NovelToon NovelToon
Guruku Adalah Pacarku

Guruku Adalah Pacarku

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Dikelilingi wanita cantik / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Teen Angst / Idola sekolah
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.

******

"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.

Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.

"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.

"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"

Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"

"Tapi..."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 10. Bidadari Zaman Now

Sinar mentari pagi lembut menyentuh wajah Zora yang baru terbangun. Ia meregangkan tubuh, lalu menoleh ke samping tempat tidur. Kaesang tak ada di sana. Seketika rasa khawatir menyergapnya.

"Apakah Kaesang belum pulang?" pikirnya. Zora bergegas keluar kamar dan menuruni tangga menuju ruang makan.

Di sana, ia mendapati Kaesang sudah duduk dengan seragam rapi, menikmati sarapan paginya seperti biasa. Rasa khawatir Zora perlahan sirna, tergantikan oleh senyum lega.

Zora mendekati Kaesang dan duduk di sebelahnya.

"Kamu kemarin ke mana, pulang jam berapa? Terus, tidur di mana? Kok nggak bangunin Mama?" cecar Zora, raut wajahnya dipenuhi kekhawatiran.

Sementara yang dikhawatirkan terlihat santai saja dan tidak peduli. Kaesang asyik menyantap sarapannya, tak menghiraukan Zora yang duduk di sebelahnya.

"Kae," panggil Zora lagi, sedikit kesal karena Kaesang tak menghiraukannya.

Dengan pandangan matanya yang tajam, Kaesang menoleh ke arah Zora. "Bukan urusan mama!" 

Wajah Kaesang tampak berkerut, raut wajahnya menunjukkan kekesalan. Zora hanya bisa menghela napas, tak tahu apa yang membuat Kaesang begitu marah. Nada bicaranya yang tajam seakan menusuk telinga, membuat Zora tak berani bertanya.

"Kamu jangan gitu dong, Kae. Kemarin Mama nungguin kamu loh di kamar kamu, tapi kamu nggak pulang-pulang sampai Mama ketiduran. Kamu kemarin pulang jam berapa? 

Kok pas Mama bangun kamu nggak ada di kamar?" Zora masih terus khawatir terhadap Kaesang. Tapi Kaesang tetap saja tidak peduli. Wajahnya datar, tanpa ekspresi sedikit pun.

Dengan tanpa menoleh ke arah Zora, Kaesang menjawab. 

"Aku nggak minta Mama buat nungguin aku. Lagi pula dari mana Mama tahu kunci pin kamar aku? Bukannya aku nggak pernah ngasih tau Mama kunci pin kamar aku ya?!" tanya Kaesang, suaranya sedikit meninggi. Zora mengerutkan kening mendengar nada bicara Kaesang yang sedikit tinggi.

Apakah Kaesang memang tidak ingin Zora memasuki kamarnya dan mengetahui kunci pin kamarnya itu? Mengapa Kaesang terlihat marah sekali saat Zora tahu kunci pin kamarnya? Apa yang dia sembunyikan di sana?

"Mama kemarin khawatir sama kamu, Kae. Kamu dari sepulang sekolah sampai malam nggak keluar-keluar loh, mama mau ajakin kamu makan. Mama ketuk-ketuk pintu kamar kamu dan mama panggil-panggil tapi kamu nggak nyaut-nyaut, 

Ya Mama otomatis khawatir dong sementara Mama aja nggak tahu kunci pin kamar kamu buat masuk. Mama kemarin nanya sama papa kamu, Kae soal kunci pin itu. Maaf ya kalau mama langsung masuk kamar kamu. Mama khawatir, Kae. Kamu pergi nggak pamit," 

Zora tampak begitu cemas, kekhawatirannya terpancar jelas. Namun, Kaesang, yang karena suatu masalah dan itu mengguncang perasaannya, seakan tak menghiraukan apa pun yang dikatakan mamanya. Tatapannya dingin, hatinya terasa beku, dan penyebabnya tak lain adalah mamanya sendiri.

Dengan sedikit acuh, dan tidak menoleh ke arah Zora, Kaesang menjawab. "Aku kemarin keluar. Cari angin. Di rumah rasanya panas banget!" Jawab Kaesang.

Seolah teringat sesuatu, Zora langsung tersenyum lebar dan menepuk pelan tangan Kaesang. Matanya berbinar-binar, penuh semangat. Senyumnya tak kunjung padam, merekah di wajahnya. Ada apa ya kira-kira?

"Kae, adik kamu, Lingga mau pulang lusa katanya. Dia di sana lagi libur gitu, mau pulang dan ngumpul sama kita. Katanya kangen. Lusa itu mama sama papa mau jemput dia di bandara, kamu ikut nggak?

Ditelepon kemarin katanya dia kangen loh sama kamu." Zora terlihat mengajak Kaesang untuk menjemput adiknya bersama dengan dirinya dan Indra.

Tapi Kaesang yang sejak memasuki SMP tidak memedulikan Lingga lagi segera bangkit berdiri dari duduknya. Dia meraih ranselnya yang ada di kursi sebelah, mengendongnya dan bersiap pergi.

"Mama sama papa jemput aja sendiri. Aku nggak mau ikut!" kata Kaesang, suaranya sedikit meninggi, raut wajahnya dingin seperti kulkas lima puluh ribu pintu.

Di tempatnya duduk, perlahan Zora menitikkan air matanya. Rupanya Kaesang belum bisa berdamai dengan adiknya. Zora sendiri tidak mengerti apa yang membuat Kaesang berubah. Tapi dia sedih melihat putranya yang semula sangat ceria berubah dingin dan cuek.

Kaesang sudah tidak peduli lagi dengan Lingga. Dia yang dulu sangat sayang kepada Lingga dan sering mengajaknya bermain sekarang sudah tidak lagi. Kaesang sering pergi keluar ketika Lingga pulang ke rumah.

Ada apa sebenarnya? Zora sangat penasaran apa yang membuat Kaesang berubah. Berkali-kali dia bertanya, namun Kaesang hanya menjawab dengan ketus dan sikap acuh tak acuhnya. Huff ..

"Dia Kenapa sih sebenarnya? Kemarin Lingga ngomong sendiri loh kok dia itu pengen banget dijemput sama Kaesang. Tapi kok dia malah kayak gini sikapnya. Haduhh," gumam Zora sambil beranjak dari duduknya. Ia menuju dapur untuk mengambil minuman dingin di kulkas.

Setibanya di sekolah, Kaesang langsung memarkirkan mobilnya di tempat khusus yang sudah disiapkan. Setelah mobilnya terparkir rapi, dia pun beranjak keluar dan berjalan memasuki gedung sekolah yang saat itu sudah terlihat ramai.

Ketika langkahnya memasuki koridor sekolah, pemandangan yang selama ini dilihatnya kembali lagi. Banyak siswi-siswi yang berkumpul di sana, mengerumuninya layaknya Ia seorang artis. Mereka memberikan Kaesang banyak hadiah, kata-kata manis dan sebuah bunga.

Namun, Kaesang tidak peduli. Dia memang menerima hadiah dari mereka, tapi setelahnya dia membuangnya di tempat sampah. Langkahnya menuju loker, mencari barang-barang yang mungkin tertinggal di sana.

Setibanya dia di loker, dari kejauhan Kaesang melihat Tyas yang sedang berjalan menuju ruang guru. Pakaian Tyas, gayanya, semuanya memancarkan aura yang menarik. Senyum tipis mengembang di bibir Kaesang. Cantik, menawan, rasa penasarannya terhadap Tyas semakin membuncah.

Setelah menemukan barang yang ia cari, Kaesang segera membalikkan badannya dan melangkah menuju kelasnya di lantai dua. Dia menaiki tangga, dan akan menuju ke kelasnya.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Kaesang lupa untuk mengaktifkan mode senyap, jadi deringnya terdengar jelas.

Kaesang menghentikan langkahnya, lalu membuka ponselnya. Layar menyala, menampilkan beberapa pesan dari papanya. Dengan sedikit malas, Kaesang membuka pesan itu.

(Kae, kamu lusa ikut sama Papa sama Mama buat jemput adik kamu ya. Dia mau pulang Kae lusa itu. Dia pengen banget dijemput sama kamu)

(Kamu ikut ya. Tadi papa dapat pesan dari mama kamu katanya kamu nolak dan nggak mau buat ikut jemput. Kae, Papa mohon sama kamu, kamu ikut ya. Lingga kangen banget loh sama kamu. Dari lama banget dia nggak ketemu sama kamu dan ngobrol. Kamu selalu nolak telepon dia dan nggak jawab wa-nya)

(Kamu lusa ikut sama Papa sama Mama. Sebenarnya Papa nggak mau maksa, tapi kalau papa nggak maksa kamu pasti nggak akan mau ikut. Lusa itu kamu nggak usah masuk sekolah, kita jemput adik kamu di bandara)

(Papa nggak nerima penolakan ya, Kae. Kamu harus ikut)

Mata Kaesang membelalak membaca pesan itu. Marah? Tentu saja. Papanya memaksanya untuk ikut! Tanpa membalas, dia meletakkan ponselnya di saku, matanya masih tertuju pada pesan itu. Dengan langkah gontai, dia menuju kelas dan duduk di kursinya.

Tak lama setelah itu seorang guru masuk dan pelajaran pun dimulai.

************

Hari itu, di sebuah apartemen mewah di kota London, seorang pria tampan sedang sibuk mengemasi barang-barangnya. Namun, bukan kesibukan itu yang membuatnya sibuk, melainkan kedua temannya yang sedang asyik bermain PlayStation di ruang tengah.

"Pakai yang itu, bro! Jangan yang itu, nanti kalah terus!" seru salah satu temannya sambil menunjuk layar televisi yang menampilkan pertandingan game yang seru.

Pria tampan itu hanya tersenyum melihat tingkah konyol kedua temannya. Mereka berdua memang selalu ceria dan penuh energi, tidak pernah kehabisan bahan untuk bercanda dan tertawa bersama.

"Kalian berdua ini, nggak ada habisnya ya," ucap pria tampan itu sambil menggelengkan kepala.

"Apaan sih, Ngga? Kita kan cuma pengen menghibur diri sebelum Lo balik ke Indonesia besok," jawab salah satu temannya sambil tetap fokus pada layar televisi.

Pria tampan itu hanya bisa tertawa melihat tingkah kedua temannya. Mereka memang sudah seperti saudara baginya, selalu ada di saat-saat sulit maupun senang.

Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, pria tampan itu duduk di sofa dan bergabung dengan kedua temannya.

"Ngga, kalau balik ke sini lagi lo bawain oleh-oleh dari sana ya. Sama tunjukin itu foto Abang Lo. Katanya Lo mau ngasih tunjuk kita fotonya," ingat temannya.

Pria tampan itu, Lingga, adik Kaesang langsung menyeringai. "Siap, nanti gue bawain," jawabnya santai.

************

Saat jam istirahat sekolah Kaesang yang biasanya pergi ke perpustakaan untuk membaca kini dia pergi ke kantin. Setelah tiba di sana Kaesang melihat Tyas sedang duduk seorang diri di kios paling pojok Utara. Niat hati Kaesang ingin menghampiri Tyas tapi dia malu. Akhirnya Kaesang pergi ke kios yang tidak jauh dari Tyas dan tetap memperhatikannya.

Seulas senyum mengembang di bibirnya saat melihat Tyas asyik menyantap makanannya. Walau hanya dari belakang, pesona Tyas tak terbantahkan. Rasa penasaran Kaesang pun semakin menggebu.

Apakah ini...? Biasanya rasa ini disebut jatuh cinta? Secepat itukah balok es yang dingin itu mencair? darimana datangnya panas yang bisa mencairkan balok es itu?

"Cantik," desis Kaesang, matanya berbinar. Senyum tipis menghiasi bibirnya, tak kunjung padam.

Setelah menyelesaikan makannya, Tyas beranjak dari kursi. Ia melangkah ke kios tempatnya makan, membayar makanannya, lalu beranjak keluar. Di ambang pintu kantin, Tyas melirik Kaesang sekilas, bibirnya terkembang tipis sebelum ia benar-benar menghilang dari pandangan.

Kaesang tersenyum simpul melihat Tyas meninggalkan kantin. Dia berucap lirih, hampir seperti bisikan. "Wah, Bu Tyas, Bu Tyas...

Nggak nyangka, ternyata dia secantik ini! Kayaknya gue harus beli kacamata baru deh, soalnya gue kok baru ngeliat kecantikannya sekarang ya? 

Bidadari? Hmm, bidadari yang suka makan bakso kali ya?" Kaesang nyengir sambil menggaruk kepala, matanya berbinar-binar.

"Tapi bidadari kok makan baksonya pake sambel ya? Hmm, mungkin bidadari zaman now kali ya?" lanjutnya, sambil berbisik pelan, seolah tak ingin ucapannya terdengar oleh orang lain. Nggak nyangka, dia ternyata jago ngelawak juga, meskipun lawakannya cuma buat dia sendiri.

Bersambung ...

1
Misnati Msn
Lanjut
◍•Grace Caroline•◍: makasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!