanya tersenyum miring dan mengangguk.

Aliza mendekat lebih dekat, hingga jarak mereka hanya beberapa langkah. "Bukannya Carissa yang hamil?" ucap Aliza dengan nada tajam.

Dania terdiam, wajahnya sedikit berubah pucat.

"Lo kebiasaan banget jadi tukang fitnah, ya? Kalau mau ngomong, pake bukti, jangan asal ngecap doang!"

Langkah Aliza semakin mendekat, membuat Dania mundur ketakutan.

"Denger, gue bukan orang yang akan diam kalau dihina. Lo semua akan lihat apa yang bisa gue lakuin sama orang-orang kayak lo!"

Setelah mengatakan itu, Aliza benar-benar pergi dari sana, meninggalkan kerumunan yang hanya bisa diam. Suasana yang sebelumnya penuh cemoohan kini berubah sunyi. Aliza melangkah dengan tegap, sementara Zia mengikutinya dengan raut khawatir.

---

BRUKKKK!

Aliza membanting pintu toilet dengan penuh emosi. Tangannya mengepal keras, lalu menghantam kaca di depannya hingga retak. Ia menatap bayangannya di kaca, dan tiba-tiba tertawa sinis.

"Lo dihina, Aliza... Lo dihina!" gumamnya lirih, suara pecah bercampur tangis. "Ini berasa mimpi... hiks..."

Ia menutup wajahnya dengan tangan, tubuhnya perlahan terduduk di lantai bersandar pada dinding.

"Gak semua orang suka gue, dan gue juga gak perlu suka semua orang," katanya, berusaha menguatkan diri sendiri. Aliza membenahi rambutnya yang berantakan dengan gerakan tegas, lalu tersenyum miring.

"Buat apa nangis? Emang nangis bisa nyelesain masalah? Enggak, Aliza!" Ia menarik napas panjang dan menghapus air matanya dengan kasar. "Kalau Lo dibully, yaudah... bully balik. Jangan biarin Carissa menang!"

Terdengar ketukan pelan di pintu. Aliza mengangkat kepalanya, lalu bangkit dan membuka pintu. Temannya, Cesya, berdiri di depan dengan mata yang berkaca-kaca.

"Lo harus kuat, Aliza," kata Cesya, memeluk Aliza erat.

Aliza tersenyum kecil dan mengangguk. "Mau kita paksa?" tanya Zia dengan smirk.

Aliza menatap mereka sejenak, lalu berkata, "Yok!"

---

"Aliza!"

Diva berlari mendekat saat melihat Aliza dan teman-temannya berjalan menuju kelas Carissa. Ia langsung memeluk Aliza erat, membuat Aliza terhenti dan mundur beberapa langkah.

Tangis Aliza pecah di pelukan Diva. Air matanya tak terbendung lagi saat Diva mengusap punggungnya dengan lembut. Teman-temannya hanya diam, memberikan ruang bagi keduanya.

"Udah... ada aku di sini," kata Diva lembut.

Aliza terisak. "Aku gak bully Carissa, aku gak bully dia... tapi dia... dia hamil."

Diva mengangguk pelan, mengangkat wajah Aliza dengan lembut sambil menghapus air matanya. "Sekarang mau ke mana, hm? Mau pulang?" tanyanya lembut.

Aliza menggeleng pelan.

"Terus?" Diva menatapnya bingung. "Mau ke kelas Carissa?"

Aliza mengangguk kecil. Namun, Diva segera menariknya kembali ke pelukan.

"Jangan gini, by. Kalau kamu labrak Carissa, yang ada masalah ini malah makin besar, bukannya selesai."

Aliza terdiam, menunduk.

"Sekarang balik ke kelas, ya? Udah mau masuk," bujuk Diva lembut.

Aliza tidak menjawab, tapi ia tidak melawan saat Diva menarik tangannya. Ia melirik teman-temannya yang hanya bisa mengangguk pasrah. Mereka tahu Diva benar.

Diva menggenggam tangan Aliza erat. "Aku temenin kamu, oke? Semua bakal baik-baik aja."

---

Maaf banget kalau cerita aku jelek ya...soalnya aku baru pemula jadi aku juga agak bingung bikin cerita ini. Ini real usaha aku dan pikiran aku sendiri,,semoga kalian suka,,,jangan lupa like sama komen yaaa makasihhh